Mati Syahid adalah Impian, Tapi Jangan Salah Memahaminya

Hari Natal 2023 tinggal sebentar lagi. Biasanya, momentum Natalan dijadikan oleh orang yang terpapar paham radikal sebagai kesempatan untuk meraih drajat syahid versi mereka sendiri dengan meledakkan bom di gereja atau lingkungan sekitarnya. Laku itu mereka bungkus dengan embel-embel jihad.

Tentu saja anggapan bom bunuh diri sebagai cara terbaik (jihad) untuk mendapatkan status sebagai syuhada adalah sebuah kekeliruan yang amat fatal. Dan kekeliruan ini tentunya akibat indoktrinasi dan ideologisasi agama kelompok radikal.

Dengan demikian, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa di luar sana masih banyak orang yang ‘termakan’ indoktrinasi dan ideologisasi yang dilakukan oleh kelompok radikal. Karena itu, edukasi dan pencerahan terhadap narasi-narasi yang salah tafsir itu harus dilakukan. Kita wajib waspada! Dalam posisi inilah, ulasan ini dibuat agar masyarakat–terutama yang mudah terpapar–tidak salah arah (lagi).

Pahala Mati Syahid yang Menggiurkan

Setiap yang bernyawa pasti akan meninggal dunia (QS. Ali Imran: 185). Dalam Islam, orang yang meninggal dunia dalam keadaan syahid atau mati syahid, maka tempatnya yang paling mulia (surga-Nya).

Oleh karena itu, banyak orang Islam yang berlomba-lomba ingin meninggal dunia dalam keadaan syahid. Sungguh wajar dan merupakan sebuah kemuliaan, bahkan merupakan cita-cita paling agung bagi umat Islam untuk bisa mati syahid.

Sungguh menggiurkan memang pahala yang ditawarkan untuk orang yang mati syahid. Berdasarkan keterangan dari Alquran dan hadist, berikut beberapa keutamaan mati syahid.

Pertama, diampuni dosanya setelah kematiannya. Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Semua dosa orang yang mati syahid diampuni Allah SWT kecuali hutang.” (HR. Muslim).

Kedua, segera diperlihatkan tempat keabadiannya, yakni surga. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu” (QS. Fushshilat, 41:30).

Ketiga, dijaga dan dihindarkan dari api nereka. Tidak hanya dijamin masuk surga. Orang yang meninggal dalam keadaan syahid juga akan dijaga dari bara api neraka.

Keempat, ia akan menyaksikan ganjaran dan kenikmatan surga yang dijanjikan Allah SWT, sebagaimana tertera dalam Al-Quran surah Al-Hadid ayat 19.

Kelima, dikelilingi bidadari. “Seorang syuhada akan memperoleh tujuh kehormatan dari Allah SWT. Ia akan dimaafkan sejak tetesan pertama darahnya. Kepadanya akan diperlihatkan tempatnya di surga. Ia akan dilindungi dari azab kubur. Ia akan dibebaskan dari azab hari kiamat. Diatas kepalanya akan ditaruh mahkota keagungan yang sebuah batu mulianya lebih baik daripada dunia ini dengan segala isinya. Ia dinikahkan dengan 72 bidadari, dan ia akan diizinkan untuk memberikan pertolongan (syafaat) kepada 72 orang kerabatnya.” (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah).

Keenam, diberikan hak untuk memberikan syafaat (pertolongan) kepada 72 orang kerabatnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Dari uraian tentang enam keutamaan yang akan didapatkan oleh orang yang mati syahid di atas, rasanya hampir tidak ada orang Islam yang tidak mau mendapatkannya. Dengan kata lain, semua umat Islam pasti mendambakan untuk bisa mati syahid.

Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah, apakah semua orang bisa mati syahid dan bagaimana bom bunuh diri yang–oleh sebagian kalangan–dianggap sebagai bagian dari gerakan mati syahid?

Untuk menjawab dan menjernihkan pertanyaan tersebut, diperlukan kajian mendalam dan komprehensif guna mendapatkan pemahaman yang benar pula sehingga umat Islam tidak salah-tafsir dan tidak pula salah langkah.

Tidak Semua yang Meninggal Dunia Itu Mati Syahid

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam fath al-Baari Syarah Shahih Bukhary mengatakan bahwa macam-macam orang yang mati syahid tidak hanya mereka yang meninggal sebab berjuang di jalan Allah. Meskipun begitu, masih menurut Ibnu Hajar, yang berjuang di jalan Allah-lah yang menempati derajat paling utama.

Untuk lebih jelas mengenai mati syahid, berikut penulis nukil sebuah hadist: “Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah saw bersabda: Apa yang dimaksud orang yang mati syahid di antara kalian? Para sahabat menjawab, Wahai Rasulullah, orang yang mati terbunuh karena berjuang di jalan Allah itulah orang yang mati syahid. Beliau bersabda: Kalau begitu, sedikit sekali jumlah ummatku yang mati syahid. Para sahabat berkata, Lantas siapakah mereka wahai Rasulullah?

Beliau bersabda: Barangsiapa terbunuh di jalan Allah maka dialah syahid, dan siapa yang mati di jalan Allah juga syahid, siapa yang mati karena suatu wabah penyakit juga syahid, siapa yang mati karena sakit perut juga syahid. Ibnu Miqsam berkata, Saya bersaksi atas bapakmu mengenai hadits ini, bahwa beliau juga berkata, orang yang meninggal karena tenggelam juga syahid,” (HR. Muslim).

Melalui hadist di atas, Rasulullah menyangkal bahwasannya, orang yang mati syahid tidak hanya mereka yang meninggal dunia saat membela agama Allah saja, melainkan orang yang meninggal dunia karena terkena wabah. Bahkan dalam hadist lain, Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang meninggal saat mencari ilmu adalah mati syahid.

Celakanya, hadis-hadis tentang mati syahid, diantaranya sebagaimana yang penulis nukil dalam artikel ini, digunakan oleh kelompok radikal-teroris untuk melegalkan bom bunuh diri. Menurut kelompok ini, bom bunuh diri merupakan cara untuk mendapatkan predikat syahid. Apalagi meledakkan bom tersebut di tengah-tengah aparat negara, yang mereka anggap sebagai ansharut thagut.

Ansharut taghut, bagi kelompok radikal, darahnya halal dan apabila bisa meninggal bersamaan dengan para golongan yang disebut sebagai ansharut taghut itu, maka balasannya surga karena mati syahid.

Pemahaman kelompok radikal di atas bertentangan dengan nilai-nilai agama, bahkan nalar sehat. Mereka sama sekali tidak melihat ajaran Islam secara komprehensif. Mereka seolah menegasikan sabda Nabi: “Barang siapa yang menginginkan mati syahid dengan sungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkannya meskipun ia tidak terluka.”

Selain itu, para teroris dan ‘sekutunya’ benar-benar tidak memahami dengan baik makna jihad fi sabilillah. Jihad di jalan Allah ini maknanya adalah luas sekali, yakni semua amalan yang tidak dilarang yang memiliki tujuan untuk memuliakan agama dan melaksanakan hukum Allah adalah sabilillah serta menjunjung tinggi harkat-martabat manusia.

Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa orang yang menjadikan bom bunuh diri di tempat dan momen tertentu untuk melakukan bom bunuh diri dengan maksud jihad dan meraih status syahid adalah hanya sekedar klaim belaka. Alih-alih masuk surga, pelaku bom bunuh diri kekal di dalam neraka!

ISLAMKAFFAH