Jangan Malas Jalan ke Masjid untuk Sholat, Ini Pahalanya

Terdapat pahala melimpah jalan kaki ke masjid untuk sholat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Orang yang hatinya berdekatan dengan masjid pasti akan selalu melakukan ibadah-ibadah yang diperintahkan Allah SWT. 

Oleh karena itu, bekas telapak kaki seseorang yang berjalan ke masjid untuk beribadah tak akan sia-sia. Imam As-Suyuthi dalam kitab Asbabun Nuzul menceritakan tentang hadits yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dengan sanad hasan, dan Al-Hakim dengan sanad yang sahih, yakni dari Abu Sa’id Al-Khudri. 

إن بني سلمة شكوا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد منازلهم من المسجد ، فنزلت : ( ونكتب ما قدموا وآثارهم ) ، فأقاموا في مكانهم  

Dia berkata: “Bahwa Bani Salamah yang bertempat tinggal di pinggiran Kota Madinah ingin berpindah ke dekat Masjid Nabawi.” Peristiwa ini kemudian menjadi sebab turunnya surat Yasin ayat 12, Allah berfirman: 

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ “Inna nahnu nuhyyil-mauta wa naktubu maa qaddamuu wa aatsarahum, wa kulla syaiin ahshainaahu fii imaamin mubinin.” 

Yang artinya: “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan, dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (lauh mahfuzh).” Sejak saat itu, mereka tidak jadi pindah dekat Masjid Nabawi. Kemudian, Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA:

  كلُّ خطوةٍ يخطوها أحدُكم إلى الصلاةِ يُكْتَبُ لَهُ [ بها ] حسنةٌ ويُمْحَى عنه بِها سَيِّئَةٌ  “Kullu khuthwaatin yakhthuuha ila as-shalaati yuktabu lahu biha hasanatun wa yumha anhu biha sayyi-atun.” 

Yang artinya: “Setiap langkah menuju tempat sholat (masjid) akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus kejelekan.” Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad.

Rasulullah dalam hadis serupa riwayat At-Thabarani dari Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya bekas telapak kaki kalian menuju masjid dicatat Allah, sebaiknya kalian jangan pindah dari tempat kalian,”.

Keutamaan orang yang berjalan kaki menuju masjid juga disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan   Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda: كُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ “Wa kullu khuthwatin yakhthuha ila as-shalaati shadaqatun.” Yang artinya: “Setiap langah berjalan untuk menunaikan sholat adalah sedekah.”   

KHAZANAH REPUBLIKA

Keutamaan Berjalan Menuju Masjid

Terdapat keutamaan yang besar dalam amal berupa berjalan menuju masjid.

Pahala Besar dengan Berjalan Menuju Masjid

Sesungguhnya, pahala yang paling besar adalah yang paling jauh rumahnya dari masjid.  Para fuqaha (ulama ahli fiqih) rahimahumullah menegaskan dianjurkannya memperpendek langkah menuju masjid dan tidak tergesa-gesa (alias berjalan dengan tenang) ketika menuju masjid. Hal ini untuk memperbanyak pahala kebaikan ketika berjalan menuju masjid, berdasarkan berbagai dalil yang menunjukkan adanya keutamaan memperbanyak langkah menuju masjid. [1]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

“Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, ”Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, ”(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah ar-ribath (kebaikan yang banyak).” (HR. Muslim no. 251)

Berjalan Kaki Ke masjid Meskipun Jauh

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَعْظَمُ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلاَةِ أَبْعَدُهُمْ، فَأَبْعَدُهُمْ مَمْشًى وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الَّذِي يُصَلِّي، ثُمَّ يَنَامُ

“Orang yang paling banyak mendapatkan pahala dalam shalat adalah mereka yang paling jauh (jarak rumahnya ke masjid), karena paling jauh jarak perjalanannya menuju masjid. Dan orang yang menunggu shalat hingga dia melaksanakan shalat bersama imam itu lebih besar pahalanya dari orang yang melaksanakan shalat kemudian tidur.” (HR. Bukhari no. 651 dan Muslim no. 662)

Hadits-hadits tersebut menunjukkan keutamaan rumah yang jauh dari masjid, karena banyaknya langkah menuju masjid yang membuahkan pahala yang besar. Besarnya pahala itu karena jauhnya rumah dari masjid dan juga karena bolak-balik pergi ke masjid.

