Para sahabat tersebut, belajar tauhid, lalu menekankan betul arti ketauhidan itu bahwa Dialah satu-satunya yang patut disembah. Seperti dikisahkan Aisyah dalam riwayat Bukhari, ketika Rasul meninggal, para sahabat, terutama Umar bin Khatab, sempat tidak percaya.
Bahkan, sahabat berjuluk al-Faruq tersebut sempat marah dan akan memotong kaki serta tangan siapa pun yang bilang Rasul wafat. Hingga akhirnya, Abu Bakar memastikan kabar dan fakta tersebut. “Barangsiapa yang menyembah Muhammad SAW maka Rasul wafat. Dan, barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah tidak akan pernah mati.”
Tiap musibah, bencana, dan kesulitan, telah ditetapkan Sang Khalik. Di tengah-tengah impitan masalah tersebut, pertolongan Allah akan datang bagi orang-orang mukmin yang bertawakal. Sebab, Dia akan memberikan kemudahan setelah kesulitan.
Karena, Allah selalu menyertai hamba-Nya yang beriman. Ketika Rasul dan Abu Bakar bersembunyi dalam gua dari kejaran orang musyrik, nyaris saja terungkap. Kekhawatiran tampak dari raut muka Abu Bakar. Tetapi, Rasul meyakinkan, “Tenanglah, jika kita berdua Allah SWT adalah pihak ketiga.”
Menariknya, para sahabat itu tidak pernah silau dan pongah dengan keistimewaan yang mereka miliki. Ini seperti tergambar dari sosok Umar bin Khatab, ketika Ibnu Abbas mengungkap kedekatan Umar dengan Rasul dan Abu Bakar. “Semua itu adalah anugerah Allah,” kata ayahanda Khafshah tersebut.
Potret sahabat selanjutnya, yaitu mereka merupakan teladan tentang bagaimana bersikap malu kepada Allah, sehingga muncul kontrol diri baik di dalam kondisi terang-terangan ataupun menyendiri. Sikap malu ini mendorong rasa segan dan hormat, para malaikat kepada para sahabat. Sosok Utsman bin Affan, salah satunya.
Sahabat berjuluk dzun nurain itu adalah figur pemalu. Suatu ketika, Abu Bakar dan Umar bin Khatab pernah menghadap Rasul dalam kondisi seadanya. Tetapi, ketika giliran Utsman bin Affan tiba, Rasul bergegas merapikan baju. Ini membuat Aisyah terheran, ada apa dengan Utsman. Rasul pun menjawab, “Tidakkah aku malu terhadap lelaki yang disegani para malaikat,” titah Rasul.
Keberanian menempatkan pula sahabat sebagai generasi istimewa lagi unggul. Ketika perintah berjihad datang, mereka tak gentar, tetap bersabar, dan gigih. Sekali ke medan peran, tak ada kata mundur. Ini seperti yang dikisahkan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu, ‘Atabah bin Rabi’ah menantang duel dan menginginkan lawan setimpal dari golongan Muhajirin. Rasul akhirnya menunjuk Hamzah, Ali, dan Ubaidah bin al-Harits. Duel maut pun terjadi dan ketiga maju lalu bertempur dengan gagah berani.