Cara Nabi Muhammad Memperlakukan “Musuh”

Dalam tulisan ini kata “musuh” sengaja menggunakan tanda petik, karena pada dasarnya Nabi Muhammad tidak pernah berharap memiliki atau berjumpa dengan musuh dalam arti “person/ orang” atau dalam bahasa Arab disebut “syakhsh”. Nabi membenci atau memusuhi seseorang bukan karena personnya, tapi karena tindakannya yang jahat atau zalim.

Nabi bermusuhan dengan orang-orang Quraisy seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan dan yang lainnya bukan karena “Abu Jahal”, “Abu Lahab” atau “Abu Sufyannya”, tapi karena tindakannya yang memonopoli kekuasaan dan ekonomi Makkah, serta melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Ketika Nabi Muhammad dimusuhi, dicaci maki, diusir, bahkan hendak dibunuh oleh orang-orang Quraisy, sementara para sahabat atau pengikut Nabi sudah tidak sabar untuk mengambil tindakan dengan melakukan perlawanan dan perang, Nabi justru memerintahkan sebaliknya, yakni bersabar. Kepada para sahabatnya, Nabi bersabda: “Janganlah kalian berharap bertemu musuh, apabila kalian bertemu dengannya maka bersabarlah (Lâ tatamannau liqâ`a al-‘aduw, wa idzâ laqîtumûhum fa-shbirû).” (Abû Zahrah, Khâtam an-Nabiyyîn, 1425 H: II, 515).

Ketika kondisi sudah tidak bisa dikompromi, yakni para “musuh” melakukan penyerangan fisik terhadap Nabi Muhammad dan pengikutnya, Nabi menghadapinya dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan tidak merendahkannya sama sekali. Hal ini tercermin dalam doa yang dipanjatkan Nabi ketika hendak berperang. Doa itu berbunyi:

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّهُمْ نَحْنُ عِبَادُكَ وَهُمْ عِبَادُكَ وَنَوَاصِيْنَا وَنَوَاصِيْهِمْ بِيَدِكَ اِهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ

“Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan mereka (para musuh), kami adalah hamba-Mu dan mereka juga hamba-Mu, kemenangan kami dan kemenangan mereka ada di tangan-Mu. Kalahkanlah mereka dan berilah kami pertolongan untuk mengalahkan mereka.” (Ath-Thabrânî, Ad-Du’â` li ath-Thabrânî, 1413 H: 327).

Dari doa ini setidaknya ada dua kata penting yang mencerminkan laku bijak atau al-akhlâq al-karîmah Nabi Muhammad Saw.

Pertama; kata “Rabbahum (Tuhan mereka para musuh)”. Nabi menyebutkan bahwa orang-orang yang memusuhinya adalah orang-orang yang memiliki Tuhan sebagaimana Nabi sendiri. Bagi Nabi, semua orang yang berperilaku baik maupun buruk sama-sama memiliki Tuhan, dan Tuhannya pun sama, hanya pemahaman atas ketuhanannya yang berbeda. Di sini Nabi tidak mengatakan para musuhnya sebagai orang yang tak bertuhan atau sebutan lain yang bernada merendahkan agama lawan.

Kedua; kata “ibâduka (hamba-hamba-Mu)”. Nabi menyebut para musuhnya yang mencaci maki, mengusir, dan hendak membunuh dengan sebutan sebagaimana untuk dirinya sendiri dan para sahabatnya, yakni “hamba Tuhan” (Kami adalah “hamba-hamba-Mu” dan mereka juga “hamba-hamba-Mu”/ Nahnu ‘ibâduka wa hum ‘ibâduka). Nabi tidak menamai musuh-musuhnya dengan sebutan-sebutan yang menista seperti “hamba setan” atau istilah yang mengandung makna merendahkan lainnya.

