Kaum yang Gagal Mengejar Syafaat

Bismillah

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan, Abdul Aziz bin Abdullah menuturkan kepada kami, dia berkata, Sulaiman menuturkan kepadaku, dari Amr bin Abi Amr, dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafa’at Anda pada hari kiamat kelak?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Sungguh aku telah mengira, wahai Abu Hurairah, bahwasanya tidak ada seorang pun yang akan menanyakan masalah hadis ini sebelum engkau. Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dari hati atau jiwanya.” (lihat Shahih Al-Bukhari bersama Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamd, 1: 233)

Di antara faedah hadis di atas adalah menunjukkan keutamaan yang ada pada diri Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu. Hadis ini juga menunjukkan besarnya keutamaan bersemangat dalam menimba ilmu syari’at. Demikian makna keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah. (lihat Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamd, 1: 233)

Di dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan ‘Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaha illallah.’ Kata-kata ini mengandung makna bahwa orang musyrik (kafir) tidak termasuk di dalamnya. Adapun kata-kata ‘dengan ikhlas’, maka di dalamnya terkandung faedah bahwa orang munafik tidak termasuk kategori orang yang akan meraih janji dan keutamaan yang disebutkan di dalam hadis ini. (lihat Fath Al-Bari tahqiq Syaibatul Hamd, 1: 234)

Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Di antara pelajaran yang bisa dipetik dari hadis ini adalah bahwasanya orang-orang yang akan memperoleh syafa’at adalah kaum yang ikhlas (bertauhid) saja. Mereka adalah orang-orang yang membenarkan keesaan Allah dan beriman kepada para rasul-Nya, sebagaimana ditunjukkan oleh sabda beliau ‘alaihis salam, ‘ikhlas dari hati atau jiwanya.’” (lihat Syarh Shahih Al-Bukhari Li Ibni Baththal, 1: 176)

Salah menempuh jalan

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ 

“Orang-orang yang menjadikan selain-Nya sebagai penolong (sesembahan), mereka itu mengatakan, ‘Tidaklah kami beribadah kepada mereka itu, melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah pasti memberikan keputusan di antara mereka dalam apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang pendusta lagi sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3)

Syekh Ibnu Baz rahimahullah menjelaskan, “Maknanya adalah bahwa mereka tidaklah beribadah kepada nabi-nabi dan orang-orang saleh, kecuali supaya mereka itu mendekatkan dirinya kepada Allah sedekat-dekatnya.” (lihat Syarh Qawa’id Arba’ Ibnu Baz, hal. 16)

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Allah telah menyebut mereka di dalam ayat ini dengan sebutan para pendusta dan kafir. Maka, ini menunjukkan bahwa ibadah yang mereka lakukan kepada sesembahan-sesembahan itu dengan alasan untuk mencari kedekatan diri adalah suatu kekafiran dan kemurtadan, meskipun mereka tidak mengatakan bahwa sesembahan-sesembahan itu bisa mencipta dan memberikan rezeki…” (lihat Syarh Qawa’id Arba’ Ibnu Baz, hal. 16)

Kejadian semacam ini pun banyak menimpa pengikut tarekat sufi. Syekh Shalih As-Suhaimi hafizhahullah berkata, “Sebagian thaghut pemilik tarekat menanamkan di dalam benak pikiran pengikut-pengikutnya bahwa barangsiapa yang tidak memiliki syekh/guru yang menjadi perantara antara dirinya dengan Allah, maka amalnya tidak akan sampai kepada Allah. Mereka juga mengatakan, ‘Barangsiapa yang tidak punya syekh/guru tarekat, maka gurunya adalah setan.’ Maka, kita katakan kepadanya, ‘Barangsiapa yang mengangkat syekh, lalu dia menujukan ibadah kepadanya sehingga menjadi sekutu (tandingan) bagi Allah, dia menjadikannya sebagai perantara (antara dirinya dengan Allah), dia meminta diberi syafa’at dengan perantaranya, bernazar kepadanya, atau menyembelih untuk dipersembahkan kepadanya, maka orang seperti inilah yang gurunya adalah setan.” (lihat Syarh Qawa’id Arba’ oleh Syekh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi, hal. 11)

