Munculnya Sumur Zamzam

Sebagian besar umat Islam pasti mengenal air zamzam. Air ini akrab dengan umat Islam dan bisa dinikmati karena sering dibawa oleh jamaah haji.

Air zamzam dalam sejarahnya bermula dari kegelisahan Siti Hajar bersama putranya, Ismail, yang ditinggal Nabi Ibrahim AS di sebuah padang tandus. Cerita Siti Hajar yang ditinggal Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam Alquran surah Almaidah (14) ayat 37.

Karena bekalnya habis, Siti Hajar berusaha mencari makanan atau orang-orang yang kemungkinan berada di sekitarnya. Ia pun berlari ke Bukit Marwah, balik lagi ke Bukti Shafa, dan kembali lagi ke Bukit Marwah. Tercatat, tujuh kali dirinya bolak-balik bukit Shafa-Marwah. Apa yang dilakukan Siti Hajar itu kini menjadi salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan umat Islam yang melaksanakan haji, yaitu sai.

Setelah lelah bolak-balik dari bukit Shafa ke Marwah, Siti Hajar mendengar perintah untuk melihat putranya yang sedang menangis dan mengentak-entakkan kakinya ke tanah. Ternyata, entakan kaki Ismail AS berhasil mengeluarkan air yang berlimpah. Siti Hajar pun kemudian berkata, “zamzam (berkumpullah),” hingga akhirnya air berkumpul dan dinamakan zamzam.

Munculnya air dari bekas entakan Nabi Ismail ini kemudian memicu hadirnya serombongan burung-burung di sekitarnya. Melihat adanya burung ini, para kafilah yang juga sedang mencari air segera menuju tempat burung-burung beterbangan itu. Inilah sekelumit singkat awal mula munculnya sumur zamzam.

Digali kembali

Setelah sekian ribu tahun, konon sumur zamzam ini kemudian tertutup karena tidak ada yang merawatnya. Maka, kakek Nabi Muhammad AS, Abdul Muthalib, bernazar untuk menggalinya kembali apabila dirinya dikaruniai banyak anak dan akan mengurbankan salah satunya. Doanya dikabulkan Allah SWT dan ia mempunyai 10 orang anak.

Kemudian, Abdul Muthalib melaksanakan nazarnya. Namun, ia ragu siapa yang akan dijadikan kurban. Lalu, diundilah hingga kemudian muncul nama Abdullah, ayah Nabi Muhammad SAW. Keraguan makin memuncak karena ia sangat menyayangi putra bungsunya ini. Setelah berkali-kali nama Abdullah muncul, ada yang mengusulkan agar nama Abdullah diundi dengan onta. Dan, setelah berkali-kali diundi, selalu muncul nama Abdullah, jumlah onta yang akan dijadikan kurban ditambah hingga 100 ekor onta. Dan, pada undian berikutnya, akhirnya muncullah nama onta yang akan dikurbankan. Karena doanya dikabulkan dan Abdul Muthalib melaksanakan nazarnya, dia pun menggali sumur zamzam tersebut. Karena itu, sumur zamzam disebut pula dengan sumur gali (Dug Water Well).

Ada pula riwayat lain yang menyebutkan bahwa Abdul Muthalib menggali sumur zamzam itu karena adanya perintah yang didapatkan ketika beliau tertidur di Hijir Ismail. Maka, perintah itu beliau laksanakan.  Wa Allahu A’lam.

 

IHRAM

Perawatan Sumur Zamzam

Menurut sejarah, sumur itu, awalnya memiliki dua tangki air. Satu untuk air minum dan satu untuk air wudhu, dengan pagar batu sederhana yang mengelilinginya, laiknya sumur-sumur tradisional di Indonesia.

Kemudian pada era Khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada 771 Masehi, kubah dibangun di atas sumur dengan ubin marmer. Beberapa tahun kemudian dibangun dua kubah kayu yang dihiasi mozaik, satu untuk melindungi sumur dan yang satunya untuk menaungi peziarah.

Di era modern, restorasi besar-besaran dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II di era Utsmaniah pada 1915. Untuk menghindari kerumunan, bangunan sumur zamzam kemudian dipindahkan dari lokasinya yang kini berada di area tawaf, tempat jutaan jamaah mengelilingi Kabah tujuh kali. Tapi jika jamaah jeli masih terlihat tanda bekas lokasi sumur itu di lantai tawaf.

Sumur zamzam dikabarkan digali dengan tangan dengan kedalaman sekitar 30 meter dan diameter antara dua sampai tiga meter. Sejumlah sumber menyebutkan hingga kedalaman 13,5 meter teratas menembus lapisan alluvium Wadi Ibrahim. Lapisan ini, merupakan lapisan pasir yang sangat berpori. Di bawah lapisan alluvial Wadi Ibrahim ini terdapat setengah meter lapisan yang sangat lulus air (permeable), tempat utama keluarnya air-air di sumur zamzam.

Kedalaman 17 meter ke bawah selanjutnya, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit yang banyak di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. Salah satu celah yang mengandung air adalah rekahan yang memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dan ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil ke arah Safa dan Marwa.

Dari uji pemompaan sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 – 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Bila dulu air diambil dengan ember kayu, maka kini air dipompa dari sumur yang terletak dibalik gelas kaca di ruang bawah tanah itu ke seluruh kran air yang jumlahnya ratusan di seantero Masjidil Haram, terutama di antara Bukit Safa dan Marwa.

Sekalipun sumur zamzam dipercaya sebagai air suci, Pemerintah Arab Saudi tidak tinggal diam menyerahkan nasib sumur tersebut pada alam. Sebagaimana imbauan dalam kitab suci bahwa manusia harus selalu berupaya, maka pemerintah negeri kaya minyak itu membentuk sebuah lembaga khusus untuk mengawasi air zamzam pada tahun 90-an, mulai dari kelangsungannya hingga menjaga kualitasnya.

Mengingat, dari tahun ke tahun makin banyak pembangunan hotel pencakar langit di sekitar kawasan Masjidil Haram. Belum lagi beberapa tahun lalu dunia sempat dihebohkan dengan pemberitaan media yang menyebutkan bahwa air tersebut tercermar. Walaupun akhirnya terbantahkan namun upaya perawatan tetap dilakukan.

Apalagi, dengan daerah tangkapan air seluas 60 km2, cekungan yang memasok air ke sumur zamzam dinilai tidak terlampau luas sebagai cekungan penadah hujan sehingga menurut http://www.kelair.bppt.go.id/ sumur tersebut secara hidrologi tetap memerlukan perawatan.

Oleh karena itu, air siap saji yang kini bertebaran di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah konon merupakan air yang sudah diproses sehingga sangat aman diminum bahkan ada yang sudah didinginkan. Namun tentunya proses itu tidak mengubah rasa dan kandungan air tersebut.

Air zamzam secara kasat mata tidak berwarna dan tidak berbau, tetapi memiliki rasa yang berbeda, dengan pH 7,9-8,0, yang menunjukkan bahwa itu adalah basa sampai batas tertentu.

Dengan segala kisahnya, air zamzam menjadi barang yang paling dicari setiap musim haji tiba, baik oleh petugas pemeriksaan kopor jamaah di bandara kepulangan atau oleh para tamu yang mengucapkan selamat datang di Tanah Air.

 

 

sumber: Republika Online