Menamai “musuh” dengan sebutan sebagaimana untuk Nabi sendiri dan sahabatnya tidak hanya di dalam doa hendak perang, dalam doa yang dipanjatkan dalam shalat malam (tahajud) juga Nabi menyebutkan bahwa semua umat manusia adalah bersaudara. Doa itu berbunyi:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، وَأَنَّ الْعِبَادَ كُلَّهُمْ إِخْوَةٌ 

“Ya Allah, sesungguhnya aku bersaksi bawa Engkau adalah Tuhan yang tiada Tuhan selain Engkau, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya semua hamba bersaudara.” (Huwaidi, Muwâthinûn Lâ Dzimmiyyûn, 1999: 84-85).

Doa ini disampaikan dari relung hati terdalam dengan penuh ketulusan dan kekhusyukan. Nabi bersaksi bahwa semua hamba, semua umat manusia dengan segenap perbedaan di dalamnya, baik perbedaan agama, suku, orang-orang yang memusuhi maupun yang mengikuti, semuanya adalah bersaudara.

Sikap Nabi terhadap “musuh-musuhnya” yang tidak pernah merendahkan bagian dari akhlaknya yang sangat terpuji sebagaimana sabdanya yang menyatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan akhlak (Innamâ bu’itstu li utammima makârima al-akhlâq). Sikap Nabi demikian diperintahkan oleh Allah dalam al-Quran supaya diteladani umatnya. Karena itu meski sejatinya manusia tidak boleh mengadakan permusuhan, namun jika terpaksa memiliki “musuh” maka tidak boleh diperlakukan secara kasar dengan menista martabatnya sebagai manusia seperti menyebutnya dengan “kotoran anjing” atau “kutil babi”.

 

Khoirul Anwar

*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Bukit Walisongo Semarang

ISLAM.co

Ketika Rasulullah SAW Minta Maaf

DI pengujung Ramadan 8 Hijriyah, Khalid bin Walid diutus Rasulullah SAW ke warga Bani Jadzimah, untuk menyeru mereka masuk Islam. Berangkatlah dia bersama 350 orang dari kaum Anshar, Muhajirin dan Bani Sulaim.

Setibanya di lokasi, disampaikanlah ajakan masuk Islam. Mereka menerima, tapi tak menyatakan terus terang. Terjadilah kesalahpahaman. Khalid bin Walid membunuh dan menawan sebagian dari mereka. Dia juga memerintahkan anggota rombongannya menghabisi para tawanan.

Sebagian besar anggota rombongan itu tak setuju dengan tindakan tersebut dan mengadu kepada Umar bin Khaththab. Kemudian Umar dan beberapa sahabat Nabi memberi tahu Rasulullah SAW tentang kejadian itu. Setelah mengecek kebenarannya, Nabi pun marah atas kesewenang-wenangan Khalid bin Walid. Beliau berkata “Ya Allah, aku berlepas diri dari apa yang dilakukan Khalid”. Nabi mengucapkan kalimat itu dua kali, sebagai tanda ketidaksukaannya atas tindak kekerasan itu.

Lalu Nabi mengutus Ali bin Abi Thalib untuk meminta maaf dan membayar ganti rugi kepada keluarga korban pembunuhan. Termasuk ganti rugi atas kerusakan barang-barang mereka. Nabi berpesan agar jangan ada satu pun barang yang tidak terbayar ganti ruginya, walaupun barang itu berupa bejana tempat minum hewan. Nabi membayar dengan uang hasil pinjaman dari salah seorang penduduk Mekah pada saat penaklukan kota tersebut. Untuk beberapa waktu, Nabi tidak mau bertatap muka dengan Khalid bin Walid.

Kisah yang termuat dalam kitab-kitab sejarah Islam itu, memberi pelajaran pada kita tentang tanggung jawab seorang pemimpin dan akhlak luhur Rasulullah SAW. Nabi mengganti seluruh kerugian akibat tindakan anak buahnya yang bertindak diluar komando dirinya.

Nabi mengajarkan pada kita bahwa kekerasan yang mengatasnamakan agama, bukanlah tindakan yang dibenarkan Islam. Tidak pada tempatnya, seseorang apalagi pejabat pemerintahan- bertindak sewenang-wenang terhadap orang lain. [Enton Supriyatna Sind]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2381750/ketika-rasulullah-saw-minta-maaf#sthash.PwXW1wc9.dpuf

Rasulullah Mengenali Umatnya yang Berselawat

BAGAIMANA bisa engkau (Rasul) tak mengenaliku? Bukankah aku ini salah satu dari umatmu?

