Tidak Ada Iman tanpa Amal

Syekh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah berkata, “Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu dicari untuk menuju sesuatu yang lain (yaitu amal), sebagaimana halnya sebatang pohon. Adapun amal itu laksana buahnya. Oleh sebab itu, harus mengamalkan agama Islam. Karena orang yang memiliki ilmu, namun tidak beramal itu lebih jelek daripada orang yang bodoh.” (Lihat Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul, hal. 12)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bukanlah letak kebaikan seorang insan itu ketika dia telah mengetahui kebenaran tanpa dibarengi kecintaan kepadanya, keinginan, dan kesetiaan untuk mengikutinya. Sebagaimana kebahagiaannya tidaklah terletak pada keadaan dirinya yang telah mengenal Allah dan mengakui apa-apa yang menjadi hak-Nya (ibadah) apabila dia tidak mencintai Allah, beribadah, dan taat kepada-Nya. Bahkan, orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat kelak adalah orang yang berilmu, namun tidak beramal dengannya. Dan telah dimaklumi bahwa hakikat iman adalah pengakuan (ikrar), bukan semata-mata pembenaran (tashdiq). Di dalam ikrar (pengakuan) itu telah terkandung ucapan hati (qaul qalbi), yaitu berupa tashdiq (pembenaran), dan juga amalan hati (‘amalul qalbi), yaitu berupa inqiyad (kepatuhan).” (Lihat Mawa’izh Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, oleh Syekh Shalih Ahmad Asy-Syami, hal. 92)

Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata, “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, sesungguhnya ilmu bukanlah semata-mata dengan memperbanyak riwayat dan kitab. Sesungguhnya orang yang berilmu adalah yang mengikuti ilmu dan sunah, meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu dan kitabnya banyak.” (Dikutip melalui Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 163)

Amal paling agung

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu. Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, “Amal manakah yang lebih utama?”

Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Lalu, beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?”

Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.”

Lalu, beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?”

Beliau menjawab, “Haji mabrur.” (Lihat Sahih Al-Bukhari bersama Fath Al-Bari, tahqiq Syaibatul Hamdi, 1: 97)

Keterangan hadis:

Ibnu Baththal rahimahullah menjelaskan, berdasarkan hadis di atas bisa disimpulkan bahwa iman itu mencakup ucapan dan amalan/perbuatan. Hal ini didukung oleh jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang amal yang paling utama, lalu beliau menjawab, “Yaitu iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Lihat Syarh Sahih Al-Bukhari li Ibni Baththal, 1: 78)

Ibnu Baththal rahimahullah juga berkata, “Sesungguhnya beliau (Imam Bukhari) ingin memberikan bantahan kepada sekte Murji’ah yang menyatakan bahwa iman itu cukup dengan ucapan tanpa amalan/perbuatan. Beliau ingin menjelaskan sisi kekeliruan dan keburukan keyakinan/akidah serta penyimpangan mereka dari Al-Kitab dan As-Sunnah serta mazhab para imam/ulama.” (Lihat Syarh Sahih Al-Bukhari li Ibni Baththal, 1: 79)

Akidah salaf tentang iman

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Adalah sebuah perkara yang telah disepakati di kalangan para sahabat dan tabi’in serta para ulama setelah mereka yang kami temui. Mereka menyatakan bahwa iman itu mencakup ucapan, amalan, dan niat. Salah satu di antara ketiganya tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan bagian yang lainnya.” (Lihat Aqwal At-Tabi’in fi Masa’il At-Tauhid wa Al-Iman, hal. 1122)

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dicapai semata-mata dengan menghiasi penampilan atau berangan-angan. Akan tetapi, iman adalah apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.” (Lihat Aqwal At-Tabi’in fi Masa’il At-Tauhid wa Al-Iman, hal. 1124)

Ibnu Abi Zamanin Al-Andalusi rahimahullah (wafat 399 H) mengatakan bahwa para ulama ahlusunah menyatakan bahwa iman mencakup keikhlasan kepada Allah dari dalam hati, mengucapkan syahadat dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan disertai niat yang baik dan sesuai dengan sunah/tuntunan. (Lihat Ushul As-Sunnah, hal. 143)

Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani rahimahullah (wafat 386 H) dalam Muqaddimah Risalah-nya mengatakan bahwa iman adalah ucapan dengan lisan, keikhlasan dengan hati, dan diamalkan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan bertambahnya amal dan berkurang dengan berkurangnya amal. (Lihat ‘Aqidatu As-Salaf Muqaddimah Ibni Abi Zaid, hal. 60)

Isma’il bin Yahya Al-Muzanni rahimahullah (wafat 264 H) dalam risalahnya Syarhus Sunnah menyatakan bahwa iman adalah ucapan dan amalan disertai keyakinan di dalam hati, serta ucapan dengan lisan dibarengi amalan dengan anggota badan. Kedua hal ini (iman dan amal) adalah dua hal yang berdampingan. Tidak ada iman tanpa amal dan tidak ada amal tanpa iman. (Lihat Isma’il ibn Yahya Al-Muzanni wa Risalatuhu Syarhus Sunnah, hal. 77-78)

Demikian sedikit kumpulan catatan faedah yang Allah Ta’ala berikan kemudahan bagi kami untuk menyusunnya kembali. Semoga bermanfaat bagi segenap kaum muslimin.

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88370-tidak-ada-iman-tanpa-amal.html