Apakah boleh seorang istri mengambil harta suaminya tanpa ijin? Bagaimana bila suaminya adalah seorang yang pelit dalam memberikan nafkah? Bolehkah mengambil darinya harta untuk keperluan hidup sehari-hari dan kebutuhan anak-anak tanpa ijinnya? Apakah ini sama dengan mencuri?
Nah, terkait dengan mengambil harta suami tanpa ijin, berikut ini ada beberapa fatwa ulama mengenainya :
س : أنا زوجة وزوجي يرفض الإنفاق علي أو إعطائي مالا لأنفقه على أولادي، وعندما ينتهي ما معي من مال آخذ من ماله بدون علمه لحاجتي إليه وحاجة أولادي، فهل علي إثم؟
Pertanyaan : Saya adalah seorang istri, dan suami saya tidak memberikan nafkah pada saya dan anak-anak saya. Terkadang kami mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya, untuk kebutuhan saya dan anak-anak saya. Apakah saya berdosa karenanya?
ج : إذا كان الواقع كما ذكرت من أنك تأخذين لحاجتك وحاجة أولادك جاز لك أن تأخذي بالمعروف ما يكفي لحاجتك وحاجة أولادك, لما ثبت أن زوجة أبي سفيان قالت: صحيح البخاري النفقات (5049)، صحيح مسلم الأقضية (1714)، سنن النسائي آداب القضاة (5420)، سنن أبو داود البيوع (3532)، سنن ابن ماجه التجارات (2293)، مسند أحمد بن حنبل (6/206)، سنن الدارمي النكاح (2259). يا رسول الله: إن أبا سفيان رجل شحيح، وليس يعطيني ما يكفيني وولدي إلا ما أخذت منه وهو لا يعلم، فقال صلى الله عليه وسلم: خذي ما يكفيك ويكفي ولدك بالمعروف. وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
Jawaban :
Jika situasinya adalah seperti yang Anda sebutkan tadi, yaitu Anda mengambil untuk kebutuhan Anda dan anak-anak Anda, maka boleh bagi Anda untuk mengambilnya (tanpa sepengetahuan suami Anda) sebanyak yang Anda butuhkan dan anak-anak Anda butuhkan dengan cara yang baik (yaitu tidak berlebihan, secukupnya saja – pent). Sebagaimana ada riwayat¹ (dari ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha) bahwa istri Abu Sufyan yakni Hindun binti ‘Utbah mengadu kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang pelit. Ia tidak memberiku (nafkah) yang mencukupiku dan anak-anakku, kecuali apa yang kuambil darinya tanpa sepengetahuannya,”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda : “ambillah dari hartanya dengan cara yang baik sebanyak yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu,”.
Hanya Allah-lah Pemberi petunjuk.²
Jadi dari jawaban di atas, diperbolehkan bagi seorang istri untuk mengambil harta suaminya tanpa ijin bila suaminya pelit dan tidak memberikan nafkah secara cukup, padahal suaminya mampu. Hal ini tidak sama dengan mencuri, dan tidak berdosa karenanya, karena apa yang diambil adalah hak istri dan anak-anaknya. Dengan catatan, mengambilnya pun harus sesuai dengan kadar kebutuhan, tidak berlebih-lebihan, tidak untuk berfoya-foya. Dan alangkah lebih baiknya bila hal semacam ini dikomunikasikan terlebih dahulu dengan baik antara suami-istri. Yaitu, istri sebaiknya mengingatkan suaminya untuk tidak lalai, tidak pelit dalam memberikan hak istri dan anak-anaknya. Dengan demikian ada amar ma’ruf nahi munkar di antara keduanya. Namun bila sudah diingatkan, suami tetap melalaikan hak istri dan anak-anaknya, maka diperbolehkan mengambil hartanya tanpa ijin. Wallahu a’lam.
Keterangan :
1. صحيح البخاري النفقات (5049)، صحيح مسلم الأقضية (1714)، سنن النسائي آداب القضاة (5420)، سنن أبو داود البيوع (3532)، سنن ابن ماجه التجارات (2293)، مسند أحمد بن حنبل (6/206)، سنن الدارمي النكاح (2259)
2. Lajnah Daimah lil buhuts al-ilmiyyah wal ifta’, yang diketuai oleh Syaikh Ibnu Baaz, Fatwa No 17612
Sumber :
- diterjemahkan dari http://www.hadith.al-eman.com/
- Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq, Hal. 520-521