Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah meminta keberadaan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) harus dapat mempermudah pelaksanaan tugas layanan ibadah haji. Layanan dimaksud, sejak dari pendaftaran, pemberangkatan, pemulangan, bahkan sampai pada pembatalan keberangkatan calon jamaah haji.
“Kalau tak ada Siskohat, saya tidak bisa bayangkan, PMA 29/2015 ini bisa jalan sesuai harapan. Sebab, tanpa perangkat komputer, memangkas prosedur pendaftaran dari empat kali menjadi dua kali, tentu tidaklah mudah,” demikian penegasan Abdul Djamil Entah di hadapan puluhan peserta Bimbingan Teknis Pengelolaan Siskohat Pusat dan Daerah di Bandung, Senin (09/05) malam.
Menurutnya, penyelenggaraan ibadah haji bukan hal mudah. Dari sisi sebaran lokasi jamaah saja misalnya, lanjut Djamil, rentang wilayah Indonesia sangat luas dan tempat tinggal jamaah tersebar dari Sabang sampai Merauke. Belum lagi jika dilihat dari tingkat pendidikan calon jamaah haji dan jumlah pendaftar haji yang sangat besar sementara kuotanya terbatas hingga berimplikasi pada antrian yang panjang.
Dengan segala keragaman jemaah itu, maka kehadiran Siskohat sangat membantu pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada jamaah. “Setelah adanya Siskohat yang salah satunya berperan dalam mengatur administrasi data jamaah, tugas pelayanan menjadi semakin mudah. Apalagi, sudah terkoneksi secara online ke seluruh Indonesia, membuat penyelenggaraan haji menjadi kian mudah,” kata Djamil.
Ditambahkannya, sistem yang dibangun berbasis pada teknologi komunikasi dan perangkat komputer, memang harus dapat memudah pelayanan, termasuk dalam sinergi dengan pihak perbankan. “Kalau misalnya ada bank yang belum siap, nggak usah pusing. Tinggalkan saja bank itu. Cari yang sudah siap,” tegas Abdul Djamil.
Namun demikian, Djamil mengingatkan bahwa secanggih apapun sistem komputerisasi yang dibuat, kalau yang duduk di belakang meja kurang mengikuti perkembangan teknologi informasi, maka tidak bisa jalan. Karenanya, mantan rektor IAIN Walisongo Semarang ini mengingatkan para pejabat haji di daerah untuk tidak salah dalam menempatkan operator Siskohat sehingga tidak efektif. “Diberi perangkat Siskohat tidak bisa dipakai, atau sering komplain dengan alasan alatnya rusak, padahal karena SDMnya tidak bisa mengoperasikan sesuai dengan perkembangan zaman,” ujarnya.
Djamil menegaskan, perangkat Siskohat di kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota tidak boleh menjadi barang tua atau pajangan elektronik semata. “Saya nggak mau lagi begitu. Harus difungsikan. Kalau rusak, segera laporkan secara tertulis ke kanwil dan pusat,” tegasnya. (sinhat/mkd/mkd)