Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus
Pertanyaan:
Apakah syarat melakukan perjalanan ke negeri kafir dalam rangka menuntut ilmu?
Jawaban:
Alhamdulillāh, segala puji bagi Rabb Semesta Alam. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas utusan Allah -Nabi Muhammad- (yang diutus sebagai) rahmat bagi semesta alam, juga atas para sahabat, dan keluarganya hingga hari akhir.
Diperbolehkan bagi kaum muslim untuk melakukan perjalanan ke negeri-negeri kafir dalam rangka tujuan dakwah atau keperluan duniawi lainnya dengan beberapa syarat :
- Hendaklah orang tersebut adalah orang yang paham ilmu agama;
- Ia merasa aman terhadap keimanan dan keislamannya;
- Ia mampu menunjukkan syiar keislamannya dan mampu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim dengan sempurna;
- Tidak gentar dalam menjalankan perintah agama baik dalam sikap, pakaian, maupun penampilan yang bertentangan dengan kebiasaan kaum musyrik.
- Mampu berpegang teguh pada akidah al-walā’ wa al-barā’ yang merupakan konsekuensi syahadat dan salah satu syarat syahadat.
Di antara bentuk al-barā’ adalah membenci kesyirikan dan kekafiran serta pelakunya, tidak melakukan tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka khususnya yang berkaitan dengan ciri khas agama dan duniawi mereka, tidak ikut serta merayakan kegembiraan di hari raya dan hari-hari besar mereka, dan tidak pula menjadikan mereka sebagai teman dekat. Allah taala berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا عَدُوِّيْ وَعَدُوَّكُمْ اَوْلِيَاۤءَ تُلْقُوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; …” (QS. Al-Mumtaḥanah: 1)
Di antara bentuk al barā’ juga adalah tidak melakukan mudāhanah (bersikap lunak terhadap mereka dengan mengorbankan perkara agamanya), tidak berhukum dengan hukum orang-orang kafir, dan tidak pula rida dengan hukum mereka, kemudian meninggalkan hukum dan ketentuan Allah, serta tidak mengucapkan salam kepada mereka, dan tidak mengangungkan mereka baik dengan perkataan maupun perbuatan.
Kesimpulan:
Intinya adalah tidak boleh bersikap walā’ (loyal) secara umum dengan mereka yang bermuara pada munculnya kecenderungan mengikuti mereka secara lahir dan batin. Jika orang yang bermaksud melakukan perjalanan ke negeri kafir tersebut tidak mampu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim secara sempurna maka perjalanan tersebut menjadi terlarang baginya, bahkan termasuk dalam dosa besar.
Sedangkan apabila ia menjadikan perjalanannya sebagai bentuk cinta dan loyal terhadap orang-orang kafir baik secara lahir maupun batin, maka orang tersebut dihukumi sebagai seorang kafir yang keluar dari agama Islam. Sebagaimana firman Allah taala:
وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ
“ … Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka … ”
wa al-‘ilmu ‘inda al-lāh.
Akhīru al-kalām, wa al-ḥamdu li al-lāhi Rabbi al-‘ālamīna wa ṣallā al-lāhu ‘alā al-nabiyyi Muḥammadin wa ‘alā aṣhābihī wa ikhwānihī ilā yaumi al-dīn, wa sallama taslīman.
***
Referensi : http://ferkous.com/home/?q=fatwa-733
Penerjemah : Fauzan Hidayat, S.STP., MPA
Artikel: Muslim.or.id