Shalat Yang Tidak Khusyuk Sama Sekali, Apakah Batal?

Orang yang shalatnya tidak khusyuk sama sekali, pikirannya sibuk memikirkan hal-hal yang lain ketika shalat, apakah shalatnya batal?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan masalah ini, beliau mengatakan:

هذا على كل حال في خطر، والمطلوب من المصلي أن يخشع في صلاته، ويقبل عليها؛ لأن الله قال: قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ۝ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ [المؤمنون:1-2]، فالإقبال على الصلاة والخشوع فيها من أهم المهمات

Ala kulli hal, keadaan seperti ini berbahaya. Yang dituntut dari orang yang shalat adalah hendaknya ia khusyuk dalam shalatnya, dan benar-benar memfokuskan dirinya untuk shalat. Allah ta’ala berfirman (yang artinya): “Sungguh beruntung orang yang beriman. Yaitu yang khusyuk dalam shalatnya” (QS. Al Mukminun: 1-2). Maka konsentrasi dalam shalat, dan khusyuk di dalamnya, merupakan perkara yang sangat penting.

 وهو روحها، فينبغي العناية بالخشوع والطمأنينة في الصلاة، في سجوده، في ركوعه، بين السجدتين، بعد الركوع حين يعتدل، يخشع ويطمئن ولا يعجل، سواء كان رجل أو امرأة جميعاً

Khusyuk itu adalah ruh dari shalat. Maka sudah semestinya memberikan perhatian yang besar untuk khusyuk dan tuma’ninah dalam shalatnya, sujudnya, rukuknya, duduk di antara dua sujudnya, i’tidalnya. Hendaknya ia juga tuma’ninah dan tidak tergesa-gesa dalam shalatnya. Baik laki-laki, maupun wanita.

وإذا أخل بالخشوع على وجه يكون معه النقر للصلاة وعدم الطمأنينة تبطل الصلاة، أما إذا كان يطمئن فيها، ولكن قد تعتريه بعض الهواجيس، وبعض النسيان هذا لا يبطل الصلاة

Namun jika seseorang tidak khusyuk dalam shalatnya sampai level naqr (tidak sempurna sujudnya) dan tidak tuma’ninah, maka batal shalatnya. Adapun jika tidak khusyuk namun masih tuma’ninah, dan dalam sebagian shalatnya ia bicara dalam hati dan lupa untuk konsentrasi, maka ini tidak membatalkan shalat.

لكن ليس له من صلاته إلا ما عقل منها، وما خشع فيه وأقبل عليه، يكون له ثواب ذلك، وما فرط فيه يفوته ثوابه، فينبغي للعبد أن يقبل على الصلاة، وأن يطمئن فيها ويخشع فيها لله، حتى يكمل ثوابه، ولكن لا تبطل إلا إذا أخل بالطمأنينة

Namun shalat yang didapatkannya sekadar bagian shalat yang ia konsentrasi dan khusyuk di dalamnya. Itulah bagian pahala shalat yang ia dapatkan. Adapun bagian shalat yang ia tidak khusyuk, maka ia tidak dapat pahalanya*). Maka sudah semestinya bagi kita untuk konsentrasi di dalam shalat, tuma’ninah, dan khusyuk kepada Allah. Sehingga mendapatkan pahala yang sempurna. Namun tidak sampai batal shalatnya, kecuali jika tidak tuma’ninah.

Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi (8/9-11).

Wallahu a’lam.

***

*) Terdapat riwayat dari ‘Ammar bin Yasir radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ الرَّجلَ لينصرِفُ ، وما كُتِبَ لَه إلَّا عُشرُ صلاتِهِ تُسعُها ثُمنُها سُبعُها سُدسُها خُمسُها رُبعُها ثُلثُها ، نِصفُها

Ada orang yang ketika selesai shalat, tidaklah ditulis pahala shalatnya kecuali hanya 1/10 nya, atau 1/9 nya, atau 1/8 nya, atau 1/7 nya, atau 1/6 nya, atau 1/5 nya, atau 1/4 nya, atau 1/3 nya atau setengahnya” (HR. Abu Daud no. 796, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Penyusun: Yulian Purnama

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/14004-shalat-yang-tidak-khusyuk-sama-sekali-apakah-batal.html

Shalat yang Khusyuk

Kekhusyukan Shilah ibn Asyam al-Adawi, salah seorang tabiin, ketika shalat patut menjadi pemicu kita untuk mencontohnya. Meski terjaga dan sibuk ketika berperang, bahkan ia adalah komandan perang yang memiliki tanggung jawab kepada pasukan tak membuat shalat Shilah acak-acakan.

