Solusi Terbebas Jerat Rentenir

Selamat pagi, Saya karyawan umur 31 tahun mempunyai masalah keuangan. Istri saya mempunyai utang kepada rentenir. Awal kenapa istri saya terjerat rentenir, teman istri saya meminjam uang tapi tidak dikembalikan.

Padahal uang tersebut punya rentenir dan rentenir tersebut tidak mau tahu. Istri pun harus bertanggung jawab. Akhirnya untuk melunasi saya sebagai suami ikut bertanggung jawab untuk melunasinya. Tapi akibatnya keuangan kami berantakan.

Mohon saran, masukan dan solusi apa yang harus kami lakukan. Supaya masalah ini bisa cepat selesai.

Terima kasih.

Eko Maryanto
Kedoya, Kebon Jeruk, Jakbar

Jawaban WF 19

Selamat pagi juga Pak Eko.

Salah satu kelebihan dari meminjam uang kepada rentenir adalah proses cepat dan mudah, dibandingkan dengan meminjam uang kepada lembaga keuangan.

Akibat kemudahannya inilah, banyak yang terjebak dengan utang yang mencekik.  Kenapa? Karena bunga yang dibebankan rentenir kepada peminjam biasanya sangat tinggi.

Selain menyasar kepada perorangan dan lembaga dalam skala besar seperti layaknya mafia atau yakuza, para rentenir ini ini juga menyasar kepada para pekerja atau pengusaha kecil yang putaran usahanya di bawah Rp 1 juta.

Jika saya ambil contoh, seorang bakul jamu meminjam uang Rp 100 ribu, dibayar Rp 2 ribu per 3 hari. Sepertinya kecil cicilannya, hanya Rp 2 ribu, tetapi jika kita hitung, bunganya bisa mencapai 20 persen per bulan, itu membelum bayar pokoknya.

Sebuah angka fantastis untuk mendapatkan keuntungan dengan ‘sewa menyewa uang’ dan tidak ada penindakan secara khusus oleh aparat pemerintah dan faktanya banyak beredar di masyarakat.

Terkait dengan pertanyaan Anda, teman istri Anda yang meminjam uang kepada rentenir dan Anda yang harus mengembalikannya.  Maka yang bisa saya sarankan adalah dengan tetap meminta teman istri Anda untuk melunasi utang kepada rentenir tersebut.  Paling tidak komitmennya untuk melunasi utang tersebut dan Anda saat ini hanya bisa membantu.

Caranya :
1.    Tuliskan utangnya
Harus Anda perjelas, bentuk utangnya, berapa bunganya dan prosedur pembayaran hingga tata cara pelunasan utang tersebut.
2.    Lakukan pembayaran dengan meminjam kepada teman atau saudara tanpa bunga
Memang kesannya GLTL (Gali Lubang Tutup Lubang), tetapi ini bisa menjadi solusi jitu agar Anda bisa fokus mencari uang buat melunasi utang tersebut kepada teman Anda, bukan si rentenir.
Serta walau Anda tetap berutang, tetapi lebih fleksibel dalam pembayarannya dan diharapkan bisa menyelesaikan masalah tersebut segera.
3.    Minta bukti tanda lunas
Yang tidak kalah pentingnya adalah meminta bukti tanda pelunasan begitu Anda melunasinya.
4.    Jangan berutang
Pikirkan bagaimana menghasilkan pendaptan lain dan jangan berutang.

Jika Anda dan keluarga masih harus berutang, maka utang tersebut adalah salah satu dari 3 hal berikut :
1.    Kebutuhan yang sangat mendesak atau kondisi mendesak, misalnya anak sakit tiba-tiba, isteri melahirkan lagi dan seterusnya.  Solusi untuk kedepannya, Anda harus memiliki dana darurat.
2.    Mendapatkan aset produktif, misalnya jika Anda masih punya motor, kenapa tidak Anda ojekkan buat menambah pendapatan keluarga.
3.    Mendapatkan aset yang meningkat nilainya.  Setelah Anda lepas dari masalah Anda, ada baiknya Anda kembali memikirkan diri untuk mulai menabung dan berinvestasi, misalnya membeli rumah buat disewakan atau membeli dan menjual kembali tanah yang strategis agar mendapatkan selisih keuntungan.

Selamat melepaskan diri dari jerat rentenir!

 

sumber: Republika Online

Apa Hukum Pinjam Uang dari ?

MEMINJAM uang di rentenir hukumnya riba. Riba merupakan perbuatan yang dibenci dan diharamkan Allah swt. Dalam QS Al-Baqarah (2): 275, Allah swt berfirman, “dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Bahkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW mengategorikan riba sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang harus dihindari (HR Muslim).

Kemudian di Hadits yang lain, Rasulullah saw melaknat kedua belah pihak yang melakukan transaksi riba, juga orang yang menjadi saksi dalam transaksi tersebut (HR Abu Daud).

Dalam Islam, pengharaman riba ini tidak dilakukan dalam satu kali tahap, melainkan dilakukan secara gradual (bertahap). Ini karena praktik riba (yang merupakan tradisi kaum Yahudi) sudah mengakar di kalangan masyarakat Arab saat itu, sama seperti kebiasaan meminum khamar.

Menurut Al-Maraghir, seorang mufasir asal Mesir, pengharaman riba dilakukan dalam empat tahap:

Pertama, Allah hanya menegaskan riba bersifat negatif. Allah berfirman, “Dan suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah di sisi Allah.” (QS. Ar-Ruum [30]: 39)

Kedua, Allah memberi isyarat tentang keharaman riba melalui kecaman-Nya terhadap praktik riba di kalangan masyarakat Yahudi. Allah berfirman, “Dan disebabkan mereka makan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisaa` [4]: 161)

Ketiga, Allah yang mengharamkan riba yang berlipat ganda. Dia berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (QS. Ali Imran [3]: 130) Pada ayat ini, hanya riba yang berlipat ganda saja yang diharamkan.

Keempat, Allah mengharamkan riba secara total dalam segala bentuknya, baik yang berlipat ganda ataupun tidak. Dia berfirman, “dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275). Riba ini lebih jahat daripada zina. Maka sebaiknya dihindari.

Arti Riba

Dalam bahasa Arab, kata ‘riba’ berasal dari kata ‘rabaa yarbuu’ yang berarti tumbuh, berkembang, atau bertambah. Jadi, riba berarti kelebihan atau tambahan. Sedangkan menurut istilah, riba adalah kelebihan harta dalam suatu muamalah (transaksi), dengan tidak ada imbalan atau gantinya.

Macam-macam Riba

– Riba al-fadhl
Kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syara’ (timbangan atau takaran). Misal, 1 kg gula dijual dengan 1 ¼ kg gula lainnya. Kelebihan ¼ kg gula dalam jual beli ini disebut dengan riba al-fadhl.

– Riba an-nasii’ah
Kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang, kepada orang yang mengutanginya, karena ada faktor penundaan waktu pembayaran. Misal, Badu berhutang kepada Budi Rp 200 ribu, yang pembayarannya dijanjikan bulan depan, dengan syarat pengembalian itu dilebihkan menjadi Rp 250 ribu.

Semua ulama sepakat mengharamkan praktik riba, karena dianggap sama persis dengan praktik riba yang berkembang di kalangan masyarakat Jahiliyah dulu, yang kemudian diharamkan oleh Islam. (*)

sumber: Lampung TribunNews