Budaya Suap: Tradisi Mendarah Daging Bangsa Yahudi

Tahukah kita, bahwa budaya memberi suap dan uang sogok adalah budaya dan tradisi yang mengakar kuat (mendarah daging) di kalangan bangsa Yahudi? Allah Ta’ala berfirman,

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu (orang-orang Yahudi) adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan ‘as-suht’ (QS. Al-Maidah [5]: 42).

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ([as-suht] السحت)  adalah harta haram, yaitu risywah (uang suap atau uang sogok) (Tafsir Jalalain, 1/144).

Ibnu Katsir rahimahullah juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ([as-suht] السحت)  adalah harta haram, yaitu risywah, sebagaimana penjelasan shahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu (Tafsir Ibnu Katsir, 3/106).

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata tentang ayat di atas,

كَانَ الْحَاكِمُ مِنْهُمْ إِذَا أَتَاهُ أَحَدٌ بِرُشْوَةٍ جَعَلَهَا فِي كُمِّهِ فَيُرِيهَا إِيَّاهُ وَيَتَكَلَّمُ بِحَاجَتِهِ فَيَسْمَعُ مِنْهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَى خَصْمِهِ، فَيَسْمَعُ الْكَذِبَ وَيَأْكُلُ الرُّشْوَةَ. وَعَنْهُ أَيْضًا قَالَ: إِنَّمَا ذَلِكَ فِي الْحَكَمِ إِذَا رَشَوْتَهُ لِيُحِقَّ لَكَ بَاطِلًا أَوْ يُبْطِلَ عَنْكَ حَقًّا

Para hakim dari kalangan bangsa Yahudi dulu, jika mereka didatangi seseorang (salah satu pihak yang memiliki perkara atau bersengketa, pen.) dengan membawa uang suap yang disembunyikan di balik lengan bajunya untuk kemudian diperlihatkan (uang suap tersebut) kepada sang hakim, maka orang yang membawa uang suap itu lalu menyampaikan keperluannya (yaitu, menyampaikan tuntutannya). Hakim (yang sudah disuap tersebut, pen.) hanya mendengarkan perkataan orang yang memberi suap dan tidak melihat kepada kasus yang mereka tangani (artinya, tidak memperhatikan lagi pihak lawan yang tidak membawa suap). Mereka suka mendengar perkataan dusta dan memakan uang suap.” Beliau rahimahullah juga berkata,”Yang demikian itu hanyalah dalam masalah hukum. Mereka disuap untuk mengubah yang salah menjadi benar, atau mengubah yang benar menjadi salah” (Tafsir Al-Baghawi, 3/58).

Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (QS. An-Nisa [4]: 60).

Di dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan sebab turunnya ayat di atas. Al-Qurthubi menyebutkan riwayat dari Asy-Sya’bi yang mengatakan,

كان بين رجل من المنافقين ورجل من اليهود خصومة، فدعا اليهودي المنافق إلى النبي صلى الله عليه وسلم، لأنه علم أنه لا يقبل الرشوة. ودعا المنافق اليهودي إلى حكامهم، لأنه علم أنهم يأخذون الرشوة في أحكامهم، فلما اختلفا اجتمعا على أن يحكما كاهنا في جهينة

“Terjadi sengketa antara seorang Yahudi dan seorang munafik (orang Yahudi yang pura-pura masuk Islam). Maka orang Yahudi mengajak orang munafik untuk mendatangi Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam (untuk memutuskan sengketa di antara mereka, pen.) karena dia mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam tidak menerima uang suap. Sedangkan orang munafik tadi mengajak si Yahudi untuk mendatangi hakim dari kalangan bangsa Yahudi, karena dia tahu bahwa hakim dari kalangan Yahudi bisa disuap ketika membuat putusan. Ketika mereka berbeda pendapat (siapa yang didatangi), akhirnya mereka bersepakat untuk mendatangi seorang dukun di daerah Juhainah”  (Tafsir Al-Qurthubi, 5/623).

Allah pun lalu menurunkan ayat di atas untuk mencela keduanya: (1) “Orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu” adalah orang munafik; dan (2) “dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu” adalah orang Yahudi.

Al-Qurthubi juga menyebutkan jalur riwayat dari Adh-Dhahak yang menjelaskan bahwa thaghut (dukun) yang didatangi oleh orang Yahudi dan orang munafik tadi adalah Ka’ab bin Al-Asyraf (Tafsir Al-Qurthubi, 5/623). Di dalam Tafsir Jalalain juga disebutkan bahwa keduanya kemudian mendatangi Ka’ab bin Al-Asyraf  (Tafsir Jalalain, 1/144).

