BERSALAMAN selepas salat bisa dikatakan bukan hal baru yang hanya menjadi kebiasaan jemaah di masjid anda saja, atau hanya kebiasaan orang Indonesia saja. Hal itu terbukti ternyata masalah bersalaman selepas salat sudah dibahas oleh para ulama sejak dahulu dalam kitab-kitab mereka.
Secara umum, ulama berbeda pendapat terkait hal ini; sebagian tidak membolehkan dan sebagian lain lagi membolehkannya.
Tidak Ada Dalilnya Belum Tentu Tidak Boleh
Pendapat kedua menganggap bahwa bersalaman selepas salat itu hukumnya boleh. Pendapat kedua ini memang mengakui bahwa bersalaman selepas salat tidak ada hadis yang secara khusus menjelaskannya. Tapi tidak ada hadisnya belum tentu tidak ada dalilnya. Tidak pernah dilakukan Nabi belum tentu berkonsekuensi hukum haram. Karena asal dari bersalaman adalah sunah.
Sebagaimana hadis-hadis:
Dari Bara bin Azib Radhialllahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu mereka bersalaman melainkan Allah ampuni mereka berdua sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah dengan sanad yang sahih)
Berkata Qatadah Radhiallahu Anhu, “Aku berkata kepada Anas: apakah bersalaman dilakukan para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam? Dia menjawab: “Ya.” (HR. Bukhari)
Diantara ulama yang membolehkan adanya bersalaman selepas salat adalah Imam Izzuddin (Al Izz) bin Abdussalam Asy Syafii (w. 660H). Beliau memasukkan bersalaman setelah salat subuh dan ashar sebagai bidah yang boleh (bidah mubahah). Berikut perkataannya:
Bidah-bidah mubahah (bidah yang boleh) contoh di antaranya adalah: bersalaman setelah subuh dan ashar, di antaranya juga berlapang-lapang dalam hal-hal yang nikmat berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, melebarkan pakaian kebesaran ulama, dan melebarkan lengan baju.” (Qawaid Al Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/173)
Imam an-Nawawi as-Syafii (w. 676 H) termasuk ulama yang berpendapat boleh bersalaman selepas salat. Dalam kitabnya beliau mengatakan;
Ketahuilah, bersalaman merupakan perbuatan yang disunahkan dalam keadaan apa pun. Ada pun kebiasaan manusia saat ini bersalaman setelah salat subuh dan ashar, maka yang seperti itu tidak ada dasarnya dalam syariat, tetapi itu tidak mengapa. Karena pada dasarnya bersalaman adalah sunah, dan keadaan mereka menjaga hal itu pada sebagian keadaan dan mereka berlebihan di dalamnya pada banyak keadaan lain atau lebih dari itu, pada dasarnya tidaklah keluar dari bersalaman yang ada dalam syara.” (Al Adzkar, Hal. 184. Mawqi Ruh Al Islam)
Lihat juga dalam kitabnya yang lain. (Raudhatuth Thalibin, 7/438. Dar Al Maktabah Al ilmiyah). Bahkan beliau berpendapat bersalaman selepas salat itu bisa jadi hukumnya sunah. Yaitu jika orang yang disamping kita memang belum bersama kita di awal salat. Beliau berkata:
“Ada pun bersalaman ini, yang dibiasakan setelah dua salat; subuh dan ashar, maka Asy Syaikh Al Imam Abu Muhammad bin Abdussalam Rahimahullah telah menyebutkan bahwa itu termasuk bidah yang boleh yang tidak disifatkan sebagai perbuatan yang dibenci dan tidak pula dianjurkan, dan ini merupakan perkataannya yang bagus. Dan, pandangan yang dipilih bahwa dikatakan; seseorang yang bersalaman (setelah salat) dengan orang yang bersamanya sejak sebelum salat maka itu boleh sebagaimana yang telah kami sebutkan, dan jika dia bersalaman dengan orang yang sebelumnya belum bersamanya maka itu sunah, karena bersalaman ketika berjumpa adalah sunah menurut ijma, sesuai hadis-hadis sahih tentang itu.” (an-Nawawi, Al-Majmu Syarh Al Muhadzdzab, 3/325)
Ulama lain yang membolehkan bersalaman selepas salat diantaranya Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Asy Syafii (w. 974H) Beliau memfatwakan tentang sunahnya bersalaman setelah salat walau pun salat id. (Ibnu Hajar al-Haitami, Al Fatawa Al Kubra Al Fiqhiyah Ala Madzhab Al Imam Asy Syafii, 4/224-225).
Dalam kitabnya yang lain beliau berkata: “Tidak ada dasarnya bersalaman setelah salat subuh dan ashar, tetapi itu tidak mengapa, karena itu termasuk makna global dari bersalaman, dan Asy Syaari (pembuat syariat) telah menganjurkan atas hal itu.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, 39/448-449)
Ulama lain yang membolehkan bersalaman selepas salat adalah Imam Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafii (w. 957 H). Dalam kitab Fatawa-nya tertulis: (Ditanya) tentang apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah salat, apakah itu sunah atau tidak? (Beliau menjawab): “Sesungguhnya apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah salat tidaklah ada dasarnya, tetapi itu tidak mengapa.” (Syihabuddin ar-Ramli, Fatawa Ar Ramli, 1/385)
Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah Al-Hanafi (w. 1078 H) berkata ketika membahas tentang shalat Id:
“Disunahkan keluar menuju lapangan dengan berjalan kecuali bagi yang uzur dan pulang melalui jalan yang lain dengan berwibawa dan menundukkan pandangan dari yang dilarang, dan menampakan kegembiraan dengan ucapan: taqabballallahu minna wa minkum, hal ini tidaklah diingkari sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al Bahr, demikian juga bersalaman bahkan itu adalah sunah dilakukan seusai salat seluruhnya, dan ketika berjumpa sebagaimana perkataan sebagian orang-orang utama.” (Abdurrahman Zaadah, MajmaAl Anhar fi Syarh Multaqa Al Abhar, 1/173)
Syaikh Athiyah Shaqr (mantan Mufti Mesir) beliau menyimpulkan bahwa: “Pendapat yang dipilih adalah bahwa hal itu tidaklah haram, dan hal itu telah termasuk dalam anjuran bersalaman ketika bertemu yang dengannya Allah Taala akan menghapuskan kesalahannya, dan saya berharap perkara seperti ini jangan terus menerus diributkan. (Fatawa Dar Al Ifta Al Mishriyah, 8/477)
[baca lanjutan: Kesimpulan Boleh Tidaknya Bersalaman Usai Salat]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324002/tidak-ada-dalil-bersalaman-belum-tentu-tidak-boleh#sthash.R1Vnrjy1.dpuf