Sunday, 10 Mar 2019 06:06 WIB

Shalat yang Khusyuk

Manfaat shalat khusyuk tidak hanya diperoleh seorang hamba di dunia.
Red: Agung Sasongko
Republika/Darmawan

Ilustrasi Shalat Tarawih

Ilustrasi Shalat Tarawih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kekhusyukan Shilah ibn Asyam al-Adawi, salah seorang tabiin, ketika shalat patut menjadi pemicu kita untuk mencontohnya. Meski terjaga dan sibuk ketika berperang, bahkan ia adalah komandan perang yang memiliki tanggung jawab kepada pasukan tak membuat shalat Shilah acak-acakan.

Saking khusyuknya shalat yang ia lakukan, ia pernah diselamatkan Allah SWT dari ancaman terkaman singa. Shilah lolos dari terkaman singa tanpa beranjak sedikit pun dari shalatnya. Bahkan, dia tetap khusyuk sampai shalatnya selesai.

Riwayat ini seperti dinukilkan dari at-Tarikh al-Kabirdari Ja’far ibn Zaid, salah satu komandan perang. Ja’far mengisahkan ketika itu dia bersama pasukan lainnya, keluar bersama salah satu dari pasukan dalam sebuah perang menuju “Kabul” (ibu kota Afghanistan, terletak dekat sungai Kabul).  “Dan, ada Shilah ibn Asyam berada di tengah pasukan kita,” katanya.

Ketika malam telah menutupkan tirainya dan para mujahid itu berada di tengah perjalanan dan para pasukan menurunkan bekalnya untuk menyantap makanannya lalu menunaikan shalat Isya. Mereka kemudian pergi menuju kendaraannya masing-masing untuk beristirahat, termasuk Shilah.

“Dia  pergi menuju ke kendaraannya sebagaimana mereka pergi. Ia lalu meletakkan pinggangnya untuk tidur sebagaimana yang mereka lakukan,” ujarnya.

Melihat hal demikian, Ja’far lantas berkata dalam hati. Di manakah keberanan informasi ihwal kekhusyukan Shilah dan ibadahnya yang kuat hingga kakinya bengkak? Ja’far pun berkomitmen  menunggunya malam ini hingga benar-benar melihat dengan mata kepala sendiri kebenaran kabar itu.

Tidak lama setelah para prajurit terlelap dalam tidurnya, hingga dirinya benar-benar melihatnya bangun dari tidurnya dan berjalan menjauh dari perkemahan, bersembunyi dengan gelapnya malam dan masuk ke dalam hutan yang lebat dengan pepohonannya yang tinggi dan rumput liar. Seakan-akan, belum pernah dijamah sejak waktu yang lama.

“Melihat itu aku berjalan mengikutinya,” kata Ja’far.

Sesampainya Shilah di tempat yang kosong, ia mencari arah kiblat dan menghadap kepada-Nya. Ia bertakbir untuk shalat dan ia tenggelam di dalamnya.

“Aku melihatnya dari kejauhan. Aku melihatnya berwajah berserah dan anggota badan serta jiwanya tenang. Seakan-akan, ia menemukan seorang teman dalam kesepian, (menemukan) kedekatan dalam jauh dan cahaya yang menerangi dalam gelap,” kata Ja’far yang mengintip di semak-semak belukar.

Namun, ketika Ja’far sedang memperhatikan gerak-gerik shalat al-Adawi tiba-tiba muncul di hadapan mereka seekor singa dari sebelah timur hutan. Melihat singa sedang mengendap-ngendap di hadapannya mengarah kepada al-Adawi, Ja’far kaget merasa takut singa itu akan memangsa mereka berdua.

