Hutang Indonesia Terhadap Palestina

Banyak pihak yang terpana dengan fakta bahwa setiap issu Palestina, selalu saja menggegerkan Negara dan Bangsa Indonesia, seakan kedua bangsa ini adalah dua bersaudara seibu seayah. Dalam keadaan sesusah apapun Bangsa Indonesia selalu memberikan pembelaan maksimal bagi saudaranya itu.

Kini sebuah Rumah Sakit Indonesia berdiri tegak di Gaza melayani pasiennya secara gratis dan sejak tahun 2012 DPRRI telah mengirim delegasi khusus untuk memastikan berdirinya kantor perwakilan RI di Palestina, bila memungkinkan membuka keduaan besar.

Energi laten yang menyatukan kedua bangsa ini adalah “Persaudaraan Muslim”. Bagaimana itu bisa terjadi? Ini jelas tercatat dalam sebuah buku monumental yang diberi sambutan takzim oleh tokoh-tokoh pejuang Kemerdekaan kita seperti dr. Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI sertaPahlawan Nasional RI), M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI ), Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan), dan Jenderal (Be

sar) A.H. Nasution.. Buku itu berjudul “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan Lc.

Sebagaimana kita maklumi bahwa kemerdekaan suatu negara wajib mendapat dukungan dari Negara-negara berdaulat yang saat itu telah resmi menjadi anggota PBB. Tanpa itu tidak ada kemerdekaan. Mengharap dukungan dari negara-negara Eropa tentulah bagai menggantang asap atau memeras air dari batu.

Tak ada jalan lain, negara-negara Arab-lah satu-satunya harapan dan
mulailah para perjuang kemerdekaan Indonesia membentuk PANITIA PUSAT PERKUMPULAN KEMERDEKAAN INDONESIA yang diketuai oleh M. Zein Hassan Lc.

Adapun sosok paling berpengaruh di dunia sekaligus yang dikenal sangat
mencintai Indonesia adalah Mufti Besar Palestina Syeikh Amin Al-Husaini.
Kesanalah Zein Hassan memimpin delegasi pertamanya.

Apa yang didapat oleh delegasi tersebut adalah sambutan yang tidak pernah dikira-kira besarnya. Mufti Palestina itu, selain menyambut dengan penuh semangat namun bertindak cepat. Berikut ini dikisahkan oleh penulis buku itu:

” Tepat pada tanggal 6 September 1944 [Setahun sebelum proklamasi] menggaungkan dukungan kemerdekaan Indonesia melalui Radio Berlin versi Bahasa Arab. Berita tersebut disiarkan terus menerus selama dua hari berturut-turut. Di Mesir, harian paling besar Al-Ahram juga menjadikannya head-line, dan selanjutnya dijadikan topik bahasan utama oleh oleh para aktifis dan ulama”. Demikian tulis Zein Hassan pada halaman 40 bukunya itu.

Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang,
mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Bahkan dukungan ini telah dimulai
setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan Kemerdekaan RI yang kita kenal sebagai Hari Kemerdekaan kita itu, 17 Agustus 1945.

Dalam kunjungan delegasi pimpinan Zein Hassan tersebut terjadi sebuah
kisah horoik yang seharusnya dipatri baik-baik di dalam setiap dada anak Bangsa Indonesia. Begini kisahnya:

Muhammad Ali Taher adalah seorang Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia. Beliau adalah seorang Pemimpin dan saudagar kaya Palestina yang spontan menyerahkan seluruh uangnya yang tersimpan di “Bank Arabia” tanpa meminta tanda bukti. Beliau hanya berikrar dengan katanya:

“Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia …”

Setelah seruan dari Mufti Palestina itu, maka negara berdaulat yang berani mengakui kedaulatan RI pertama kali oleh Negara Mesir, 1949. Pengakuan resmi Mesir itu (yang disusul oleh negara-negara Tim-Teng lainnya) menjadi modal besar bagi RI untuk secara sah diakui sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan itu membuat RI berdiri sejajar dengan Belanda (juga dengan negara-negara merdeka lainnya) dalam segala macam perundingan & pembahasan tentang Indonesia di lembaga internasional.

