Silatan lidah seseorang memang memukau manusia lainnya. Tampilan pakaian yang megah tentu akan menyilaukan para penggemarnya. Berbicara dengan indah dan lantang begitu tertata. Kesan muncul sebagai orang yang baik dan menyenangkan.
Dalam kadar tertentu, seorang bisa menipu orang lain dengan penampilannya. Seolah menjadi sangat alim dan ahli ibadah dengan tampilan yang Nampak relijius. Seolah menjadi sangat dermawan dengan tampilan yang menyuguhkan sedang berbagi. Tapi Tuhan tidak bisa ditipu dengan tampilan fisik. Seseorang bisa merangkai kata indah bisa menarik simpati pendengar, tetapi tidak dengan Tuhan. Tuhan mengetahui isi hati seseorang yang berdusta.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim).
Hadist ini menegaskan ketulusan, keikhlasan, dan niat seseorang dalam menampilkan kebaikan. Kualitas sesungguhnya dari seseorang bukan pada penampilan fisik maupun kekayaan, tetapi kualitas hati dan amal perbuatannya. Kualitas hati dan perbuatan sangat ditentukan oleh niat yang baik.
Hadist ini juga memberikan pelajaran penting tentang kemulian seseorang tidak dinilai dari tampilan dan harta, tetapi dinilai kualitas takwa. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat: 13).
Kebanggaan seseorang itu bukan pada suku, etnis, bahasa serta identitas dan tampilan luar lainnya. Kualitas seseorang ditentukan oleh takwanya. Takwa ditentukan oleh kualitas hati dan amal perbuatan. Hati sebagai hal paling dalam diri seseorang akan menentukan kualitas pribadi seseorang.
“Ingatlah, dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hati adalah inti dari kualitas manusia. Amal kebaikan akan ditentukan oleh keikhlasan dan niat yang murni hanya untuk mengharap ridha Allah. Tuhan tidak melihat pada tampilan tetapi isi hati seseorang. Bukan ibadah luar yang akan dilihat Tuhan, tetapi keikhlasan lah yang akan dinilai.
Tuhan tidak butuh gerakan shalat, tidak butuh daging kurban, tidak butuh semua ritualitas yang nampak. Semua ibadah kembali kepada manusia itu sendiri. Namun, keikhlasan dan ketulusan hati merupakan hal penting yang akan dilihat Tuhan.
Allah juga tidak melihat status kelas, etnik, suku dan segala kebangaan dunia yang layak dibanggakan saat ini. Tuhan tidak melihat itu semua. Di hadapan Tuhan semua manusia adalah setara baik penguasa dan rakyat jelata, baik yang kaya dan kekurangan harta, baik yang dari bangsa Arab atau ajam. Yang membedakan di hadapan Tuhan adalah tingkat takwa.