Karena selalu pergi di akhir tahun, saya beberapa kali melewati pergantian tahun di Tanah Suci dan beberapa negara lain dalam perjalanan lanjutan usai umrah. 2014 di Maroko, 2015 di Istanbul, 2016 di Kairo, dan 2017 di Uzbekistan.
Sewaktu haji tahun 2006, malah tak hanya tahun baru Masehi. Namun, tahun baru Hijriyah pun posisi saya masih ada di Makkah. Tak ada yang istimewa dari keduanya.
Semua aktivitas berjalan seperti biasa. Bahkan, tak banyak yang menyadari kalau hari itu tahun berganti.
Di Saudi hanya ada tiga hari besar yang dirayakan: Idul Fitri, Idul Adha, dan belakangan National Day atau semacam 17 Agustus kita.
Tahun 2013 saya merasakan meriahnya 1 Syawal di sini. Sejak sebelum Subuh, jamaah umrah dan penduduk lokal sudah berduyun-duyun ke masjid. Itu shalat Ied terpagi yang pernah saya alami, karena keluar dari kamar hotel jam 3.00 dini hari.
Setelah shalat Ied, di pelataran masjid orang-orang saling bersalaman memaafkan. Beberapa anak muda membuat atraksi untuk memeriahkan suasana. Kacang goreng yang saya bawa dari Jakarta diserbu jamaah dari berbagai negara.
Perayaan Idul Adha ditandai dengan muktamar akbar di jamarat. Tanggal 10 Dzulhijjah jamaah haji bergerak ke Mina untuk melaksanakan jumrah Aqabah. Beberapa kali momen ini menjadi duka, karena adanya insiden Mina.
Lalu, apa istimewanya tahun baru di Tanah Suci? Tidak ada!
Sarah, perempuan cantik asal Turki yang datang bersama ibunya mengeryitkan dahi ketika saya tanya tentang pergantian tahun semalam. “New year? Today? I didn’t remember at all,” jawabnya.
Begitupun dengan Suryati, jamaah asal Semarang, “Mboten kemutan Mbak, wong ket wingi fokus ngibadah -enggak ingat, Mbak, dari kemarin fokus ibadah-. Mumpung sedang di Tanah Suci, ngibadah sebanyak-banyaknya,” jawabnya dengan logat Jawa yang medok.
Saripah, petugas kebersihan pintu 17 asal Purwakarta yang selalu saya jumpai saat berada di Madinah pun mengungkapkan hal yang sama. “Tidak ada perayaan apapun Bu Hajjah.”
Kemarin sore memang ada kemeriahan, tapi karena bertepatan dengan hari Senin. Setiap Senin dan Kamis ada buka bersama atau iftar jami’an di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Namun, suasananya lebih menyenangkan di Masjid Nabawi karena penduduk Madinah yang merupakan keturunan sahabat Anshar tersohor dengan kedermawanannya dalam menerima para tamu Allah.