Dikisahkan suatu ketika, seorang pemuda berjumpa Rasulullah Saw dalam mimpinya. Namun, ia terheran-heran saat pemimpin Islam dunia yang konon ramah lagi bersahaja itu, justru berbanding terbalik dengan apa yang ia dengar. Rasul berpaling muka darinya.

Melihat demikian, pemuda itu pun segera mendekati Nabi utusan Allah itu, “Wahai lelaki gagah di depanku, apakah benar engkau Muhammad Nabiyallah?”

“Ya, aku Muhammad utusan Allah.”

“Lantas, mengapa engkau tidak memandang ke arahku?” tanyanya penasaran. “Apakah engkau marah kepadaku?” lanjut sang pemuda ragu.

“Tidak. Aku tidak marah padamu. Aku tidak memandang ke arahmu, karena aku tidak mengenalimu, Anak Muda,” jawab Rasul ramah.

“Bagaimana bisa engkau tak mengenaliku? Bukankah aku ini salah satu dari umatmu? Dan, bukankah para ulama pernah meriwayatkan bahwa engkau (Rasulullah) mengenal umatmu seperti seorang ibu pada anak kandungnya?.”

“Para ulama benar. Tetapi kamu tidak pernah menyebutku dalam selawat. Aku mengenal umatku karena mereka berselawat padaku. Aku mengenal mereka sungguh karena jumlah selawat yang mereka baca untukku.”

“Anak Muda, apakah kau tahu, bahwa Allah pun berselawat kepadaku?”

Lelaki itu tiba-tiba terbangun. Keringat mengucur deras di sekujur tubuhnya. Segera kemudian ia bangkit dan mencari penjelasan terkait mimpinya. Benar saja, dalam kitab suci, tertuang penjelasan yang begitu gamblang bahwa Allah dan para malaikat pun bershalawat untuk Nabi.

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab : 56)

Tunggu apa lagi, mari kita berselawat dan berterimakasih atas segala perjuangan Rasul Saw. yang begitu luar biasa kepada umatnya. Yang begitu gigih membebaskan umat manusia dari zaman jahilah ke zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Mari buktikan cinta kita kepada Rasul utusan Allah dengan terus menyebut dan memanggil namanya. Bukankah Dia, Sang Maha Pencipta (saja) mau mengucap selawat atas Nabi (kita)?

 

Sumber: diolah dari Mukasyafatul Qulub

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2379857/rasulullah-mengenali-umatnya-yang-berselawat#sthash.7hGtgz63.dpuf

Rasulullah Minta Hidup dan Mati dalam Kemiskinan?

ADA seseorang yang bertanya beberapa hal: Benarkah kefakiran itu mendekatkan kepada kekufuran? Bagaimana kedudukan hadis tentang doa nabi supaya hidup dalam keadaan miskin?

Adakah hadis yang menyatakan bahwa orang yang membaca surat Al-Waqiah setiap malam akan dijauhkan dari kemiskinan?

Jawaban yang diberikan Ustaz Ammi Nur Baits:

1. Barangkali penanya mengisyaratkan pada hadis yang cukup populer di masyarakat yaitu:

“Hampir saja kefakiran itu menyebabkan kekufuran.” Hadis ini derajatnya dhaif (lemah).

2. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal itu, di antaranya hadis Abu Said Al-Khudri,

“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan matikanlah aku dalam keadaan miskin serta kumpulkanlah aku dalam rombongan orang-orang miskin. “Hadis hasan. Diriwayatkan Ibnu Majah (6/412), Abdu bin humaid dalam Al-Muntakhab (1/110), As-Sulami dalam Al-Arbauna AS-Sufiyyah (2/5), Al-Khatib dalam Tarikh (4/111) dari jalan Yazid bin Sinan dari Abu Mubarak dari Atha dari Abu said Al-Khudri secara marfu.