Syekh Muhammad Raslan hafizhahullah berkata, “Maka, orang-orang musyrik yang disebut oleh Allah sebagai kaum musyrikin, dan Allah tetapkan bahwa mereka dihukum kekal di neraka, mereka tidak mempersekutukan Allah dalam hal rububiyah. Sesungguhnya mereka itu hanyalah berbuat syirik dalam hal uluhiyah. Mereka sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa sesembahan-sesembahan mereka itu adalah sesembahan yang mandiri atau berdiri sendiri. Mereka mengatakan bahwa ‘sesembahan itu semua hanya akan menjadi sarana (perantara) bagi kami untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi penghubung antara kami dengan Allah.’…” (lihat Syarh Qawa’id Arba’ oleh Syekh Raslan, hal. 18)

Allah berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ

“Mereka itu beribadah kepada selain Allah, sesuatu yang tidak mendatangkan marabahaya maupun manfaat bagi mereka, dan mereka mengatakan, ‘Mereka ini adalah pemberi syafa’at bagi kami di sisi Allah.’.” (QS. Yunus: 18)

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menafsirkan, “Maksudnya adalah mereka itu biasa beribadah kepada mereka (sesembahan selain Allah) dengan harapan untuk bisa mendapatkan syafaatnya di sisi Allah.” (Tafsir Ath-Thabari, sumber: http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura10-aya18.html)

Kedua ayat di atas mengandung pelajaran bahwa banyak orang berbuat syirik dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan syafa’at di sisi-Nya. Tidaklah diragukan bahwa mendekatkan diri kepada Allah adalah perkara yang terpuji apabila hal itu dilakukan dengan cara-cara yang Allah ridai. Adapun mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembah selain Allah, maka hal ini justru membuat pelakunya dimurkai oleh Allah.

Begitu pula mendapatkan syafa’at adalah keinginan yang terpuji. Akan tetapi, syafa’at tidak akan diberikan, kecuali bagi orang yang bertauhid. Oleh sebab itu, orang yang berdoa kepada selain Allah tidak akan mendapatkan syafa’at itu karena dia telah berbuat syirik kepada-Nya.

Ibadah adalah hak Allah semata. Tidak boleh menujukan ibadah (apakah itu doa, istighotsah, nazar, sembelihan, dsb) kepada selain Allah. Allah berfirman,

وَأَنَّ ٱلۡمَسَـٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدࣰا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru/berdoa bersama dengan Allah ada (sesembahan) yang lain, siapa pun ia.” (QS. Al-Jin: 18)

Maka, tidak boleh berdoa kepada penghuni kubur, wali yang sudah mati, jin atau nabi dengan alasan untuk menjadikan mereka sebagai perantara dalam beribadah kepada Allah atau untuk mendapatkan syafa’at. Ini adalah alasan-alasan yang tertolak di dalam Islam.

Hukum berdoa kepada selain Allah

Syekh Faishal Al-Jasim hafizhahullah menyebutkan 3 keadaan di mana berdoa kepada selain Allah itu dihukumi termasuk perbuatan syirik :

Pertama, apabila dia berdoa (meminta) kepada makhluk sesuatu yang tidak dikuasai, kecuali oleh Allah, seperti memberi petunjuk ke dalam hati, mengampuni dosa, memberikan keturunan, menurunkan hujan, dsb.

Kedua, apabila dia berdoa kepada orang yang sudah meninggal dan meminta kepadanya.

Ketiga, apabila dia berdoa kepada orang yang gaib (tidak hadir) dan tidak berhubungan dengannya dengan sarana telekomunikasi. Karena tidak ada yang bisa meliputi semua suara, kecuali Allah. Tidak ada yang bisa membebaskan dari kesulitan dari jarak jauh, kecuali Allah. Karena hanya Allah yang mampu mendengar semua suara dari mana pun datangnya. (lihat penjelasan beliau dalam Tajrid At-Tauhid min Daranisy Syirki, hal. 24-26)

Demikian sedikit catatan yang bisa kami sajikan, tentunya dengan taufik dari Allah semata. Semoga bermanfaat bagi kita untuk menjauhkan diri dari syirik dan kekafiran. Wallahul musta’aan.

Alhamdulillah selesai disusun ulang di markas YPIA.

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Cara Meraih Syafa’at di Hari Kiamat

SYAFAAT yang diperoleh seorang muslim akan menjadi saksi amalan kebaikan baginya saat di hari kiamat kelak. Banyak orang yang beranggapan bahwasanya untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah adalah dengan berziarah ke makam beliau.