Dari ‘Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ رَجُلٌ لَا أَعْلَمُ رَجُلًا أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ، وَكَانَ لَا تُخْطِئُهُ صَلَاةٌ، قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: أَوْ قُلْتُ لَهُ: لَوْ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِي الظَّلْمَاءِ، وَفِي الرَّمْضَاءِ، قَالَ: مَا يَسُرُّنِي أَنَّ مَنْزِلِي إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ، إِنِّي أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِي مَمْشَايَ إِلَى الْمَسْجِدِ، وَرُجُوعِي إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِي، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ جَمَعَ اللهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ

“Seseorang yang setahuku tidak ada lagi yang lebih jauh (rumahnya) dari masjid, dan dia tidak pernah ketinggalan dari shalat. ‘Ubay berkata, maka ia diberi saran atau kusarankan, “Bagaimana sekiranya jika kamu membeli keledai untuk kamu kendarai saat gelap atau saat panas terik?” Laki-laki itu menjawab, “Aku tidak ingin rumahku di samping masjid, sebab aku ingin jalanku ke masjid dan kepulanganku ke rumah semua dicatat (pahala).” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala telah kumpulkan untukmu semuanya tadi.” (HR. Muslim no. 663)

Lihatlah saudaraku, adanya pahala yang besar dari Allah Ta’ala bagi orang-orang yang pergi menuju masjid dan juga ketika berjalan pulang dari masjid. Oleh karena itu, sahabat tersebut lebih memilih untuk berjalan kaki meskipun rumahnya jauh dari masjid.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ، ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مَنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ، كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً، وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian berjalan ke salah satu rumah Allah (masjid) untuk melaksanakan kewajiban yang Allah tetapkan, maka kedua langkahnya, yang satu menghapus kesalahan dan satunya lagi meninggikan derajat.” (HR. Muslim no. 666)

Dalam hadits-hadits tersebut dan yang lainnya, terdapat motivasi untuk bersungguh-sungguh mendatangi masjid dengan berjalan kaki, bukan dengan naik kendaraan, meskipun rumahnya agak jauh. Hal ini dengan catatan, selama hal itu tidak menimbulkan masyaqqah (kesulitan) dan juga selama tidak ada ‘udzur (misalnya, sudah tua renta dan yang lainnya). Juga motivasi agar tidak membiasakan diri naik kendaraan ketika menuju masjid, jika jarak masjid tersebut masih bisa terjangkau dengan berjalan kaki. [2]

Baca Juga:

[Selesai]

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54513-keutamaan-berjalan-menuju-masjid.html

Shalat Jama’ah Sahkah di Selain Masjid?

Para ulama berbeda pendapat dalam hukum shalat berjamaah di tempat selain masjid dalam tiga pendapat:

Pendapat pertama: Boleh dilakukan di tempat selain masjid.

Ini pendapat Malik, Syafi’i dan riwayat dari Imam Ahmad, ia juga madzhab Hanifiyyah.

Ibnul Qasim berkata, “Aku bertanya kepada Malik tentang orang yang shalat fardhu dengan istrinya di rumahnya?” ia menjawab, “Tidak apa-apa hal itu”[1]

Imam Syafi’i –rahimahullah– berkata, “Setiap jamaah yang padanya shalat seseorang di rumahnya atau di masjid, kecil atau besar, sedikit atau banyak, maka ia sah. Dan masjid yang terbesar serta banyak jamaahnya lebih aku sukai.”[2]

Al-Rafi’i dari kalangan Syafi’iyyah berkata, “Berjamaah di rumah lebih baik dari pada sendirian di masjid.”