Perlu diperhatikan bahwasanya makna miskin dalam hadis ini bukanlah miskin harta tetapi maknanya adalah tawadhu dan rendah hati sebagaimana dijelaskan oleh para ulama ahli hadis dan bahasa:

Imam Baihaqi mengatakan, “Menurut saya, Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidak bermaksud meminta keadaan miskin yang berarti kurang harta tetapi miskin yang berarti tawadhu dan rendah hati.” (Dinukil dan disetujui oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Talkhis Habir 3:1108)

Imam Ibnu Atsir berakta dalam An-Nihayah fi Gharibil Hadis 2:385 mengatakan, “Maksud Nabi shalallahu alaihi wa sallam adalah tawadhu (rendah hati) dan agar tidak termasuk orang-orang yang sombong dan angkuh.”

3. Memang ada beberapa hadis berkaitan tentang itu, tetapi semuanya tidak sahih dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Berikut perinciannya:

-Hadis Abdullah bin Masud radhiallahuanhu,”Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka dia tidak akan terkena kemiskinan selama-lamanya.” Hadis ini derajatnya lemah.

-Hadis Abdullah bin Abbas radhiallahuanhu,”Barangsiapa memabca surat Al-Waqiah setiap malam, maka tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya dan barangsiapa membaca surat Al-Qiyamah setiap malam, maka akan berjumpa dengan Allah dengan berwajah rembulan di malam purnama.” Hadis ini adalah hadis palsu. As-Suyuthi dalam Dzail Al-AHadis Al-Maudhuah (177) mengomentari orang yang meriwayatkannya, “Ahmad Al-Yamami seorang pendusta.”

-Hadis Anas bin Malik radhiallahuanhu,”Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqiah dan mempelajarinya, maka dia tidak dicatat termasuk golongan orang-orang yang lalai dan dia beserta keluarganya tidak akan fakir.” Hadis ini adalah hadis palsu.

As-Suyuthi berkata terkait dengan orang-orang yang meriwayatkannya, “Abdul Quddus bin Habib matruk (ditinggalkan).”

Abdur Razzaq berkata, “Saya tidak pernah melihat ibnu Mubarak begitu fashih mengatakan Kadzdzab (pendusta) kecuali pada Abdul Quddus. Demikian pula Ibnu Hibban telah menegaskan bahwa dia (Abdul Quddus) suka memalsukan hadis.[ ]

 

MOZAIK

Umat Masa Nabi Terbaik Dibandingkan Umat Saat Ini

DIRIWAYATKAN dari Imran Ibn Husain RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Umatku yang terbaik adalah (umat) pada masaku, lalu (umat) setelah mereka, lalu (umat) setelahnya.

Setelah itu, akan muncul satu kaum yang bersaksi namun tidak bisa dipercaya, berkhianat dan tidak bisa memegang amanah, bernazar namun tidak melaksanakannya, serta terlihat gemuk.”

Kegemukan yang melanda sekarang ini mungkin disebabkan banyak orang yang serakah, kekayaan yang melimpah, terlalu banyak menikmati makanan dan minuman yang mudah tersedia, manisan, kudapan.

Kemudian banyaknya makanan praktis dan serba instan, sehingga tidak perlu repotrepot untuk memasak. Kecanggihan teknologi pun menjadikan banyak orang yang malas untuk bergerak dan olahraga. Seperti menggunakan mobil maupun motor yang semakin memudahkan untuk bepergian kemana-mana.

Menurut survei, seperenam penduduk di dunia banyak yang mengalami kelebihan berat badan atau yang lebih dikenal dengan obesitas. Mangkanya sekarang ini telah banyak dibuka solusisolusi alternatif untuk menurunkan berat badan, obat diet, operasi penyedotan lemak dan sebagainya mudah untuk ditemui di berbagai kota.

 

 

Sumber : Kiamat Sudah Dekat/Dr. Muhammad al-Areifi/ Qisthi Press /Maret 2011/Jakarta.

