Bulan Ramadan adalah bulan suci umat Islam, umut Muslim di dunia pastinya menanti dan merindukan bulan istimewa ini dan akan merasa sedih dan kehilangan apabila bulan ini telah pergi.
Mengapa demikian? Sebab di bulan ini sangat banyak keutamaannya dan semua ibadah yang dilakukan akan bernilai pahala dan akan dilipatgandakan serta dihapuskan dosa-dosanya.
Ketika bulan Ramadan umat Islam tidak hanya melakukan ibadah-ibadah yang umumnya dilakukan di bulan selain Ramadan, tetapi biasanya umat Muslim melakukan tradisi yang tidak akan didapatkan di selain bulan Ramadan, diantaranya melakukan ngabuburit, buka Bersama, tadarus, tarawih, serta bagi-bagi makanan untuk berbuka puasa.
Ada satu yang menarik dari tradisi-tradisi yang dilakukan umat Muslim yaitu bagi-bagi makanan untuk berbuka, biasanya kegiatan ini di Indonesia dinamakan bagi-bagi takjil.
Sebenarnya penamakan takjil ini salah untuk menamakan makanan untuk berbuka jika dilihat dari akar katanya.
Jika lebih teliti lagi kata takjil berasal dari Bahasa Arab yaitu عَجَّلَ – يُعَجِّلُ dengan mashdar berupa تعجيل yang berarti menyegerakan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata takjil memiliki arti mempercepat dalam berbuka puasa. Berarti dalam konteks ini menyegerakan untuk berbuka puasa.
Akan tetapi, masyarakat Indonesia salah kaprah menamakan takjil sebagai sebutan makanan untuk berbuka puasa, dan hal ini sudah sangat melekat dalam tradisi Masyarakat Indonesia. Sebab, penamaan takjil sebagai sebutan makanan untuk berbuka bermula ketika agama Islam mulai tersebar di tanah Jawa oleh Walisongo.
Pada saat itu, Walisongo kerap menghidangkan kolak dari bahan dasar pisang, ubi jalar, dan gula merah. Seiring berjalannya waktu makanan tersebut divariaskan dengan berbagai macam makanan, seperti kolang kaling, ubi kayu, tapai, sampai Nangka. Sehingga kebiasaan dalam menyebut menu untuk berbuka puasa dengan yang manis-manis dengan sebutan takjil sampai saat ini.
Jadi, perlu diingat oleh semua masyarakat bahwa takjil merupakan ungkapan untuk menyegerkan berbuka puasa dengan sesuatu, bukan makanan yang manis-manis untuk berbuka puasa seperti kolak, kurma, dan sebagainya. Sehingga, jika asa pernyataan “Orang Arab bertakjil dengan kurma”, maka pengertiannya adalah mereka menyegerakan berbuka puasa dengan memakan kurma, bukan makanan untuk berbuka puasa itu kurma.