Padahal yang demikian ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah sendiri. Beliau justru memberi tahu mengenai amalan yang dapat mendatangkan syafaat di hari kiamat kelak. Lantas amalan apa sajakah yang dimaksud? Berikut informasi selengkapnya.

1. Tauhid dan Mengikhlaskan Ibadah Kepada Allah Serta Ittiba’ Kepada Rasulullah SAW

Amalan yang pertama yaitu tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada Allah serta ittiba’ kepada Rasulullah SAW. Tidak dapat dipungkiri bahwa tauhid menjadi salah satu hal terpenting yang harus dimilliki seorang muslim.

Nabi SAW pernah ditanya: “Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaatmu pada hari Kiamat?” Nabi menjawab :

“Yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari Kiamat adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya,” (HR Bukhari, no. 99)

Namun hal yang harus diingat adalah semua perbuatan tersebut harus diiringi dengan keikhlasan hati dalam melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Orang yang ikhlas dalam melaksanakan perintah Allah dalam hal beribadah ataupun amalan kebaikan lainnya maka ia berhak menjadi salah satu orang yang mendapatkan syafaat dari Rasulullah.

2. Shalatnya Sekelompok Orang Muslim Terhadap Mayit Muslim

Amalan selanjutnya yaitu menyolatkan sesama orang muslim. Sekelompok orang yang melakukan hal tersebut akan memperoleh syafaat dari Rasulullah SAW di hari akhir kelak. Hal tersebut sesuai dengan sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang mayit dishalatkan oleh sekelompok orang Islam yang jumlah mereka mencapai seratus, semuanya memintakan syafaat untuknya, melainkan syafaat itu akan diberikan pada dirinya”. (HR Muslim, no. 947, 58).

“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, melainkan Allah akan memberikan syafaat kepadanya”. (HR Muslim, no.948, 59).

Maka dari itu, apabila ada saudara muslim yang meninggal dunia, maka shalatkanlah bersama 100 atau 40 kaum muslim lainnya. Sebab perbuatan yang demikian ini akan mendatangkan syafaat dari Allah SWT tentunya melalui hamba pilihannya yakni Rasulullah SAW.

3. Shalawat Kepada Nabi Muhammad SAW

Amalan ketiga yang sudah jelas mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW adalah dengan bershalawat kepada beliau. Dari Ibnu Mas’ud, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Orang yang paling berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah, yang paling banyak shalawat kepadaku” (HR Tirmidzi, no.484).

“Barang siapa yang bershalawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat,” (HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh imam Al-Mundziri, Al-Haitsami, al-Albani rahimahumullahu. (Shahihul Jami’ : 6357).

Maka berbahagialah orang yang senantiasa bershalawat kepada Rasulullah sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkannya.

4. Puasa, Baik Puasa Wajib Maupun Puasa Sunnah

Selain bershalawat kepada Rasulullah, ternyata menjalankan puasa wajib ataupun sunnah menjadi salah satu jalan untuk mendapatkan Syafaat dari Rasulullah SAW di akhirat kelak. Rasulullah SAW bersabda:

“Puasa dan al Qur`an akan memberi Syafaat kepada seorang hamba pada hari Kiamat kelak. Puasa akan berkata : “Wahai, Rabb-ku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan al Qur`an berkata : “Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at,” (HR Ahmad, II/174; al Hakim, I/554; dishahihkan oleh al Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Haitsami, dll. Lihat Majma’uz Zawaid III/181. Dan Tamamul Minnah, hlm. 394)

Kedua amalan ini, di hari kiamat kelak akan berdoa kepada Allah dan meminta izin kepadanya untuk memberikan Syafaat bagi orang mengalamkan puasa dan membaca Al-Qur’an pada hari kiamat kelak.

