Kata “sempit” dalam al-Qur`an (bisa “dhaiq” dan “dhank”) dipakai untuk kondisi jiwa yang tertekan akibat menghadapi sesuatu yang dibenci atau menunjuk pada tempat yang sudah tak nyaman kerena menyempit.
Dalam al-Qur`an misalnya ada ungkapan “kehidupan yang sempit”, “dada yang sempit”, “kondisi yang sempit”, “bumi luas terasa sempit” dan “tempat yang sempit di neraka”. Lawan dari kata ini adalah “lapang” dan “luas”. Tulisan ini akan berfokus pada tanda-tanda sempitnya hati.
Kebanyakan orang –terutama di era digital seperti sekarang ini—banyak yang jiwanya resah dan sempit hatinya. Kondisi ini bisa diatasi ketika sejak dini bisa diketahui tanda-tandanya. Dalam ungkapan Arab ada istilah “al-Wiqāyatu khairun minal-‘Ilāj” artinya: langkah preventif itu jauh lebih baik daripada kuratif.
Abdullah bin Husain bin Ahmad dalam buku “al-Dhaiq” yang sudah diterjemah ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Kesempitan Hati” (2004: 45-51) mengungkap beberapa tanda atau gejala sempitnya hati.
Pertama, menjauhi perbuatan baik dan membiasakan perbuatan keji. Orang yang mengalami hal ini, berarti sempit hatinya. Kondisi demikian terkadang menyebabkan orang mencari pelarian terhadap masalah yang dihadapinya agar kondisinya menjadi lebih baik.
Ada yang bunuh diri, minum khamr, mengonsumsi narkoba, menghabiskan waktu dengan aktivitas yang justru menjauhkan diri dari Allah dan lain sebagainya. Semua perbuatan ini, sebenarnya malah membuat hatinya semakin sempit.
Kedua, mengisolasi diri dan suka menyendiri. Manusia adalah makhluk sosial. Ketika dirinya suka menyendiri dan tidak mau gaul atau berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan batas normal, maka tandanya hatinya sempit.
Hal ini menyebabkan imajinasi dan khayalan bisa menguasai mereka. Orang seperti ini gampang mengalami gangguan kejiwaan atau bahkan gampang dipengaruhi setan untuk melakukan tindakan yang munkar.
Ketiga, gampang marah. Orang yang hatinya sempit, biasanya susah mengontrol emosinya walaupun pada masalah yang sepele. Kondisi ini menyebabkan dirinya jauh dari Allah dan malah dekat dengan setan.
Marah sendiri memang di antaranya berasal dari setan. Athiyah as-Sa’dy pernah meriwayatkan sabda Nabi:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Marah itu dari setan dan setan dari api. Sedang api hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka dari itu, jika salah seorang dari kalian marah, hendaknya ia berwudhu.” (HR. Ahmad)
Meski hadits ini sanadnya lemah, namun ada hadits lain yang menguatkannya. Bukhari meriwayatkan bahwa ada dua orang yang saling caci maki di hadapan Nabi. Kemudian, Nabi memberi tips agar amarah mereka redam, yaitu dengan membaca ta’awwudz atau memohon perlindungan dari godaan setan yang terkutuk.
Keempat, merasa kalut. Ciri kesempitan hati adalah ketika dia selalu atau sering merasa kalut. Kondisi yang dialaminya seolah sedang dalam penjara ketakutan dan kekalutan. Orang demikian juga akan semakin jauh dari Allah dan lebih dekat pada setan.
Karena itu, Nabi pernah mengajarkan doa kepada sahabat-sahabatnya:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ غَضَبِهِ وَمِنْ شَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ شَرِّ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنَ
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dan murka-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-nya, dan dari godaan setan serta dari rasukannya.” (HR. Abud Dawud
Kelima, merasa tertekan. Orang yang sempit hatinya akan merasakan tekanan demi tekanan. Dalam surah al-An’am ayat 125, Allah membuat tamsil menarik. Orang yang disesatkan oleh-Nya dadanya akan dijadikan sempit dan sesak seperti sedang naik ke langit.
Itu artinya, orang demikian hidupnya akan senantiasa tertekan dan tidak akan merasakan ketenangan jiwa. Walaupun misalnya secara harta melimpah ruah, tapi karena hatinya sempit, maka hidupnya seperti orang tertekan.
Suatu hari Nabi pernah bersabda, kekayaan sejati bukanlah kaya materi tapi kaya hati. Salah satu bentuk kekayaan hati adalah ketika hatinya terasa lapang dan tak sempit. Orang demikian tentu tidak mengalami tekanan. Kalau pun mengalami, akan cepat diatasi.
Jadi, jika ada yang mengalami suka berbuat keji plus jauh dari kebaikan, mengisolasi diri-suka menyendiri, gampang marah, merasa kalut dan tertekan, maka itu adalah tanda-tanda hatinya sempit.*/Mahmud Budi Setiawan