Ibnu Qudamah dalam al-Mughni[3] berkata, “Dan boleh melakukannya (shalat berjamaah) di rumah atau di padang pasir”

Dalil-dalilnya

Mereka berdalil dengan hadis-hadis berikut:

1. Hadis Jabir Radhiyallahu ‘anhu secara marfu, “Dan aku diberi lima perkara … “ lalu disebutkan, “Dan dijadikan bagiku bumi/tanah sebagai masjid dan tempat yang suci. Siapapun yang dari umatku yang mendapati waktu shalat maka shalatlah.”[4]

2. Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya. Terkadang saat waktu shalat datang beliau sedang berada di rumah kami. Kemudian beliau memerintahkan untuk hamparan di bawahnya, lalu beliau menyapunya dan memercikan air, dan Rasulullah shalat bersama kami menjadi imam sementara kami berdiri di belakang beliau.”[5]

3. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shalat di rumahnya dalam keadaan sakit. Beliau shalat dengan duduk sementara sekelompok orang shalat dengan berdiri di belakangnya, lalu beliau memberi isyarat agar mereka duduk.”[6]

Mereka juga berdalil dengan hadis-hadis lain, yang tidak cukup untuk disebutkan dalam kesempatan ini.

Pendapat kedua: Tidak boleh dilakukan oleh seorang laki-laki kecuali di masjid.

Pendapat ini merupakan riwayat lain dari Imam Ahmad dan Ibnul Qayyim merajihkan pendapat ini, ia berkata dalam “Kitab Shalat”, “Siapapun yang memperhatikan sunnah dengan baik, akan jelas baginya bahwa mengerjakannya di masjid hukumnya fardhu ain. Kecuali jika ada halangan yang membolehkannya untuk meninggalkan shalat jumat dan shalat berjamaah. Maka tidak datang ke masjid tanpa uzur, sama dengan meninggalkan shalat berjamaah tanpa uzur. Dengan demikian saling bersepakatlah hadis-hadis dan ayat-ayat.”[7]

Beliau juga berkata, “Dan yang kami yakin adalah tidak boleh bagi seorang pun meninggalkan jamaah di masjid kecuali karena uzur, wallahu a’lam bish shawab.”[8]

Sebagian mereka membatalkan shalat orang yang berjamaah di rumahnya. Abul Barakat (dari kalangan madzhab hambali) berkata, “Jika ia menyelisihi kemudian shalat berjamah di rumahnya, maka tidak sah, kecuali ada uzur, sesuai dengan pendapat yang dipilih bahwa meninggalkan jamaah berarti melakukan larangan.”[9]

Dalam Syarh Fathul Qadir, “Dan al-Hulwani ditanya tentang orang yang mengumpulkan anggota keluarganya kadang-kadang, apakah mendapatkan pahala berjamaah?” ia menjawab, “Tidak, ia menjadi bid’ah dan dibenci tanpa uzur.”

Dalil-dalilnya

Ulama yang berpendapat dengan pendapat ini berdalil dengan hadis-hadis yang menunjukkan wajibnya berjamaah dan bahwa ia hukumnya fardhu ain. Kemudian ulama madzhab Syafi’i berselisih pendapat dalam masalah mendirikan shalat berjamaah di selain masjid, apakah menggugurkan fardhu kifayahnya atau tidak? Mereka berbeda pendapat ke dalam dua pendapat: Pertama, tidak cukup mendirikannya di selain masjid untuk menegakkan perbuatan yang fardhu. Kedua, cukup jika tempatnya ramai, seperti shalat berjamah di pasar misalnya.

Ibnu Daqiq al-Ied –rahimahullah– berkata, “Yang pertama menurutku adalah yang lebih shahih. Karena asal pensyariatannya adalah shalat berjamaah di masjid. Ia adalah pensifatan yang muktabar yang tidak bisa dihilangkan.”

Pendapat ketiga: dibedakan antara yang mendengar azan, maka ia tidak sah kecuali di masjid. Dan orang yang tidak mendengar azan, maka tidak sah shalatnya kecuali dengan berjamaah.

Ini pendapat Ibnu Hazm Adz-Dzahiri. Ia berkata dalam “Al-Muhalla”, “Dan tidak sah salah fardhu seseorang ketika mendengar azan untuk mengerjakannya kecuali di masjid bersama imam. Jika ia sengaja meninggalkan tanpa uzur, maka shalatnya batal. Jika ia tidak mendengar azan, maka wajib baginya shalat berjamaah dengan satu orang atau lebih. Jika ia tidak mengerjakannya, maka tidak ada shalat baginya, kecuali jika ia tidak menemukan seorang pun untuk shalat bersamanya, maka ia sah, kecuali bagi yang memiliki uzur, maka juga sah jika ia meninggalkan jamaah.”[10]