5. Senantiasa Berdoa Setelah Adzan

Rasulullah SAW tidak pernah menanggap sepele suatu amalan kebaikan. Bahkan orang yang berdoa ketika ketika adzan akan mendapatkan Syafaat di akhirat kelak dari beliau. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan ‘Ya Allah, Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al wasilah (derajat di surga), dan keutamaan kepada Muhammad, dan bangkitkan beliau, sehingga bisa menempati maqam terpuji yang engkau janjikan’. Maka dia berhak mendapatkan Syafaatku pada hari Kiamat,” (HR Bukhari no.614, dari Jabir bin Abdillah)

6. Memperbanyak Sujud

Memperbanyak sujud juga menjadi salah satu amalan yang mendatangkan syafaat selanjutnya. Maksud dari memperbanyak sujud ialah senantiasa melaksanakan shalat wajib serta teguh pendirian dalam mengerjakan shalat sunnah.

Selain sujudnya shalat wajib dan shalat sunnah, ternyata sujud tilawah ketika membaca ayat-ayat sajadah dan sujud syukur termasuk dalam sujud yang mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda:

Dari Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami, dia berkata: “Aku pernah bermalam bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku mendatangi beliau sambil membawa air untuk wudhu’ beliau. Kemudian beliau berkata kepadaku,’Mintalah’. Aku berkata,’Aku minta untuk dapat menemanimu di surga,’ kemudian beliau berkata, ‘Atau selain itu?’ Aku berkata,’Itu saja’. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Tolonglah aku atas dirimu dengan banyak bersujud” (HR Muslim, no.489, 226).

Tidak hanya akan memperoleh syafaat dari Rasulullah SAW. Ternyata orang yang memperbanyak sujud selama hidupnya juga akan mendapatkan syafaat dari para malaikat. Dalam hadits Shahihain, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersaba:

“Apabila Allah telah selesai memutuskan diantara hamba-hambanya, dan Allah ingin mengeluarkan hamba-hambanya yang terjatuh ke Neraka bagi hamba yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya kepada Allah (maksudnya Ahli Tauhid), Allahpun memerintahkan para malaikat-Nya untuk mengeluarkan hamba-hamba yang menyembah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, maka para malaikat mengeluarkan mereka dari Neraka. Malaikat mengetahui tanda-tandanya dari bekas-bekas sujud dari anggota badannya. Dan Allah juga telah mengharamkan api neraka untuk tidak memakan bekas-bekas sujud dari anggota badan para hambanya. (Shahih, HR. Bukhari (7437), Muslim (182)).

7. Membaca Alquran, Mentadabburinya, dan Mengamalkan Isinya

Amalan selanjutnya yaitu membaca Al-Qur’an, mentadabburinya dan mengamalkan isinya. Amalan Al-Qur’an tersebut akan mendatangakan syafaat bagi mereka yang sungguh-sungguh dalam membaca, memahami dan mengamalkannya. Dari Abi Umamah bahwasannya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Bacalah al Qur`an. Sesungguhnya al Qur`an akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat bagi sahabatnya…” (HR Muslim, no.804).

8. Tinggal di Madinah, Sabar Tehadap Cobaannya, dan Wafat Disana

Amalan terakhir yang mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW adalah tinggal di Madinah, sabar terhadap cobaannya dan wafat di sana. Hal ini telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya. Beliau bersabda:

“Tidaklah seseorang sabar terhadap kesusahannya (Madinah) kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafaat padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat. Jika dia seorang muslim,” (HR Muslim, no.1374, 477; dari Abu Sa’id al Khudri).

Maka beruntunglah bagi mereka yang senantiasa bersabar ketika mendapatkan cobaan saat berada di Madinah. Sebab Rasulullah SAW akan memberikan syafaat kepadanya. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seseorang dari umatku sabar terhadap cobaan Madinah dan kesusahannya, kecuali aku akan memberikan syafaat padanya atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat,” (HR Muslim, no.1378, 484; dari Abu Hurairah).

“Barangsiapa yang ingin mati di Madinah, maka matilah disana. Sesungguhnya aku akan memberi syafaat bagi orang yang mati disana”. (HR Ahmad, II/74,104; Tirmidzi, no.3917; Ibnu Majah, no.3112; Ibnu Hibban, no. 3741, dari Ibnu Umar. Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”).

Demikianlah informasi mengenai amalan yang mendatangkan syafaat dari Rasulullah SAW. Maka dari itu, sebagai seorang muslim kita harus senantiasa mengamalan amalan di atas, selain agar mendapatkan pahala, syafaat tersebut juga bisa menjadi saksi amalan kebaikan yang telah kita lakukan selama hidup di dunia. []

ISLAMPOS