Seketika itu, Ja’far langsung terperanjat pada sebatang pohon yang tinggi untuk melindunginya dari serangan singa. Ja’far masih melihat singa tersebut terus mendekati Shilah yang tengah menikmati shalat. Dia seakan tidak menghiraukan singga yang jaraknya tinggal beberapa langkah lagi.

“Dan demi Allah Shilah tidak menoleh kepada singa itu. Ia tidak memedulikan singa yang sedang ada di hadapannya,” kata Ja’far

Ketika mata singa sudah menantap dalam-dalam Shilah, Ja’far mengira ketika sujud pasti Shilah diterkam singa yang terlihat lapar itu.  Namun, dugaannya salah, ketika Shilah bangkit dari sujudnya dan duduk, singa itu berdiri di hadapannya seakan-akan memperhatikannya.

“Ketika ia salam dari shalatnya, ia memegang singa itu dengan tenang dan bibirnya mengucapkan sesuatu yang tidak aku dengar. Dan tiba-tiba saja singa tersebut berpaling darinya dengan tenang dan kembali ke tempat semula.”

Pada saat fajar telah terbit, Shilah bangkit untuk menunaikan shalat fardhu dan kemudia dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar menyelamatkan aku dari neraka. Apakah seorang hamba yang berbuat salah seperti aku ini berani untuk memohon surga kepada-Mu?!”

Ia terus saja mengulang-ulangnya hingga menangis dan membuatku ikut menangis. Kemudian, ia kembali ke pasukannya tanpa ada seorang pun yang tahu. Tampak di mata orang-orang, seakan-akan ia baru bangun dari tidur di kasur.

“Sedangkan, aku kembali dari mengikutinya dan aku merasa (lelah dari) begadang malam. Badan ku menjadi penat. Di tambah ketakutan terhadap singa,” ujar Ja’far.

Keberkahan

Allah SWT telah memberikan banyak keberkahan dalam hidupnya, salah satu di antaranya, yaitu memiliki istri ahli ibadah dan seorang putra yang pemberani. Menjadi suatu kebanggaan kala itu di kalangan umat Islam jika memiliki putra berani berperang melawan musuh Islam.

Kisah ini membuktikan bahwa Allah menjadikan shalat sebagai media untuk menolong hamba-Nya. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS al-Baqarah [2]: 45).

Dalam bahasa Imam Qatadah, orang-orang yang khusyuk adalah mereka yang merendahkan diri, menundukkan jiwa yang diperlihatkan oleh anggota badan dengan diam dan pasrah. “Khusyuk di dalam hati maksudnya adalah sungguh-sungguh dalam melaksanakan shalat dengan memasrahkan diri sepenuhnya,” tuturnya.

Manfaat shalat khusuyuk tersebut, juga akan diperoleh kelak pada hari kiamat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bahwa di antara tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah adalah yang berzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian), kemudian air matanya mengalir.

Sumber: Islam Digest Republika

Ciri Orang Beriman Salatnya Khusyuk

DI dalam surat Al-Mu’minun disebutkan beberapa ciri orang beriman. Salah satunya adalah apabila salat, maka salatnya itu khusyuk. Kutipannya sebagai berikut:

“Telah beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang di dalam salatnya khusyu’.” (QS. Al-Mu’minun: 1-2)

Apabila kita buka kitab tasfir untuk mengetahui apa latar belakang turunnya ayat ini, kita dapati bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beberapa sahabat sebelumnya pernah melakukan gerakan tertentu di dalam salatnya, lalu diarahkan agar tidak lagi melakukannya. Bentuk arahannya adalah menerapkan salat yang khusyuk.

Dari Abi Hurairah berkata bahwa dahulu Rasulullah bila salatmengarahkan pandangannya ke langit. Maka turunlah ayat: yaitu orang yang di dalam salatnya khusyuk. Maka beliau menundukkan pandangannya. (HR. Al-Hakim)

Ibnu Maradawaih meriwayatkan bahwa sebelumnya Rasulullah menoleh saat salat. Saad bin Manshur dari Abi Sirin meriwayatkan secara mursal bahwa Rasulullah sebelumnya salat dengan memejamkan mata, lalu turunlah ayat ini. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan mursal bahwa para sahabat dahulu pernah salat dengan memandang ke langit lalu turunlah ayat ini.

