Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi terus menggulirkan gerakan Islamisasi Ilmu dan kebangkitan literasi Islam, larisnya buku-buku Gus Hamid, sebagai tanda sekularisasi dan liberalisasi pemikiran Islam tidak menarik generasi Muslim
IKATAN Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta menobatkan Prof. Dr. KH Hamid Fahmy Zarkasyi sebagai Tokoh Perbukuan Islam tahun 2023. Penobatan itu diumumkan dalam acara Pembukaan Islamic Book Fair (IBF), pada 20 September 2023, di Istora Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta yang dihadiri ribuan hadirin.
Tentu saja, penghargaan itu sangat wajar. Dalam paparan kisah hidup Kiai Hamid Fahmy Zarkasyi, disebutkan peran panjang aktivitas Kiai Hamid Zarkasyi dalam dunia penerbitan buku dan peningkatan literasi.
Sejak nyantri di Gontor, Gus Hamid, panggilan populer lainya, sudah terbiasa menulis dan memimpin majalah. Tahun 2004, ia mulai dikenal luas sebagai penulis handal saat memimpin Majalah Islamia.
Tahun 2005, ia meraih gelar Ph.D. dalam bidang Islamic Thought di Intenational Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC). Tahun 2009, Kiai Hamid mulai menulis kolom Misykat secara rutin, setiap bulan, di Harian Republika, sampai edisi cetak Harian Republika berhenti terbit tahun 2023.
Lebih dari 100 artikel dalam kolom Misykat Republika yang ditulisnya. Survei Litbang Harian Republika tahun 2010 menunjukkan, Jurnal Islamia-Republika, merupakan rubrik non-berita yang paling banyak dibaca oleh pembaca Republika.
Kumpulan artikel Kiai Hamid di kolom Misykat itu kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul Misykat. Buku inilah yag semakin mengokohkan posisi Kiai Hamid sebagai salah satu pakar pemikiran Islam di Indonesia. Buku berikutnya, yang berjudul Minhaj: Berislam dari Ritual hingga Intelektual juga diserbu oleh pembaca.
Setelah memangku jabatan Rektor Universitas Darussalam (Unida) Gontor dan meraih gelar Profesor dalam bidang Filsafat Islam, nama Prof. Hamid semakin dikenal sebagai salah satu cendekiawan yang dihormati di Indonesia.
Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi kini terus menggulirkan gerakan Islamisasi Ilmu dan kebangkitan literasi Islam. Salah satu rintisan pendidikannya yang fenomenal adalah Program Kader Ulama Unida Gontor.
Program intensif selama enam bulan ini telah meluluskan 600 lebih kader-kader ulama muda dari seluruh Indonesia.
Membaca beberapa karya Gus Hamid, khususnya buku Misykat dan Minhaj ini, tidaklah berlebihan jika kita berkesimpulan, bahwa Era Sekularisasi dan Gerakan Liberalisasi Islam telah mendapatkan kritik serius, dan sepertinya semakin memasuki usia senja.
Sekularisasi dan liberalisasi pemikiran Islam semakin tidak menarik bagi banyak generasi mudah Islam.
Hamid Fahmy Zarkasyi, begitulah nama pria kelahiran Gontor, pada 13 September 1958 ini. Gus Hamid adalah putra ke-9 dari KH Imam Zarkasyi, yang tak lain adalah pendiri Pesantren Modern Gontor Ponorogo. Ayahnya telah mendidiknya dengan kasih sayang dan disiplin yang tinggi.
Sejak kecil, Hamid Fahmy bisa dikatakan orang yang haus ilmu dan pendidikan. Menamatkan pendidikan di Pesantren Gontor, Hamid Fahmy mengambil master di dua tempat, di Pakistan dan Birmingham University.
Perubahan secara intelektual yang sangat besar diraihnya setelah ia berguru kepada Prof Dr Syed Muhammad Naquib al-Attas di International Institute of Islamic Thought and Civilization – International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) Malaysia.
Disertasinya yang berjudul ‘Al-Ghazali’s Concept of Causality’ mendapat pujian. Di hadapan para penguji, yang terdiri dari Prof. Dr. Osman Bakar, Prof. Dr. Ibrahim Zein, dan Prof. Dr. Torlah, Gus Hamid berhasil menjelaskan sesuatu yang selama ini telah dilewatkan oleh kebanyakan pengkaji al-Ghazali.
Prof. Dr. Alparslan Acikgence, penguji eksternal dari Turki, memuji kajian Dr. Hamid Fahmy terhadap teori kausalitas al-Ghazali pada kajian sejarah pemikiran Islam.
Sebab, pendekatan Hamid terhadap konsep kausalitas al-Ghazali telah menjelaskan sesuatu yang selama ini telah dilewatkan oleh kebanyakan pengkaji al-Ghazali.
Harian Republika, 28 Desember 2006, pernah menurunkan satu artikel panjang Hamid Zarkasyi dengan judul “Menyoal Pembaruan Islam”. Dalam pembukaan artikelnya, ia menulis: “Tantangan ekternal terberat yang dihadapi Muslim dewasa ini adalah hegemoni konsep-konsep Barat dalam berbagai bidang ilmu termasuk dalam pemikiran keagamaan Islam. Kini tidak sedikit konsep, metode, dan pendekatan yang digunakan cendekiawan Muslim dalam studi Islam berasal dari atau dipengaruhi Barat.”
Kemajuan suatu bangsa senantiasa dimulai dari kebangkitan budaya literasi. Gus Hamid mengajukan tiga langkah untuk membangun budaya literasi: “Membaca, berdiskusi, dan menulis!”
Tiga langkah itulah yang diserukannya kepada ribuan santri yang hadir dalam acara Pembukaan Islamic Book Fair ke-21 di Istora Senayan itu. Selamat kepada Prof. Kiai Hamid Fahmy Zarkasyi atas penganugerahan Tokoh Perbukuan Islam. Kita doakan, semoga beliau tetap sehat wal-afiat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Aamiin. (Depok, 20 September 2023).*
Oleh: Dr. Adian Husaini,
Penulis pendiri Pondok Pesantren Attaqwa-Depok (Atco) dan Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia