Paket Rukhsah Ramadan (2) : Puasa bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Megandung dan menyusui adalah sebuah fitrah bagi kaum wanita, fase tersebut merupakan hal yang normal dan wajar terjadi bagi seorang wanita yang telah menikah, fase ini juga menjadi poin penting mengapa seorang wanita harus diperlakukan dengan baik kelak oleh anak-anaknya. Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 di jelaskan :

وَوَصَّيْنَا الاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا حَمَلَتْهُ اُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا

Artinya : “Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada dua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)”.

Selain itu, hal lain yang bisa didapat seorang wanita hamil adalah limpahan pahal yang besar saat beribadah di fase kehamilannya. Semua resiko kehamilan hingga melahirkan juga dijamin mendapat ganjaran setimpal, bahkan jika meninggal saat prosesi melahirkan, Agama menetapkannya sebagai seseorang yang Syahid.

Namun bagaimana jika fase melahirkan dan menyusui itu terjadi ketika bulan Ramadan, dimana bulan ini merupakan bulan di wajibkannya berpuasa bagi seorang Muslim yang mukallaf, apakah bagi wanita hamil tetap harus berpuasa sebagaimana Muslim lainnya, mengingat kondisi fisiknya tidak setangguh manusia pada umumnya atau.

Syeh Nawawi Al-Bantani berpendapat dalam salah satu kitabnya, seorang wanita hamil atau menyusui tetap wajib berpuasa selama tidak dihawatirkan adanya dampak negatif  baik pada janin atau pada ibunya, jika dihawatirkan akan adanya dampak negatif maka makruh baginya berpuasa dan apabila iya meyakini akan adanya dampak negatif bagi janin atau dirinya maka baginya haram untuk melakukan ibadah puasa. Pendapat tersebut di dasarkan pada sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ اَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ

“sesungguhnya Allah menghapus kewajiban puasa dan sebagian shalat bagi musafir, dan kewajiban berpuasa bagi orang hamil dan menyusui.”

Bagi wanita hamil atau menyusui, jika tidak berpuasa maka tetap wajib mengganti puasanya di kemudian hari. Mengenai kewajiban membayar  fidyah, ulama berselisih pendapat. Mazhab hanafiyah menyatakan tidak ada kewajiban membayar fidyah. Sementara mazhab Syafi’i merinci, jika alasan ia tidak berpuasa dikarnakan hawatir akan kesehatan janin atau anaknya saja, maka wajib membayar fidyah. Sedangkan jika ia hawatir akan kondisi dirinya saja atau dengan kondisi anaknya juga, maka ia tidak wajib membayar fidyah.

Walhasil, perempuan yang sedang hamil dan menyusui tidak lantas diperlakukan sama dengan orang muslim pada umumnya perihal ibadah puasa di bulan Ramadan, bagi wanita hamil atau menyusui terdapat opsi pilihan untuk berpuasa atau tidak sesuai dengan keadaan yang sedang ia alami.

ISLAM KAFFAH