MOZAIK

Rasulullah SAW, Teladan Umat Manusia Sepanjang Masa

Rasulullah SAW adalah manusia paripurna yang diutus dengan kesempurnaan akhlak. Ia menjadi telandan segenap manusia sepanjang masa. Allah SWT dalam Alquran surah Al-Qalam [68] ayat 4 berfirman, ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Muhammad SAW adalah sosok yang berakhlak mulia. Sejak usia belia, penduduk Kota Makkah telah menggelarinya al-Amin (orang yang tepercaya). Bahkan, beliau diutus Sang Khalik sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Rasulullah SAW bukan hanya seorang nabi dan rasul yang telah membangkitkan salah satu peradaban yang besar, beliau juga seorang hakim teradil, negarawan terkemuka, pemimpin terbesar, saudagar terjujur, perintis pejuang kemanusian, pemimpin militer yang agung, pribadi berakhlak mulia, serta seorang ayah teladan.

Menurut Ensiklopedi Islam, pada usianya yang masih muda, 20 tahun, Muhammad SAW telah mendirikan Hilful Fudul, sebuah lembaga yang bertujuan untuk membantu orang-orang miskin dan mereka yang teraniaya. Lewat lembaga itu, Muhammad SAW melindungi setiap orang yang membutuhkan, baik pribumi maupun pendatang.

Dengan keindahan lahir, kesempurnaan fisik, dan keagungan akhlaknya, musuh-musuhnya tak menemukan sesuatu yang bisa dicela. Muhammad SAW adalah teladan bagi setiap manusia di muka bumi. Tak heran jika Michael H Hart, menetapkan Muhammad SAW sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia.

Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran, ujar Hart.

Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, kaum Muslim menempatkan Nabi Muhammad SAW di seputar citra religius kunci. ”Bagi para ilmuwan hukum Islam, sang Nabi adalah hakim sekaligus legislator yang mendefinisikan batasan dan kebolehan pelaksanaan ritual, papar Guru Besar untuk bidang Agama dan Hubungan Internasional, serta Guru Besar untuk bidang Studi Islam pada Universitas Georgetown, AS itu.

Bagi mistiskus, tutur Esposito, Muhammad SAW adalah pencari ideal perjalanan menuju kesempurnaan spiritual. Bagi filosof dan negarawan, Nabi SAW adalah model, peran penakluk yang tegas dan penguasa yang adil, sedangkan bagi semua umat Islam, Rasulullah SAW adalah suri teladan, sumber yang melaluinya rahmat dan penyelamatan Allah SWT mengalir.

 

sumber: Republika Online

Rasulullah tidak Melarang Umatnya Bercanda

SUATU ketika Rasulullah saw berbuka puasa dengan para sahabatnya. Menunya, seperti biasa, kurma. Sayyidina Ali bin Abi Thalib duduk di samping Nabi. Keduanya sibuk memakan kurma masing-masing diselingi obrolan ringan.

Tanpa disadari Ali, Nabi menaruh biji kurma miliknya ditumpukan milik menantunya itu. Kontan saja biji kurma milik Ali paling banyak dibanding yang lain. Nabi sendiri tidak memiliki tumpukan biji kurma.

“Wahai Ali, menurutmu, siapa yang makan kurma paling banyak?” tanya Nabi.

Ali melihat biji kurma miliknya dan milik Nabi. Dia keheranan melihat banyaknya biji kurma yang terkumpul di depannya, namun tak menemukan satu biji pun di depan Rasulullah.

“Ya Rasulullah, yang lebih banyak memakan kurma adalah yang bijinyapun dihabiskan,” kata Ali tak mau kalah.

Nabi pun tertawa diiringi para sahabat. Candaan Ali tak kalah cerdas dari candaannya.[Islamindonesia]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2337387/rasulullah-tidak-melarang-umatnya-bercanda#sthash.D3z76W2h.dpuf

Keteladanan Rasulullah Harus Ditiru Para Birokrat

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai bahwa Isra Mikraj harus digunakan sebagai momentum untuk meneladani kehidupan Rasulullah sebagai pedoman hidup bagi semua umat Islam saat ini.

