Abuya Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani salah satu ulama besar dari kalangan Ahlusunnah Wal Jamaah abad ke 21. Beliau lahir di kota Makkah pada tahun 1365 H/ 1945 M. Pendidikan pertama beliau ditempuh di Madrasah al-Falah Makkah, tempat ayah beliau bertugas sebagai pengajar. Setelah ayah beliau wafat pada tahun 1971 M, beliau langsung didaulat untuk meneruskan syiar dakwah dan majlis taklim yang telah dirintis oleh sang ayah.
Setahun sebelum ayah beliau wafat tepatnya pada tahun 1970, beliau berhasil meraih gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar as-Syarif sekaligus di tahun yang sama beliau juga diangkat menjadi dosen di dua perguruan tinggi ilmu Hadis dan Ushuluddin yakni Universitas Ummul Qura Makkah dan Universitas King Abdul Aziz. Selain itu beliau juga rutin mengisi pengajian di Masjidil Haram. Setelah cukup lama menjadi dosen di dua universitas di atas, beliau memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan lebih memilih untuk fokus mendirikan majelis taklim di kedimiannya sendiri.
Sebagai seorang ulama selain bertugas mengajar di berbagai majelis keilmuan, Sayyid Muhammad juga produktif dalam menulis beberapa kitab. Karya beliau sendiri hingga kini kurang lebih sekitar 100 kitab antara lain. Manhaj as-Salaf, Qawaidul Asasiyah, , Syarah Mandumatil Waraqat, al-Mukhtar, Mafahim Yajibu An-Tusahha, Abwabul Farhi, Syawariq al-Anwar, dst. Bahkan, karya beliau sekarang banyak yang telah diterjemahkan ke bahasa lain seperti prancis, inggris dan indonesia.
Konon Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki sangat mencintai orang-orang Indonesia karena beliau pernah mimpi bertemu dengan Rasulullah dan menyatakan bahwa Rasulullah sangat mencintai orang Indonesia.
Suatu waktu Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki bersama rombongan ulama lainnya pergi berziarah ke Makam Nabi Muhammad Saw di Madinah. Tiba-tiba beliau mengalami semacam kondisi tidak biasa pada masyarakat umumnya, atau lebih tepatnya beliau sedang kasyaf (tersingkapnya hijab). Dalam peristiwa itu, Sayyid Muhammad bertemu dengan Rasulullah dan bejibun orang di belakangnya.
Ketika ditanya oleh Sayyid Muhammad bin Alawi “Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang berkerumun di belakang itu?”
Rasulullah menjawab, “Mereka adalah umat yang sangat mencintaiku dan aku juga sangat mencintai mereka”
“Darimana mereka berasal, wahai Rasulullah?” sergah Sayyid al-Maliki
“Indonesia” pungkas Rasulullah
Akhirnya, Sayyid Muhammad al-Maliki terharu dan langsung bergegas bertanya “Adakah orang-orang Indonesia, aku sangat mencintai orang Indonesia”
Sebagai bukti kecintaan beliau adalah dengan mendirikan pondok khusus untuk santri-santri berasal dari Indonesia. Selain itu, perlakuan Sayyid Muhammad al-Maliki terhadap masyarakat ataupun ulama Indonesia yang menyempatkan bertamu ke kediamannya, bahkan beliau sering memberikan buah tangan untuk hadiah pulang. Selama hidupnya beliau menjadi ulama timur-tengah yang sering berkunjung ke Indonesia.
Kisah ini sangat masyhur dikalangan pesantren. Tapi, apakah alasan Nabi Muhammad sangat cinta orang-orang Indonesia? Setidaknya ekspresi keberagamaan kita bisa menjadi jawabannya. Di negeri ini, semua orang bebas berekspresi sesuai keahlian dan kecenderungan masing-masing untuk mewujudkan rasa cintanya. Hematnya, semua orang di Indonesia berhak mencintai dan mengenal sosok Nabi Muhammad Saw, tanpa membeda-bedakan kelas sosial, ketakwaan dan gender.
Terakhir, sebelum wafat beliau mengundang seorang habib dari Indonesia untuk menemaninya sampai beliau tutup usia. Sayyid Muhammad al-Maliki wafat pada hari jumat tanggal 15 ramadhan 1425 H/ 30 Oktober 2004 M dan dimakamkan di al-Ma’la di samping makam Sayyidatina Khadijah binti Khuwailid. Lahu al-Fatihah