Perbedaan Ilmu Allah dengan Ilmu Manusia

Di antara sifat wajib bagi Allah swt adalah al Ilmu artinya mengetahui. Allah swt sebagai Tuhan tidak pantas memiliki sifat al Jahl (bodoh). Sebab itu, al Jahl dikategorikan sifat mustahil berada dalam diri Allah swt.

Bukti bahwa Allah swt memiliki sifat al Ilmu yaitu firman Allah swt sendiri yang tertuang di dalam al Qur’an. Jika diperinci, ada sekitar 106 ayat lebih di dalam al Qur’an yang menyebutkan Allah swt memiliki sifat mengetahui. Di antaranya:

إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Allah maha mendengar dan maha mengetahui”

إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ مِنَ الْقَوْلِ وَيَعْلَمُ مَا تَكْتُمُونَ

Artinya: Sesungguhnya Allah swt mengetahui terhadap perkataan yang kalian ucapkan secara terang-terangan dan Allah swt juga mengetahui kepada ucapan yang kalian sembunyikan (QS. Al Anbiya: 110)

Sekalipun manusia juga memiliki sifat mengetahui, namun mengetahuinya manusia tidak sama dengan mengetahuinya Allah swt. Syaikh Muhammad al Hasyimi menjelaskan karakteristik sifat Allah swt:

أَنَّ عِلْمَ اللهِ مَوْجُوْدٌ وَقَدِيْمٌ وَبَاقٍ وَمُخَالِفٌ لِعِلْمِنَا الْحَادِثِ وَغَنِيٌّ عَنِ الْمُخَصِّصِ وَوَاحِدٌ وَعَامُّ التَّعَلُّقِ بِجَمِيْعِ الْوَاجِبَاتِ وَالْجَائِزَاتِ وَالْمُسْتَحِيْلَاتِ

Artinya: “Sesunggunnya ilmu Allah itu ada, dan qadim, abadi, berbeda dengan ilmu kita yang baru, tidak butuh kepada mukhasshis, esa dan umum berkaitan dengan seluruh sifat wajib, jaiz dan mustahil”

Dari keterangan tersebut, ada tujuh perbedaan antara ilmu Allah swt dengan ilmu manusia. Pertama, ilmu Allah selalu ada pada diri Allah swt tanpa harus ada yang mengadakan. Berbeda dengan sifat manusia, yang membutuhkan untuk di adakan. Seperti anak baru lahir ia tidak mengetahui apa-apa. Padahal wujud dari anak tersebut sudah ada.

Kedua, ilmu Allah swt qadim (dahulu), tidak ada yang mendahuluinya. Sebab sifat ilmu Allah swt melekat pada dzat yang memang tidak ada awalnya, yaitu Allah swt.

Ketiga, ilmu Allah swt selamanya akan ada, kekal abadi tanpa ada akhir. Sebab ia bersandar kepada dzat yang tanpa akhir. Berbeda dengan ilmu manusia, ilmu itu akan ada selama pemilik ilmu masih ada. Manakala mati, atau menjadi gila, maka ilmu tersebut sudah tidak ada.

Keempat, ilmu Allah swt tidak sama dengan ilmu manusia dalam aspek apapun. Jika manusia hanya mampu mengetahui terhadap yang nampak-nampak saja, maka Allah swt mampu mengetahui yang jelas dan yang samar sekalipun.

إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى

Artinya: “Allah mengetahui yang jelas dan yang samar”

Sebab jelas dan samar sama-sama ciptaan Allah swt. tentu yang menciptakannya lebih kuasa dari yang diciptakan.

Kelima, tidak butuh kepada mukhassis, sesuatu yang mengkhususkan. Keenam, ilmu Allah esa, tidak ada yang sama dengan ilmu Allah swt. berbeda dengan ilmu makhluk, banyak yang sama bahkan saling melebihi antara satu dengan lainnya. Ketuhuh, mencakup hubungannya dengan sifat-sifat wajib, jaiz dan mustahil bagi Allah. Hal ini berbeda dengan manusia yang hanya mampu mencerna apa yang terjadi kepada dirinya sendiri. Sementara yang di luar itu, manusia tidak mampu mengetahuinya. Seperti benda apa saja yang terdapat di langit atau apa yang berada di jantung bumi.

Dari sini, Ahlussunnah wal Jama’ah menyimpulkan bahwa ilmu manusia merupakan pengetahuan yang diberikan oleh Allah swt kepadanya. Bukan pengetahuan yang berdiri sendiri, tanpa ada yang lain. Ini dapat dibuktikan, seseorang yang awalnya mengetahui terhadap suatu hal, lalu dikemudian hari ia lupa terhadap hal tersebut karena telah dicabut kembali pengetahuan oleh Allah swt. Dan ini tidak mungkin terjadi bagi Allah swt.

Wallahu a’lam

ISLAMKAFFAH