“Sabar dan istiqomah akan selalu menghadirkan sesuatu yang baik dari Allah, itulah yang diyakini Rasulullah. Dengan keteladanan Rasulullah maka menjadi terang benderanglah dunia ini dengan cahaya Islam,” kata Hidayat di acara peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW 1436 H, di Balai Agung, Kompleks Balai Kota, Jakarta, Rabu ( 10/6 ).

Hidayat mengatakan, Nabi Muhammad SAW memiliki sifat dan karakter yang sangat mulia dan harus diteladani. Sebelum Rasulullah dan Isra Mikraj ada, keadaan dan kondisi waktu itu sangat gelap.

“Akhlak masyarakat waktu itu sangat gelap.  Rasulullah mengalami berbagai fitnahan dan keadaan yang sangat luar biasa sulit.  Tapi, beliau Rasulullah menghadapinya dengan sabar tetap istiqomah,” ujarnya.

Politikus PKS itu mengatakan, keteladanan karakter dan sifat Rasulullah juga harus ditiru oleh semua umat, termasuk para birokrat aparatur negara. Hal tersebut, lanjutnya, agar para birokrat mampu menjalankan tugasnya dengan jujur, amanah dan istiqomah.

 

 

sumber: Republika Online

Menjadi Pemimpin Pengubah Sepanjang Masa

Siapa yang tak kenal sosok Nabi Muhammad SAW. Namanya sering disebut dan disanjung, baik dalam shalat, berdoa maupun ketika bershalawat. Dialah panutan agung yang menjadi teladan utama dalam kehidupan. Dia telah berhasil membebaskan manusia dari kungkungan peradaban kegelapan jahiliyah menuju peradaban yang tercerahkan dengan cahaya Islam. Inilah misi besar yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW ketika diangkat menjadi Nabi dan Rasul terakhir yang diutus di muka bumi. Maka, misi ini, dapat dijalankan dengan baik dan sukses oleh Nabi Muhammad SAW dalam rentang waktu relatif singkat, yakni 23 tahun. Karenanya, Beliau dinobatkan sebagai manusia yang paling suskes dan tokoh perubahan yang paling berpengaruh di dunia sepanjang masa.

Dalam Alquran diungkapkan: Artinya: “Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (QS. Ibrahim [14]:1).

Kehadiran Baginda Nabi Muhammad SAW di dunia ini adalah anugerah terbesar bagi kehidupan manusia. Karena tidak dapat dibayangkan, bagaimana gelap dan kelamnya kehidupan apabila tidak ada cahaya petunjuk dari risalah yang dibawa oleh Beliau. Maka, kehadiran Beliau bagaikan cahaya rembulan yang menerangi kegelapan malam, ataupun ibarat sinar mentari yang menyinari bumi yang memberi energi dan spirit bagi denyut nadi kehidupan.

Ini ditegaskan dalam Alquran: Artinya: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali-‘Imran [3]:164).

Nabi Muhammad SAW adalah manusia biasa seperti pada umumnya dalam hal naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya. Namun, bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena Beliau mendapat bimbingan Allah dan kedudukan istimewai di sisi-Nya. Quraish Shihab (2007:70) melukiskan, “Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam bahasa Alquran, yang sama dengan manusia lain adalah basyariyah (unsur jasadiyahnya), bukan pada insaniyah (unsur rohaniyahnya)”.

Dalam Alquran diungkapkan: Artinya: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa’. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi [18]:110).

Pada pribadi Nabi Muhammad SAW terhimpun keagungan sifat-sifat manusia. Beliau memiliki segala sifat terpuji yang dapat dimiliki oleh manusia. Karena itu, sosok Rasulullah SAW menjadi suri teladan ideal bagi siapapun manusia dalam tingkatan dan lapisan masyarakat. Apakah dia sebagai individu maupun anggota masyarakat misalnya sebagai kepala keluarga, kepala lembaga, pemimpin bangsa, komandan perang di medan laga, maupun rakyat jelata. Maka, setiap Muslim akan kagum dan bangga melihat sosok Rasulullah SAW, baik menurut kaca mata ilmu dan kemanusiaan maupun kaca mata iman dan agama.