[Lihat tafsir Al-Baidhawi halaman 451 dan Tasfir Al-Munir oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 18 halaman 10]

INILAH MOZAIK

Kiat Khusyuk dalam Shalat

Shalat merupakan perintah wajib yang menjadi amalan pertama saat dihisab. Karenanya, saat mendirikan shalat kita harus benar-benar khusyuk. Tetapi terkadang sulit bagi kita mencapai kekhusyukan tersebut.

Sebagai manusia biasa kita dipenuhi oleh segala aktivitas dan masalah kehidupan yang pastinya banyak menyita waktu dan juga pikiran. Dan masalah tersebut sering terbawa saat hendak sholat membuat ibadah kita menjadi kurang khusyuk.

Dalam buku Sehat Tanpa Obat yang dituls oleh DR, H. Brilianto M. Soenarwo dan KH. Muhammad Rusli Amin, MA, dijelaskan terdapat kiat-kiat agar sholat menjadi khusyuk sebagaimana para ulama menyebutkannya,

1. Menyerahkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara total, saat kita shalat sikap pasarh, berserah diri, secara total sudah sewajarnya kita lakukan. Menumbuhkan kesadaran, betapa kita memerlukan bantuan dan pertolongan dari-Nya. Segala yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan kehendak dari-Nya.

2. Merasa sebagai makhluk paling hina di alam semesta, ketika kita shalat terkadang kita masih membawa jabatan dunia. Merasa bahwa dirinya harus dihormati karen ajabatan yang dia miliki. Rasa seperti inilah yang harus dihapus saat mendirikan sholat. Bahkan kita harus merasa sebgai makhluk yang paling hina dihadapan-Nya.

3. Mengharap Rahmat dan Kasih Sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala, ketika sholat sudah selayaknya mengantarkan kita pada fase “kefakiran”. Saat shalat kita sedang berhadapan dengan Allah yang memiliki atas segalanya. Maka memintalah rahmat dan kasih sayang dari-Nya.

4. Takut akan keras dan pedihnya azab Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas dosa-dosa kita, sepeti yang tercermin pada kulit Ali bin Al-Hasan yang menjadi pucat pasi karena takut  saat hendak sholat. Rasa takut tersebut harus kita munculkan, ingat kita ini adalah makhluk pendosa, yang banyak berbuat khilaf dan dosa. Bayangkan kepedihan akan azab dari dosa kita selama ini.

5. Membayangkan nikmatnya Surga, selain membayangkan azab dari dosa, kita juga perlu membayangkan akan nikmatnya surge. Dengan begitu akan menimbulkan harapan dan optimism di dalam hati kita, dan akan mendorong kita memperbanyak amalan yang nantinya akan mengantarkan kita ke surga.

6. Mendambakan kebahagian melihat “Wajah” Allah Subhanahu Wa Ta’ala di akhirat nanti, tidak ada kebahagian bagi seorang hamba yang melebihi kebahagian dapat melihat “Wajah” Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena Allah sunggh-sungguh akan memperlihatkan “Dirinya” kepada hamba-hamba-Nya yang dirahmati.

 

REPUBLIKA

Cara Mengobati Lintasan Pikiran ketika Salat

DALAM hadis dari Utsman bin Abil Ash radhiallahu anhu, Beliau mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk mengadukan gangguan yang dia alami ketika salat. Kemudian, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Itu adalah setan. Namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguannya dan meludahlah ke kiri tiga kali.” Kata Utsman, “Aku pun melakukannya, kemudian Allah menghilangkan gangguan itu dariku.” (HR. Muslim 2203)

Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita dua cara untuk menghilangkan gangguan setan dalam salat:
– Memohon perlindungan kepada Allah, dengan membaca taawudz (audzu billahi minas syaithanir rajim). Bacaan ini dilafalkan, bukan di batin. Ini hukumnya diperbolehkan dan tidak membatalkan salat.
– Meludah ringan ke kiri, dengan cara meniupkan udara yang mengandung sedikit air ludah. Ini diperbolehkan, dengan syarat tidak mengganggu orang yang berada di sebelah kirinya dan tidak mengotori masjid.

