Salah satu urutan dalam mentajhiz jenazah ialah memandikan, maka dari itu mari kita ketahui konsep dan mekanismenya, agar kewajiban atau fardhu kifayah ini bisa terselesaikan dan sah. Nah berikut tata cara memandikan jenazah dalam Islam.
Pertama-tama, pastikan terlebih dahulu bahwa jenazah ini masuk pada kategori jenazah yang wajib dimandikan. Sebab jika ia syahid dunia dan akhirat atau syahid dunia saja, maka jenazahnya tidak perlu ditajhiz. Cukup langsung dikebumikan saja, tanpa dimandikan dan disholati.
Yang termasuk syahid duniadan akhirat ialah ia yang meninggal karena peperangan dengan tujuan menegakkan kalimat Allah, adapun contoh dari syahid dunia ialah ia yang juga meninggal sebab berperang di jalan Allah, namun niatnya ia ingin mendapatkan harta rampasan perang.
Jika ia bukan syahid dunia dan akhirat, maka mari kita mandikan dia. Pejamkan terlebih dahulu kedua matanya, lalu pakaikanlah baju yang menutupi auratnya. Kemudian bawalah ke tempat di mana auratnya tidak bisa dilihat orang lain, lalu mandikanlah ia.
Najis yang ada di tubuh mayit dihilangkan, semisal membasuh kedua pantatnya, menghilangkan kotoran dari hidungnya. Jenazah letakkan di tempat yang sepi di atas tempat yang tinggi seperti papan kayu atau lainnya dan ditutup auratnya dengan kain.
Orang yang memandikan memposisikan jenazah duduk sedikit miring ke belakang dengan ditopang tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengurut bagian perut jenazah dengan penekanan agar apa yang ada di dalamnya keluar.
Lalu yang memandikan membungkus tangan kirinya dengan kain atau sarung tangan dan membasuh lubang depan dan belakang si jenazah. Kemudian membersihkan mulut dan hidungnya. Tiga Basuhan pertama, airnya campur dengan sabun atau daun bidara. Jika sudah bersih, basuhlah dengan air mutlak. lalu wudhu’kanlah dia sebagaimana wudhunya orang hidup.
Adapun doa memandikan jenazah laki-laki adalah sebagai berikut;
نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذَاالْمَيِّتِ ِللهِ تَعَالَى
Nawaitul gusla adaa-an ‘an haadzal mayyiti lillahi ta’aalaa.
Artinya: “Saya niat memandikan untuk memenunhi kewajiban dari mayit (laki-laki) ini karena Allah Ta’ala”
Sedangkan Doa Memandikan Jenazah Perempuan adalah
نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالَى
Nawaitul gusla adaa-an ‘an haadzihil mayyitati lillaahi ta’aalaa.
Artinya: “Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari mayit (perempuan) ini karena Allah Ta’ala”.
Pastikan air yang dibuat memandikan jenazah ini air mutlak, yakni air yang suci dan bisa dibuat bersesuci. Paling sedikitnya atau minimum disebut memandikan jenazah ialah meratakan air ke seluruh badannya jenazah. Maka bagaimana caranya, yang memandikan harus memastikan bahwa jenazah tersebut sudah dimandikan secara sempurna.
Yang paling utama jika jenazah tersebut adalah laki-laki, maka yang memandikannya ialah laki-laki juga. Dan yang paling didahulukan ialah orang yang ahli fikih di daerah setempat, atau biasa kita kenal dengan pak modin.
Hanya saja, boleh bagi istri untuk memandikan suami, dan sebaliknya pula. Jika tidak ada yang memandikan jenazah, kecuali orang yang ajnabi (bukan mahram dari pihak jenazah). Maka ia ditayammumi, bukan dimandikan.
Ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan yang meninggal di suatu daerah yang di sana hanya ada pihak ajnabi saja. Adapun dalam konteks jenazah yang tidak memungkinkan untuk dimandikan, semisal badannya terkena luka bakar, maka ia juga ditayammumi.
Dan perlu diketahui, bahwa jika jenazah tersebut sudah dimandikan oleh Malaikat atau Jin, manusia tetap terkena taklif untuk memandikan jenazah tersebut. Hanya saja, menurut Ibnu Hajar al-Haitami, jika ada jenazah yang dimandikan oleh Jin, maka ini dianggap cukup. Dalam artian, manusia tidak perlu memandikannya lagi.
Kemudian dalam konteks bayi yang keguguran, maka hukumnya diperinci. Jika bayi tersebut memampakkan tanda-tanda kehidupan semisal bernafas, bergerak atau menangis, maka ia dihukumi seperti jenazah pada umumnya.
Sedangkan jika bayi itu tidak memampakkan tanda-tanda kehidupan, namun ia sudah berbentuk manusia semisal memiliki kepala dan tangan, maka ia dimandikan juga. Adapun jika hanya sebatas daging saja, maka disunnahkan untuk menguburkannya.
Memandikan jenazah ini hukumnya wajib, jadi kita harus memperhatikan ini. Namun bisa juga menjadi boleh, dalam konteks orang kafir dan bayi yang keguguran, namun belum tampak tanda kehidupan darinya. Bahkan bisa menjadi haram, yakni pada konteks jenazah yang meninggal dalam peperangan membela agama.
Demikianlah sekilas terkait tata cara memandikan jenazah dan konsepnya, materi ini disarikan dari kitab fikih kontemporer karya Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Kaff yang berjudul al-Taqrirat al-Sadidah fi al-Masail al-Mufidah Juz 1 Hal. 371.