Ibnu Taimiyyah berkata dalam “Al-Fatawa Al-Mishriyyah”, “Apakah orang yang shalat berjamaah di rumahnya, gugur darinya kewajiban datang ke masjid? Dalam masalah ini terdapat perselisihan, dan hendaknya tidak meniggalkan jamaah di masjid kecuali ada uzur.”[11]

Penutup

Alangkah baiknya jika kita tutup pembahasan ini dengan perkataan Ibnul Qayyim –rahimahullah- dalam “Kitab Shalat”:

“Siapapun yang memperhatikan sunnah dengan baik, akan jelas baginya bahwa mengerjakannya di masjid hukumnya fardhu ain. Kecuali jika ada halangan yang membolehkannya untuk meninggalkan shalat jumat dan shalat berjamaah. Maka tidak datang ke masjid tanpa uzur, sama dengan meninggalkan shalat berjamaah tanpa uzur. Dengan demikian saling bersepakatlah hadis-hadis dan ayat-ayat.”

Dan ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan sampai kabarnya kepada penduduk Mekah, Suhail bin Amr berkhutbah –ketika itu Itab bin Usaid menjadikannya gubernur di Mekkah, ia sembunyi dari mereka karena takut. Kemudain Suhail mengeluarkannya saat penduduk Mekah telah kuat dalam Islam- kemudian Itab bin Usaid berkhutbah, “Wahai penduduk Mekah, tidak sampai kepadaku salah seorang diantara kalian yang meninggalkan shalat berjamaah di masjid kecuali akan dipukul lehernya.” Para sahabat Nabi pun berterima kasih kepadanya atas perbuatan ini dan semakin menambah derajatnya di mata mereka. Dan yang aku yang yakini, tidak boleh seorang pun meninggalkan jamaah di masjid kecuali kerena uzur, wallahu ‘alam bish-shawab.”

Catatan

Setelah tetap bahwa tidak boleh meniggalkan shalat berjamaah di masjid kecuali bagi yang memiliki uzur, maka kemudian hendaknya diperhatikan tiga perkara berikut:

  1. Orang yang ketinggalan shalat berjamaah di masjid dan ia memperkirakan tidak ada yang dapat shalat bersamanya di masjid, maka yang lebih baik baginya adalah kembali ke rumah dan shalat berjamaah beserta keluarganya.
  2. Dalam kondisi safar dan bepergian bersama keluarga, maka ia hendaknya shalat berjamaah bersama keluarganya.
  3. Jika tertinggal shalat berjamaah di masjid yang dekat, maka hendaknya ia shalat di masjid yang lain dengan tanpa memberatkan dan ia yakin akan mendapatinya.

[Diterjemahkan dari kitab “Shalat al-Jama’ah, Hikamuha wa Ahkamuha”, Syaikh Dr. Shaleh bin Ghanim As-Sadlan, hal. 52-26]

Penulis: Ustadz Abu Khaleed Resa Gunarsa, Lc

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/13053-shalat-jamaah-sahkah-di-selain-masjid.html

Jangan Tergesa-gesa ke Masjid

SHOLAT berjamaah di masjid adalah amalan utama dalam Islam. Bahkan bagi laki-laki yang mukim dan tidak memiliki udzur syari, ia diwajibkan untuk mendatangi panggilan muadzin untuk sholat berjamaah.

Kemuliaan sholat berjamaah tidak hanya dijelaskan oleh dalil hadits yang ada, namun tergambar pula dari bagaimana agama kita mengatur dan menyikapinya. Di antara aturan agama kita perihal berjalan ke masjid dalam rangka sholat berjamaah adalah ketenangan. Terlarang oleh agama, kita tergesa-gesa dalam memenuhi sholat berjamaah. Hal ini terjadi karena kurangnya ilmu pada sebagian kaum muslimin.

Firman Allah yang artinya:

Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa” (QS. Al Anbiya: 37)

Dan manusia bersifat tergesa-gesa“. (QS. Al Isra: 11)

Dijelaskan oleh ayat di atas, bahwa sifat manusia pada dasarnya tergesa-gesa, tidak sabaran. Maka agama memberi perintah dan rambu agar tergesa-gesa tersebut dapat direm dan diubah.