Demikianlah, budaya sogok-menyogok dalam membuat putusan hukum, ternyata budaya warisan turun-temurun dari bangsa Yahudi. Kita mencela dan melaknat orang-orang Yahudi, namun justru kita sendiri (mungkin) mengikuti budaya mereka, tanpa kita sadari. Wallahu a’lam.

***

Selesai disusun di malam hari, Masjid Nasuha ISR Rotterdam, 17 Shafar 1436

Yang selalu mengharap ampunan Rabb-nya,

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/24040-budaya-suap-tradisi-mendarah-daging-bangsa-yahudi.html

Menyogok Masuk PNS (Kerja) dan Hukum Gajinya

Hukum menyogok untuk masuk kerja

Menyogok untuk masuk kerja tentu tidak diperbolehkan dalam Islam dan hukumnya adalah haram. Kita dapati ada oknum (segelintir orang) yang berusaha untuk menyogok agar bisa diterima oleh PNS (semoga tidak terjadi lagi di negara kita tercinta Indonesia). Mereka berpikir tidak apa-apa menyogok dengan jumlah uang yang besar untuk masuk PNS. Sangkaan mereka bahwa ketika jadi PNS, maka hidup mereka akan terjamin oleh negara sampai mati, bahkan ada pesangon untuk anak dan istri sepeninggalnya.

Memberikan sogok (suap) dan menerima sogokan (suap) adalah dosa besar dan mendapat laknat. Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ

“Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”. [HR. Abu Daud, shahih]

Kerusakan di muka bumi ini terjadi karena merajalelanya sogok dan suap. Allah Ta’ala berfirman mengenai sifat orang Yahudi,

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram.” [Al-Maidah : 42]

Maksud memakan yang haram (أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ) yaitu suap dan sogok. Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya,

أي : الحرام ، وهو الرشوة كما قاله ابن مسعود وغير واحد أي : ومن كانت هذه صفته كيف يطهر الله قلبه؟ وأنى يستجيب له

“Yaitu harta yang haram berupa sogok/suap sebagaimana perkataan Ibnu Mas’ud dan yang lainnya. Apabila ada orang yang bersifat dengan sifat ini, bagaimana Allah akan membersihkan hatinya? Bagaimana bisa doanya dikabulkan?” [Tafsir Ibnu Kastir]

Demikian juga Allah berfirman agar manusia jangan saling memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang haram. Termasuk dalam hal ini adalah harta dari suap/sogok.

Allah berfirman,

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).

Bagaimana hukum gaji apabila dahulunya masuk kerja dengan cara menyogok atau menyuap?

Dalam hal ini dirinci, perlu dibedakan antara hukum masuk kerja dengan cara menyogok dan gaji yang didapatkan setelah dia bekerja. Rinciannya sebagai berikut:

Pertama:

Apabila ia tidak ahli dan tidak kompeten dalam pekerjaan tersebut, maka dia harus mengundurkan diri dan gajinya adalah haram

Bisa jadi dia menyogok karena tidak ahli/kompeten atau bukan bidangnya (tidak profesional) dalam pekerjaan tersebut, akan tetapi karena dia menyogok, maka ia diterima pada pekerjaan tersebut. Dalam hal ini dia harus bertaubat dan segera mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut, karena dia telah melakukan kedzaliman bekerja bukan pada keahliannya. Sebuah amanah pekerjaan harus diserahkan pada ahlinya.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisa`: 58)

Kedua:

Apabila ia ahli dan kompeten dalam pekerjaan tersebut, maka ia harus bertaubat dari menyogoknya, berusaha memperbaiki diri dan gajinya adalah halal

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan bahwa gajinya halal apabila dia adalah seorang yang kompeten dan ahli hanya saja dia harus bertaubat dari perbuatan menyogok.

لا حرج إن شاء الله، عليه التوبة إلى الله مما جرى من الغش، وهو إذا كان قائما بالعمل كما ينبغي ، فلا حرج عليه من جهة كسبه؛ لكنه أخطأ في الغش السابق، وعليه التوبة إلى الله من ذلك

“Tidak mengapa (gajinya halal) –insyaallah- dan wajib baginya bertaubat karena telah melakukan sogok. Hal ini apabila ia mampu (kompeten) melakukan pekerjaan tersebut sebagaimana seharusnya. Tidak mengapa baginya dari sisi pekerjaannya (gajinya), akan tetapi dia telah salah dalam perbuatan sogok sebelumnya dan wajib baginya bertaubat kepada Allah.” [Majmu’ Fatawa 19/31]

Hendaknya ia benar-benar memperhatikan zakat hartanya untuk membersihkan hartanya. Allah Ta’ala berfirman,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)

dan hendaknya banyak bersedekah juga dari gajinya tersebut.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43746-menyogok-masuk-pns-kerja-dan-hukum-gajinya.html