 

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372162/cara-mengobati-lintasan-pikiran-ketika-salat#sthash.1Tn7EjuE.dpuf

Menikmati Shalat

Satu waktu, Rasulullah SAW masuk masjid. Lalu, seorang lelaki masuk dan melakukan shalat. Setelah selesai, ia datang dan memberi salam kepada Rasulullah SAW. Beliau menjawab salamnya lalu bersabda, “Ulangilah shalatmu, karena sesungguhnya engkau belum shalat.

Lelaki itu kembali shalat seperti shalat sebelumnya. Setelah shalatnya yang kedua, ia mendatangi Nabi SAW dan memberi salam. Rasulullah SAW menjawab, “Wa’alaikassalam.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Ulangilah shalatmu, karena sesungguhnya engkau belum shalat.

Sehingga orang itu mengulangi shalatnya lagi, total jadi tiga kali. Lelaki itu berkata, “Demi Zat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, saya tidak dapat mengerjakan yang lebih baik daripada ini semua. Ajarilah saya!”

Rasul yang mulia itu lalu bersabda, “Bila engkau melakukan shalat, bertakbirlah. Bacalah bacaan dari Alquran yang engkau hafal. Setelah itu, rukuk hingga engkau tenang dalam rukukmu. Bangunlah hingga berdiri tegak. Lalu bersujudlah hingga engkau tenang dalam sujudmu. Bangunlah hingga engkau tenang dalam dudukmu. Kerjakanlah semua itu dalam seluruh shalatmu.

Subhanallah, sahabatku, inilah dalil bolehnya mengulangi shalat sampai merasakan kekhusyukan. Sungguh shalat yang yakin ditatap Allah dan sadar bahwa sedang berhadapan dengan Allah (QS asy-Syuaro: 218-220) sehingga setiap bacaan menjadi doa dan terasa sedang berdialog dengan-Nya akan membuat shalat kita thumakninahdan khusyuk, tenang, damai, sejuk, nyaman, nikmat, indah, bahagia dan buahnya adalah akhlak mulia (QS al-Ankabut: 45).

Dalam shalat, kita dituntut sebisa mungkin untuk mendirikannya dengan khusyuk. Sebab dengan khusyuk, amal ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT, terhapus dosa-dosa kita, dan segala perilaku serta ucapan kita terjaga dari kemungkaran dan kefasikan.

Khusyuk menjadi bukti keikhlasan seorang hamba. Karena hanya mereka yang ikhlas beribadah karena Allah dan shalat karena-Nya yang dapat melakukan khusyuk secara sempurna. Tanpa keikhlasan, maka seseorang hanya melakukan kekhusyukan palsu atau yang sering disebut kekhusyukan dusta.

Lalu, bagaimana caranya agar mudah khusyuk dalam shalat? Pertama, menghadirkan hati. Sadarlah bahwa dirinya sedang bermunajat, sedang berdiri berhadapan langsung dengan Sang Maha Kuasa, berdialog tanpa batas apa pun.

Maka dalam keadaan seperti itu, yakinlah bahwa Allah sedang melihat, memperhatikan dan mengawasi gerak-gerik shalat kita. Maka alangkah bodohnya kita, jika kita sedang berhadapan langsung seperti itu, kita tidak merasa takut atau bergetar dengan keberadaan-Nya di hadapan kita.

Kedua, anggaplah saat itu adalah shalat yang terakhir. Agar makin khusyuk, anggaplah bahwa shalat tersebut adalah yang terakhir kali kita lakukan karena bisa jadi usai shalat Allah mencabut nyawa kita.

Atau bayangkan, pada saat kita sedang mengambil wudhu tiba-tiba datang malaikat maut menghampiri kita dan mengabarkan bahwa usai shalat nanti dia akan mencabut nyawa kita. Subhanallah. Kita lanjut di kesempatan lain.

 

Oleh: Muhammad Arifin Ilham

sumber: Republika Online