Tiga Biang Pembunuhan, Jauhilah!

Agama Islam memperingatkan ancaman berat terhadap pelaku pembunuhan, inilah 3 biangnya yang perlu dijahui

WASIAT akhir seseorang kepada pihak lain tentu mencerminkan aspek yang dia pandang sangat penting bagi kebaikan si penerima wasiat. Hal ini berlaku bagi orangtua kepada anaknya, guru kepada muridnya, dan pemimpin kepada yang dipimpinnya.

Apalagi pesan terakhir seorang Nabi ﷺ kepada umat yang ditinggalnya. Bisa dibayangkan Rasulullah Muhammad ﷺ disifati oleh Allah SWT dalam al-Qur`an sebagai sosok nabi yang “harishun alaikum bil mukminin raufun Rahim”.

Artinya, Nabi Muhammad ﷺ sangat menginginkan kebaikan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin, saat ia menyampaikan wasiatnya. Dengannya, bisa dipastikan poin yang Nabi ﷺ singgung dalam setiap wasiatnya adalah sesuatu yang tidak boleh diabaikan sama sekali oleh umat Islam.

Selanjutnya, di antara wasiat Rasulullah ﷺ adalah yang disampaikan pada peristiwa Haji Wada’ (haji perpisahan) di Padang Arafah, ketika itu. Nabi ﷺ bersabda: 

لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ

“Janganlah sepeninggalku kalian kembali (seperti) orang kafir, sebagian kalian membunuh sebagian yang lain.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah ﷺ menegaskan demikian, tentu karena tidak ingin kaum Muslimin mundur kembali sebagaimana masa jahiliah dan berujung kepada lemahnya umat penegak risalah tauhid. Sebab bisa dipastikan pembunuhan non-syar’i yang terjadi baik dalam skala massal maupun individual senantiasa dipicu oleh adanya motif yang berakar dari hawa nafsu semata. Tak heran agama Islam memperingatkan dengan ancaman yang berat dan dosa besar pelaku pembunuhan.

Berikut ini beberapa pemicu beserta penawar yang diterangkan al-Qur’an dan al-Hadits terkait dengan kejahatan pembunuhan selama ini. Di antaranya adalah:

Dengki

Motivasi paling klasik sekaligus pendorong utama terjadinya pembunuhan manusia pertama adalah dengki. Dengki adalah benci karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain.

Kisah Qabil yang membunuh saudara sekandungnya Habil adalah bukti atas motivasi jahat ini.  Allah SWT berfirman:

وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ٱبْنَىْ ءَادَمَ بِٱلْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ ٱلْءَاخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): ‘Aku pasti membunuhmu!’. Berkata Habil: ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa’.” (QS: al-Maidah [5]: 27).

Diceritakan ayat di atas, secara nyata dua orang bersaudara hendak melaksanakan kurban. Namun ternyata tak semua pengorbanan tersebut diterima di sisi Allah Ta’ala. Allah hanya menerima dari salah satunya yang benar-benar didasari keikhlasan. Qabil bukannya introspeksi diri, ia justru memperturutkan rasa dengkinya hingga memburu rasa puas dengan membunuh saudaranya.

Penyakit hati demikian sebagai pintu gerbang berbagai macam dosa serta cikal bakal segala keburukan. Kadang disangka sepele padahal penyakit dengki mempunyai hulu ledak yang dahsyat dan menghancurkan. Sasaran utamanya bukan kerabat jauh atau tetangga jauh. Tapi dengki ini merusak hubungan dengan orang-orang terdekat, saudara sekandung, tetangga dekat, dan teman dekat.

Ajaran Sesat

Dasarnya sesat, wajar bila penganut ajaran ini melakukan tindakan-tindakan jahat hingga sampai melenyapkan nyawa orang lain, meski orang lain itu bermaksud tulus membantu menyelamatkan dirinya.

Penyakit ini tidak luput dari seluruh penentang nabi dan rasul. Sebentang panjang risalah tauhid ini ditegakkan, sejauh itu pula hadir kelompok yang selalu menentangnya. Manusia-manusia pilihan Allah SWT itu mereka nilai sebagai orang gila atau pendusta. Mereka juga tak sungkan mencap utusan Allah sebagai tukang sihir dan orang yang mengada-ada.

Akibatnya, kehadiran orang-orang baik dan penyeru kebaikan itu malah disangka menganggu ketentraman, mengguncang stabilitas serta mengacaukan situasi dan kondisi yang sebelumnya dianggap mapan. Tak  aneh, kesimpulan asumsi nyeleneh tersebut membuat para pengikut kesesatan senantiasa bertekad mengenyahkan manusia-manusia terbaik dan pilihan itu dari muka bumi, sekalipun.

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَالْأَحْزَابُ مِنْ بَعْدِهِمْ وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ

“Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu sesudah mereka telah mendustakan (Rasul) dan tiap-tiap umat telah merencanakan makar terhadap Rasul mereka untuk membunuhnya dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu; karena itu Aku azab mereka. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku?” (QS: Ghafir [40]: 5)

Sebagian ahli tafsir menerjemahkan kata “يَأْخُذُوهُ “ dengan “menawannya”, tetapi Imam at-Thabari (Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, XXI/353) dan Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, VII/129) menegaskan bahwa kata tersebut bermakna  “membunuhnya”.

Pernyataan Allah di atas mengungkap satu realitas yang tak terbantahkan. Ajaran sesat benar-benar bagian dari pemicu pembunuhan para nabi yang dilanjutkan dengan semangat menghabisi para pewarisnya dengan segala cara. Makar kuffar kepada kaum Muslimin hingga sekarang dapat disaksikan setiap saat. Mereka tidak akan puas hingga orang beriman menanggalkan imannya atau jika tidak harus meninggalkan dunia ini.

 وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ ٱسْتَطَٰعُوا۟ ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS: al-Baqarah [2]: 217)

Serakah

Untuk urusan serakah ini, Nabi ﷺ mengingatkan umatnya. Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah.

Allah SWT bahkan menegaskan:

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ ٱلنَّاسِ عَلَىٰ حَيَوٰةٍ وَمِنَ ٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِۦ مِنَ ٱلْعَذَابِ أَن يُعَمَّرَ ۗ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا يَعْمَلُونَ

Artinya: Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS: al-Baqarah [2]: 96)

Dalam rangka mengejar dan memburu harta, tak jarang manusia membunuh sesama manusia. Tindakan membegal, merampok dan mencuri  muncul gara-gara tidak puas dengan apa yang dimiliki, tetapi menginginkan pula apa yang dipunyai orang lain. Nabi ﷺ  mengingatkan juga, bahwa dirinya tidak mengkhawatirkan umatnya tertimpa kondisi miskin. Sebaliknya, kondisi melimpahnya hartalah yang Nabi ﷺ khawatirkan. Sebab ia bisa menyuburkan sifat rakus dan semangat untuk berebut harta yang berdampak timbulnya kebencian dan acap berakhir dengan baku bunuh.

Dari Amr bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

فَوالله مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ

“Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka dibinasakan olehnya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam bish shawab.*/Abdul Kholik, LC, Msi

HIDAYATULLAH