Dalam Alquran diungkapkan: Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab [33]:21).

Al-uswah secara bahasa maknanya al-qudwah, yakni teladan yang harus diikuti. Kata Muhammad Ali Ash-Shabuni (1980:520), bahwa “Dalam pribadi Rasul yang agung ini terdapat teladan terbaik yang harus diikuti dalam keikhlasannya, perjuangannya, kesabarannya, dialah contoh utama yang harus ditiru dalam segala ucapannya, perbuatannya dan sifat-sifatnya, karena dia tidak berkata dan berbuat menurut hawa nafsunya, tetapi berdasarkan wahyu yang diturunkan, karena itu wajib bagi kamu mengikuti jalannya.”

Keteladanan Rasulullah SAW yang sangat fenomenal adalah keberhasilannya membangun komunitas masyarakat yang maju dan mandiri. Seperti dituturkan dengan tinta emas dalam tarikh (sejarah) Islam, bahwa setelah Rasulullah SAW dan para sahabatnya hijrah ke Yatsrib, maka mereka menemukan momentum dan lahan yang kondusif untuk menyemai benih-benih peradaban Islam.

Karena itu dalam manifesto perjuangannya, Beliau mengubah nama Yatsrib dengan Madinah. Perubahan nama ini mengindikasikan cita-cita Nabi Muhammad SAW yang hendak mewujudkan masyarakat ideal (madani) yang berperadaban tinggi. Maka, selama tinggal di Madinah, Rasulullah SAW berhasil membangun model masyarakat baru yang egaliter dan demokratis, yang lebih populer disebut masyarakat madani (civil society).

Nurcholish Madjid (1999:164) memberikan apresiasi yang mendalam mengenai perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah, karena membawa implikasi sosiologis dan politis terhadap perubahan masyarakat ke depan. Dia menjelaskan, “Secara konvensional perkataan ‘madinah’ memang diartikan sebagai kota. Tetapi secara ilmu kebahasaan perkataan itu mengandung makna peradaban. Dalam bahasa Arab memang ‘peradaban’ dinyatakan dalam kata-kata madaniyah atau tamaddun, selain juga dalam kata hadharah. Karena itu tindakan Nabi SAW mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa Beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar hendak mendirikan dan membangun masyarakat beradab”.

Dalam rentang waktu yang sangat singkat, sekitar 10 tahun tinggal di Madinah, Rasulullah SAW berhasil membangun tipe masyarakat ideal untuk ukuran zamannya. Sehingga, Madinah kemudian dikenal sebagai Madinatun Nabi (Kota Nabi). Al-Farabi filsuf Muslim Abab Pertengahan seperti diungkapkan Dawam Rahardjo (1993:495), menamakan masyarakat dengan ciri-ciri kosmopolitan itu sebagai Al-Madinah Al-Fadlilah (Masyarakat Utama). Maka tak berlebihan, bila sejarawan barat yang beragama Kristen, Michael Hart, dalam bukunya The Hundred, menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama dari 100 tokoh dunia yang paling berpengaruh sepanjang masa. Penilaian objektif ini berdasarkan pada asumsi, bahwa Nabi Muhammad SAW telah sukses membangun peradaban umat manusia secara gemilang dengan ajaran Islam yang diembannya.

Maka, umat Islam digelari Khaeru Ummah, artinya umat terbaik dan pilihan. Karena mampu menjadi lokomotif perubahan dengan membawa 3 misi kemanusiaan: (1) humanisasi, yaitu memanusiakan manusia dengan memerintahkan kebajikan; (2) liberasi, yaitu membebaskan manusia dari belenggu kedurhakaan dengan mencegah perbuatan munkar; dan (3) transendensi, yakni memelihara keimanan dan ketauhidan dalam kehidupan.

Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali-‘Imran [3]:110). Wallahu A’lam Bish-Shawaab.

Oleh: Dudung Abdul Rohman *)
*) Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Bandung

 

 

sumber: Republika Online