Cerita Tentang Keserakahan 3 Pemuda pada Masa Nabi Isa AS

Keserakahan menghiasi sejarah peradaban manusia.

Di zaman Nabi Isa as, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa referensi, terdapat tiga pejalan kaki yang menemukan timbunan harta. Karena lapar, mereka sepakat menyuruh salah seorang dari mereka membeli makanan.

Di tengah perjalanan, terpikir oleh orang yang disuruh ke pasar itu untuk membunuh kedua rekannya dengan menaruh racun pada makanan. Dengan begitu, dia dapat lebih leluasa mengambil timbunan kekayaan itu hanya untuk dirinya sendiri.

Niat jahat itu kemudian dia kerjakan. Sementara itu, dua rekan yang lain pun sepakat untuk membunuh rekan yang diperintah membeli makanan, dengan harapan timbunan kekayaan itu hanya mereka bagi berdua. Setelah rekan yang membeli makanan sampai di tempat, kedua rekannya langsung menerkam dan membunuhnya, setelah itu mereka menyantap makanan beracun yang dibawa  korban kejahatan mereka. Apa hendak dikata, kedua lelaki ini tewas. 

Konon, Nabi Isa AS sempat mengunjungi tempat kejadian itu. Kepada pendukungnya yang setia, al-Hawariyun, dia berkata, ”Lihat, inilah dunia. Bagaimana dia telah membunuh ketiga orang itu. Setelah mereka, tentu akan banyak lagi korban-korban berguguran dari para pemburu dan pencinta dunia.” Kisah ini memperlihatkan bagaimana dunia telah memperdaya ketiga pejalan kaki itu. Keserakahan, iri hati, dan dengki telah merasuk dalam diri mereka sehingga tak seorang pun mendapat timbunan harta yang mereka temukan.

Kita harus berhati-hati agar tidak tergelincir oleh fatamorgana dunia sebagaimana kisah tersebut di atas. Menurut Imam Al-Ghazali, dunia ini tak ubahnya jalan yang dilalui seorang musafir, yang dengannya manusia dapat mengambil bekal dari dunia ini untuk menjadi teman dan pendampingnya kelak di alam kubur dan dapat berjumpa Allah dengan membawa iman yang sempurna. ” … dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)… ,” kata Allah dalam QS Al Hasyr: 18. 

Jadi, dunia hendaknya dipandang bukan sebagai tujuan melainkan sarana mempersiapkan bekal untuk kehidupan selanjutnya. Sabda Rasulullah saw, ”Orang yang paling kuat daya pikirnya ialah orang yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik persiapannya untuk menggapai kemuliaan dunia dan akhirat.” 

KHAZANAH REPUBLIKA

Buruknya Hidup dalam Keserakahan

SERAKAH ialah suatu keadaan jiwa yang membuat manusia tidak puas dengan apa yang dimilikinya dan berusaha ingin memiliki yang lebih banyak lagi. Keserakahan ini tidak hanya pada pemilikan harta, tetapi juga terhadap makanan, minuman, kegiatan seksual, dan sebagainya.

Ini termasuk penyakit hati yang tercela dan tidak sehat, karena hati orang serakah tidak pernah tenang, puas, dan selalu merasa kekurangan. Karena itu, bisa terdorong berbuat buruk, misalnya menipu, mencuri, manipulasi, korupsi, dan sebagainya, untuk memenuhi nafsu serakahnya terhadap harta dan kedudukan. Itulah sebabnya Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan bahaya sifat serakah:

“Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya. Segala keperluannya akan Allah kumpulkan dan keperluan dunia akan datang. Barangsiapa menjadikan (motivasi) dunia sebagai cita-citanya Allah akan menjadikan kefakiran di hadapan matanya dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia (yang dicarinya sungguh-sungguh) tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya, pada sore dan pagi harinya dia selalu dalam kefakiran.” (H.R. Tirmizi).

Rasulullah juga mengingatkan:

1. “Setiap anak Adam akan mengalami masa tua, kecuali dua hal, yaitu kerakusan terhadap harta benda dan panjangnya umur.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. “Seandainya seorang anak Adam telah memiliki dua lembah, maka dia akan mencari lembah yang ketiga, dan perutnya tidak akan merasa puas sampai dimasukkan ke dalam tanah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sabda Rasulullah itu menjelaskan bahwa nafsu untuk menumpuk harta dan mencapai kedudukan yang setinggi-tingginya dalam kehidupan dunia itu sebenarnya manusiawi dan dapat menjadi motivasi untuk meraih kemajuan dalam kehidupan dunia, seperti kekayaan, kedudukan, dan ilmu pengetahuan, tetapi nafsu itu harus dikontrol agar tidak menimbulkan ekses negatif, yaitu mencari kekayaan dan kedudukan dengan cara yang tidak benar, seperti sogok-menyogok dan sebagainya. Tetapi, kalau mencari harta dan kedudukan yang setinggi-tingginya sekalipun dengan cara yang benar, tentu saja boleh.

Lawan dari serakah ialah merasa cukup (kanaah). Hal ini dapat membuat orang mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak baik dan merasa cukup dengan mempunyai harta yang dimiliki. Orang yang berbuat kebajikan itu selalu hidup terhormat, terpandang, dan merdeka; ia kebal terhadap penyakit yang ditimbulkan kelimpahan harta di dunia serta hukuman di akhirat.

Penyakit serakah itu dapat disembuhkan dengan merenungkan keburukan dan akibat-akibatnya yang merugikan, dan menyadari bahwa serakah merupakan perangai hewan yang tidak mengenal batas dan kepuasan, serta menggunakan segala cara, termasuk yang haram sekalipun, dalam memenuhi tuntutan nafsu serakahnya.*/Sudirman Tebba, dari bukunya Sehat Lahir Batin.

 

HIDAYATULLAH