Dukungan mengalir setelah itu, sokongan dunia Arab terhadap kemerdekaan Indonesia menjadi sangat kuat. Para pembesar Mesir, Arab dan Islam kemudian dengan cergas membentuk ‘Panitia Pembela Indonesia ‘. Para pemimpin negara dan perwakilannya di lembaga internasional PBB dan Liga Arab sangat gigih mendorong diangkatnya isu Indonesia dalam pembahasan di dalam sidang lembaga tersebut (PBB).

Nah, lempangkah jalan Indonesia menuju kemerdekaan. Tidak. ternyata para pejuang kita masih memerlukan dukungan-dukungan luar biasa yang kita sendiri tidak mungkin melakukannya. Itulah yang telah memunculkan Peristiwa patriotik berikutnya sebagaimana dilaporkan oleh Wartawan ‘Al-Balagh’ pada 10/8/47 sebagai berikut:

Di jalan-jalan terjadi demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 Nopember 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya, demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya Mesir.

Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur dalam pertempuran yang sangat dahsyat itu.

“Yang menyolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. Saat kapal “Volendam” milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said; Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dimotori gerakan Ikhwanul Muslimin (persaudaraan kaum muslim), berkumpul di pelabuhan itu. Mereka menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah-putih – tanda solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau blokade terhadap motor-motor- boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air & makanan untuk kapal “Volendam” milik Belanda yang terus menerus berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan.

Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk “Volendam” bergerak dengan dijaga oleh 20 orang polisi bersenjata beserta Mr. Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan. Namun hal itu tidak menyurutkan perlawanan para buruh Mesir”.

Disinilah peran sangat besar As-Syeikh Hassan Al-Banna (pernah menerima kunjungan delegasi M. Zein Hassan di Kairo) menggerakkan anggota Ikhwanul Muslimin untuk tidak kendor-kendornya memberikan segala jenis bantuan bahkan sampai mempertaruhkan nyawa mereka.

Lebih lanjut sang wartawan menuliskan:

“Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor-boat besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atasdeknya. Mereka menyerang kamar stirman, menarik keluarpetugas-petugasnya, dan membelokkan motor-boat besar itu kejuruan lain.”

Akhirnya Negara Kita Republik Indonesia resmi menjadi negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa ke-60 pada tanggal 28 September 1950, yang ditetapkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor A/RES/491 (V) tentang “penerimaan Republik Indonesia dalam keanggotaan di Perserikatan Bangsa Bangsa”. Peristiwa ini terjadi tidak lebih dari satu tahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag (23 Agustus – 2 November, 2949)

BAGAIMANA TINDAKAN NEGARA-NEGARA BARAT?

Sebaliknya dengan melihat geliat usaha bangsa Indonesia untuk merdeka dan derasnya dukungan dari Negara-negara muslim di Arab, majalah TIME edisi (25/1/46)dengan sinisnya menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab, begini tulisnya:

“Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa.”

Menyadari betapa rumit dan berbahayanya usaha-usaha untuk meraih kemerdekaan itu maka pantaskan kita terus berupaya menyadarkan putra-putri bangsa Indonesia yang saat ini merasakan nikmatnya hidup berdaulat tidak melupakan peran bangsa bangsa Arab, khususnya Palestina.

Berikutnya saya terakan sambutan para tokoh kita pada terbitan buku yang sangat monumental itu:

[1] Drs. Moh. Hatta:

“Kemenangan diplomasi Indonesia yang dimulai dari Kairo. Karena dengan pengakuan Mesir dan negara-negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagai selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau.”

[2] A.H. Nasution:

“Karena itu tertjatatlah, bahwa negara-2 Arab jang paling dahulu mengakui RI dan paling dahulu mengirim misi diplomatiknja ke Jogja dan jang paling dahulu memberi bantuan biaja bagi diplomat-2 Indonesia di luar negeri.

Mesir, Siria, Irak,Saudi-Arabia, Jemen,memelopori pengakuan de jure RI bersama Afghanistan dan IranTurki mendukung RI. Fakta-2 ini merupakan hasil perdjuangan diplomat-2 revolusi kita. Dan simpati terhadap RI jang
tetap luas di negara-2 Timur Tengah merupakan modal perdjuangan kita
seterusnja, jang harus terus dibina untuk perdjuangan jang ditentukan oleh UUD ’45 : “ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Saduran tulisan
Rahmat Bin Abu Seman
Sumber FDMN H. Hasanain Juaini

 

 

sumber: Kabar Lombok