10 Muharram dan Misi Kemanusiaan Husain dalam Peristiwa Karbala

Tanggal 10 Muharram lekat dengan sebutan “Hari Asyura”, mengacu pada sebuah peristiwa berdarah pembantaian Sayyidina Husain, cucu Baginda Nabi dari perkawinan Siti Fatimah dan Sayyidina Ali. Di Karbala, Sayyidina Husain beserta keluarganya yang dalam catatan sejarah berjumlah 73 orang dibantai oleh 4000 ribu tentara pimpinan Umar bin Sa’ad atas perintah Yazid bin Muawiyah.

Syaikh Abdul Qodir al Jailani dalam al Ghunya memasukkan 10 Muharram atau Hari Asyura sebagai salah satu Asyirul Karomah atau Hari Keramat bersama Nuzul Qur’an, Lailatul Qadar, Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Hari Arafah, Idul Fitri dan Idul Adha.

Muslim Indonesia hingga hari tetap melanggengkan tradisi 10 Muharram atau Hari Asyura dengan ragam model cara memperingati hari bersejarah tersebut. Di Jawa, ada tardisi “Bubur Suro”, di Bengkulu dengan festival Tabot, di Madura Tajin Peddis (bubur pedas) dan berbagai jenis tradisi lokal lainnya untuk memperingati Hari Asyura.

Bahkan, hikayat tentang Hari Asyura diceritakan turun temurun, baik berupa catatan maupun cerita tutur. Di Aceh, ada Hikayat Soydina Usin yang ditulis pada abad ke-17, di Sunda bertajuk Wawacan Yazid, di Madura Caretana Yazid Calaka (Kisah Yazid Celaka) dan lain-lain.

Pesan Kemanusiaan dalam Tragedi Karbala

Kekejaman Yazid bin Muawiyah membantai Sayyidina Husain dan keluarganya, perempuan dan anak-anak, menyiratkan catatan luhur tentang pentingnya semangat kemanusiaan.

Sebagaimana dikatakan sendiri oleh Sayyidina Husain: “Aku keluar bukan untuk berperang dan merusak, melainkan untuk memperbaiki umat kakekku. Tujuanku amar ma’ruf nahi munkar “.

Sayyidina Husain dengan penuh kesabaran berusaha memperingati Umar bin Sa’ad beserta pasukannya. Salah satu komandan pasukan Yazid bernama Hur ar Riyahi tersadar dan berbalik mendukung Sayyidina Husain. Ia pun syahid di Karbala bersama Sayyidina Husain dan keluarganya.

Disaat pasukan Umar bin Sa’ad melewati Syam setelah peristiwa Karbala, seorang pendeta membayar Umar bin Sa’ad beserta pasukannya demi meminjam dalam waktu semalam kepala Sayyidina Husain yang dipenggal di Karbala. Ia mencuci kepala Sayyidina Husain yang berlumuran darah di sebuah batu. Di atas batu itu kini dibangun sebuah masjid an Nuqtah untuk menghormati Sayyidina Husain. Lokasinya di Aleppo (Suriah).

Hingga kini pendeta dari Syam ikut hadir dalam peringatan 10 Muharram gugurnya Sayyidina Husain di makam beliau di Irak. Bagi mereka tragedi Karbala bukan hanya milik muslim saja, tapi milik semua manusia. Sebab Husain adalah “hati nurani agama-agama” dan “prinsip kemanusiaan”

Sayyidina Husain memang tertindas, namun sejatinya ia pemenang dalam tragedi Karbala. Ia saat itu sedang melakukan perjalanan dengan mengemban misi kemanusiaan, keadilan dan semangat egalitarian. Ia hendak menyelamatkan umat Islam yang dilanda musibah besar.

Sebagaimana dikatakan oleh Sayyidina Husain kepada pasukan Umar bin Sa’ad: “Kalian orang-orang yang sedang dilanda musibah besar, karena kedudukan ulama telah direbut”.

Sayyidina Husain keluar menuju Irak dalam upaya melakukan konsolidasi terhadap pengikut setia ayahandanya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sebagai upaya perjuangan melawan kekuasaan tirani Yazid bin Muawiyah. Sebuah misi kemanusiaan mengembalikan Islam sebagaimana diajarkan oleh kakeknya, Rasulullah.

Bahwa, perang dalam Islam bukan hanya semata soal agama, namun untuk kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan manusia dan semangat egalitarian. Yazid bin Muawiyah adalah khilafah kejam yang tidak memiliki nurani kemanusiaan. Oleh karena itu, ia harus dilawan demi agama Islam dan untuk kemanusiaan. Satu kekejaman Yazid adalah peristiwa “Harrah” yang mengerikan itu.

Tujuan Sayyidina Husai adalah untuk menyadarkan umat Islam dari belenggu tirani anti kemanusiaan. Supaya kondisi dunia saat itu kembali seperti pada zaman kakeknya di saat menjadi pemimpin Madinah. Disana, umat Islam hidup damai. Di internal umat Islam terjalin ukhuwah dengan sangat baik, hubungan dengan non muslim juga harmonis dan kemanusiaan dijunjung tinggi.

ISLAMKAFFAH