Agar Tidak Mudah Kecewa, Pesan Rasulullah Cintailah dan Bencilah Sewajarnya

Allah senang melihat orang saling memberikan cinta dan kasih sayang. Artinya, rasa cinta di antara manusia adalah fitrah kemanusiaan. Bahkan, mencintai saudaramu dan sesama manusia adalah bagian dari iman.

Dari Anas dari Nabi Saw bersabda: Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”(HR. Bukhari).

Keimanan yang sempurna ketika seseorang mencintai yang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Orang yang saling mencintai tidak mungkin saling menyakiti, memusuhi, apalagi saling mengkhianati.

Itulah manfaat saling mencintai. Allah memberikan keutamaan orang yang saling mencintai karena Allah termasuk 7 golongan yang akan mendapatkan naungan dan perlindungan dariNya di hari kiamat.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi Saw bersabda: Ada tujuh (golongan orang beriman) yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (yaitu) pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabb-Nya, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah”. (HR Bukhari).

Cinta membawa berkah. Dengan saling mencintai akan tercipta kerukunan dan harmoni dalam kehidupan sosial. Orang jauh dari kebencian. Dan suasana mengasihi akan tercipta.

Namun, cinta juga ada batasannya. Mencintai seseorang harus berada dalam taraf yang sewajarnya. Jangan berlebihan dalam mencintai seseorang karena bisa jadi ia akan menjadi yang kamu benci di kemudian hari. Begitu pula sebaliknya dengan membenci.

Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ memberikan panduan dalam mencintai: “Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta” (HR Tirmidzi).

Sifat dan karakter dunia dan seluruh ciptaan Allah itu selalu berubah dan tidak abadi. Yang Tetap dan abadi hanyalah Sang Pencipta. Karena perubahan itulah, kita tidak boleh menambatkan sesuatu secara berlebihan kepada hal yang bisa berubah.

Termasuk hati. Ia memiliki dinamika yang cepat. Seseorang dalam suatu waktu bisa gembira, sedih, berduka dan bersuka ria. Ia kadang pula bisa mencintai sesuatu, tetapi tidak lama berubah menjadi benci. Sifat yang mudah berubah itulah yang menyebabkan kita untuk sekedarnya dalam mencintai dan membenci.

Terkadang kita terlalu mencintai, menokohkan dan membela seseorang yang dicintai. Namun, ketika ia berubah dan tidak sesuai dengan ekspektasi, kita menjadi membencinya. Karena itulah, cintailah dan bencilah sewajarnya.

Tidak usah terlalu fanatic buta apalagi cinta buta terhadap seseorang. Kecuali cinta kepada Allah dan Rasulnya. Orang boleh mencintai berlebihan kepada Allah dan kepada Nabinya. Karena Allah adalah AL-Haq yang tidak berubah. Dan utusannya Muhammad adalah yang diberikan keistimewaan oleh yang Maha Kekal.

ISLAMKAFFAH