Di antara kurang ilmunya pelaku yang tergesa-gesa ke masjid, yakni ilmu bab keutamaan waktu antara adzan dan iqamah untuk berdoa. Juga keutamaan shaf pertama serta keutamaan mendapatkan takbiratul ihram imam dan keutamaan-keutamaan yang lain. Untuk menghilangkan penyebab ini, maka pelakunya harus mengilmui keutamaan-keutamaan tersebut.

Hal lain yang menyebabkan seseorang mungkin tergesa-gesa menuju sholat berjamaah di masjid, adalah karena ia menyibukkan diri dengan kepentingan dunia. Padahal urusan dunia adalah selingan di antara lima waktu sholat. Solusi dari hal ini adalah hendaknya ia segera melepaskan diri dari kesibukan duniawinya, dan menyiapkan diri untuk sholat berjamaah sebelum waktu sholat tiba. Sehingga saat adzan berkumandang, ia pun akan dengan tenang berjalan ke masjid.

Akibat dari penyebab-penyebab di atas adalah timbulnya kemalasan saat berjalan memenuhi panggilan sholat. Itu akibat yang ekstrem. Akibat minimalnya adalah seseorang pun mendatangi masjid dengan tergesa-gesa. Ia khawatir saat tiba di masjid ia tidak mendapatkan sholat berjamaah bersama imam rawatib kecuali satu atau dua rakaat.

Hal ini pun sebenarnya tidak disukai agama kita. Hendaklah dia mendatangi masjid dengan tenang dan sholat berjamaah dengan imam sedapatnya mungkin. Bila ada rakaat yang terlewat, ia tinggal hanya menyempurnakannya setelah imam salam.

Jika kalian mendengar iqomah, maka berjalanlah menuju shalat. Namun bersikap tenang dan khusyulah. Gerakan imam yang kalian dapati, ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 636 dan Muslim no. 602).

Mari datangi masjid dengan tenang untuk sholat berjamaah bersama imam rawatib.

Allahu Alam.

oleh Quraniy

INILAH MOZAIK

Aku Tak Senang Jika Rumahku di Samping Masjid

BERJALAN pulang dari masjid akan dicatat sebagaimana perginya, hal ini berdasarkan hadits berikut:

“Dulu ada seseorang yang tidak aku ketahui seorang pun yang jauh rumahnya dari masjid selain dia. Namun dia tidak pernah luput dari shalat. Kemudian ada yang berkata padanya atau aku sendiri yang berkata padanya, “Bagaimana kalau engkau membeli keledai untuk dikendarai ketika gelap dan ketika tanah dalam keadaan panas.” Orang tadi lantas menjawab, “Aku tidaklah senang jika rumahku di samping masjid. Aku ingin dicatat bagiku langkah kakiku menuju masjid dan langkahku ketika pulang kembali ke keluargaku.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah telah mencatat bagimu seluruhnya.” (HR. Muslim, no. 663)

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (5:149) mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa langkah kaki ketika pulang dari shalat akan diberi ganjaran sebagaimana perginya.” Masya Allah, inilah keutamaan pergi dan pulang dari menunaikan shalat di masjid . Akankah kita masih melewatkannya?

Orang yang tahu di tempat lain kalau berdagang di tempat lain akan mendapat keuntungan berlipat-lipat daripada berdagang di rumah, tentu akan melangkahkan kakinya ke tempat jauh sekalipun. Semoga Allah memberi taufik kepada kita agar dapat merutinkan shalat jamaah di masjid, khususnya kami maksudkan pada kaum pria. [Muhammad Abduh Tuasikal]

Heran! Kenapa Pria Memilih Salat di Rumah Padahal

KENAPA sebagian orang khususnya kaum pria- lebih memilih shalat di rumah? Kami begitu heran! Kita semua sudah tahu bahwa shalat di masjid lebih utama 27 derajat daripada di rumah. Namun, kenapa masih ada sebagian orang yang tidak mau mengambil keutamaan yang besar ini? Jalan pergi dan pulangnya saja akan mendapatkan ganjaran pahala.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah.” (HR. Muslim, no. 1009)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam Syarh Al-Arbain An-Nawawiyah mengatakan, “Setiap langkah kaki menuju shalat adalah sedekah baik jarak yang jauh maupun dekat”.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Setiap langkah menuju tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus kejelekan.” (HR. Ahmad, 2:283. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)

 

INILAH MOZAIK