KEHIDUPAN ini ibarat medan perang, yang menuntut kesiapan dan kesiagaan bagi siapapun yang menjalaninya. Tiap-tiap jiwa sudah menjadi partisipan sejak lahir, dan akan purna ketika mereka meninggal dunia.
Pada rentang waktu yang hanya diketahui oleh Allah subhanahu wa taala ini, berbagai masalah siap menggoncang manusia agar takluk dan tunduk pada dunia yang fana. Masalah membuat manusia mudah berputus asa, lengah terhadap godaan, dan lupa kepada Tuhannya. Jika hal itu terjadi, mereka dianggap gagal mengemban misi yang telah dibebankan, yaitu sebagai khalifah di muka bumi.
“Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml [27]:62)
Dalam suasana perang yang berkecamuk, wajib bagi kita untuk membekali diri dengan pelengkapan perang. Jika tidak, tentu akan berisiko besar mengalami kegagalan. Jika sudah begitu, pilihannya hanya ada tiga; pulang dengan tangan hampa, menjadi tawanan, atau mati sia-sia. Sebenarnya ada pilihan lain, yaitu bertahan hidup dan memenangkan peperangan. Namun untuk mencapai kondisi itu, semuanya harus dipersiapkan dengan matang.
Selain membekali diri dengan peralatan perang, kita juga harus mahir dalam menggunakannya. Percuma kita repot-repot membawa peralatan itu, namun tidak dapat mempergunakannya dengan baik. Oleh karena itu, dalam menghadapi peperangan seperti ini kita harus rajin melatih diri. Agar ketika musuh sudah ada di depan mata, serangannya bisa kita tangkis, dan dengan mudah kita menebasnya hingga terkapar.
Sebenarnya, saya bukan hendak berbicara tentang peperangan, yang saya sendiri belum pernah mengalaminya. Mungkin secara teori garis besarnya seperti itu, tapi secara praktik wallahualam. Saya hanya ingin mengatakan (kembali), bahwa kehidupan ibarat medan perang. Lantas, seberapa siap kita menghadapinya?
Secara potensi, insya Allah kita sudah siap. Ada banyak dalil di dalam Al-Quran menerangkan bahwa Allah subhanahu wa taala telah memberikan karunia berupa kesempurnaan jasad, akal, dan hati. Salah satunya adalah, “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati..” Namun sayang, banyak di antara kita yang tidak sadar dengan potensi tersebut, hingga Allah berfirman dalam lanjutan ayat di atas, “..Amat sedikitlah kamu bersyukur!” (QS. Al-Muminun [23]:78)
Di medan perang, teori dan potensi tak akan berarti kecuali ia bertransformasi menjadi kejelian dalam bertahan, dan ketangkasan dalam menyerang. Begitupun dengan kehidupan ini. Harus ada benteng pertahanan yang kokoh, dan pedang yang tajam pada diri kita. Dan itu sebenarnya sudah ada pada diri kita. Namun, seperti yang sudah dibahas di awal, semua tergantung bagaimana kita menggunakannya.
Maka inilah saatnya kita mengetahui rahasia sukses berperang di medan laga kehidupan ini. Bahwa perisai yang paling ampuh untuk menangkis semua permasalahan dunia adalah kesabaran. Sedangkan pedang paling tajam untuk membabat habis segala macam peluang adalah keikhlasan. Ya, rahasianya adalah sabar dan ikhlas, yang Umar radhiyallahu anhu pun tidak peduli akan mengendarai yang mana apabila keduanya adalah kendaraan. [Fimadani]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2347391/sabar-dan-salat-senjata-orang-muslim#sthash.AydorInh.dpuf