Bismillah.
Sebulan lebih, rakyat Gaza mendapatkan gempuran luar biasa dari militer Israel (baca: Yahudi) hingga menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah, seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua. Sekolah, pemukiman penduduk, tempat ibadah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum dihancurkan dengan dalih untuk memburu teroris.
Berbagai negara di dunia, terutama negara muslim, mengecam keras pembantaian dan kebiadaban ini. Tidaklah salah, jika Menteri Luar Negeri Indonesia menyebut perbuatan Israel kepada rakyat Gaza secara khusus dan Palestina secara umum merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan ketidakadilan yang nyata.
Sikap pemerintah Indonesia
Pada kesempatan Sidang Umum PBB di New York 26 Oktober 2023, Menteri Luar Negeri Indonesia ,semoga Allah menjaga dan menambahkan taufik untuk beliau, menegaskan dalam pidatonya yang berbahasa Inggris bahwa kehadiran beliau dalam sidang ini adalah demi memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. Beliau memberikan imbauan untuk segera menghentikan agresi Israel, demi mencegah jatuhnya korban sipil yang lebih besar lagi. Beliau juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Beliau juga menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Gaza dengan membombardir kawasan pemukiman, blokade listrik, gas, bahan bakar, dan air, ini semuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Beliau juga menyatakan, “Ini adalah tugas kita untuk menghentikan ketidakadilan ini sekarang juga. Cukup, ini semua sudah cukup/harus dihentikan.” Beliau juga menegaskan bahwa Indonesia akan selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina. (lihat Speeches of the Minister of Foreign Affairs Friday 27 October 2023, diakses dari website resmi Kementerian Luar Negeri RI)
Dalam acara pertemuan tingkat tinggi bersama Dewan Keamanan PBB pada 29 November 2023 di New York, Menteri Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa beliau hadir kembali di pertemuan Dewan Keamanan PBB karena ingin berada di sisi yang benar dari sejarah, yaitu membela keadilan dan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam pernyataan sikapnya, beliau juga mengutip pernyataan PM Israel Netanyahu yang mengatakan bahwa operasi militer akan dilakukan kembali dengan kekuatan penuh pada saat gencatan senjata selesai. Ibu Menteri menuturkan, “Saya sampaikan saya tidak dapat memahami pernyataan semacam ini. Saya juga tidak bisa memahami jika DK PBB membiarkan ancaman terhadap kemanusiaan ini pada akhirnya menjadi kenyataan.” (lihat: https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/5560/siaran_pers/transkripsi-press-briefing-menlu-ri-new-york-29-november-2023)
Hal ini menunjukkan kepada kita betapa besar perhatian pemerintah Indonesia terhadap nasib dan kepedihan yang dialami oleh saudara-saudara kita, kaum muslimin rakyat Palestina. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita mendukung kebijakan internasional yang diambil oleh pemerintah ini. Dukungan kita menjadi bagian dari bentuk kepatuhan kepada ulil amri yang diperintahkan di dalam Islam. Lebih daripada itu, dukungan kita kepada rakyat Palestina adalah dukungan yang dibangun di atas akidah dan ukhuwah keimanan. Mereka adalah saudara kita, walaupun berbeda bangsa dan suku serta warna kulitnya. Karena umat Islam itu bersaudara. Tidak sempurna iman seorang muslim hingga dia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya.
Perhatian para ulama
Para ulama dari berbagai negara telah memberikan dukungan dan fatwa untuk membantu saudara-saudara kita yang lemah dan tertindas di bumi Palestina. Kekejaman Yahudi telah membuat ribuan nyawa melayang, ribuan warga sipil harus mengungsi dan kehilangan tempat tinggalnya. Ini adalah tragedi kemanusiaan, sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dan kezaliman yang nyata, senada dengan apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Menteri Luar Negeri RI di atas. Pemerintah RI telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Demikian pula, pemerintah negara Islam yang lain, seperti Arab Saudi yang secara resmi menggalang dana secara nasional untuk membantu Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan rakyat Palestina dizalimi dan dibantai sedemikan rupa. Sampai-sampai perwakilan Palestina di depan Sidang PBB mengatakan, “Tidak ada lagi keadilan di atas muka bumi ini.” Setelah berminggu-minggu, Gaza dibombardir oleh militer Israel dari udara dan serangan darat. Bahkan, mereka juga menggunakan senjata terlarang dalam perang berdasarkan peraturan hukum internasional.
Para ulama juga mengutarakan bentuk keprihatinan dan kepedulian kita, kaum muslimin, terhadap keadaan saudara-saudara kita di Gaza. Meskipun demikian, para ulama juga mengingatkan bahwa kita harus membangun semangat dan kepedulian ini dengan landasan ilmu dan selalu mempertimbangkan maslahat dan mafsadat. Tidak boleh hanya bermodal semangat, apalagi emosi, yang pada akhirnya justru merusak dan merugikan kaum muslimin itu sendiri. Semua ucapan dan tindakan harus dibangun dengan ilmu dan mengikuti kaidah agama. Sebagaimana dinasihatkan oleh Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak justru lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki.”
Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya pun telah mencantumkan pedoman bagi kita bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amalan (perbuatan). Hal ini disebabkan ucapan dan amalan tidak akan benar, kecuali jika sesuai dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من يرد الله خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu agama ini selalu dibutuhkan, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan kaya atau miskin, dalam kondisi perang maupun damai. Justru, dalam keadaan semacam ini, kaum muslimin harus lebih bersemangat dalam mengkaji agama. Karena kemuliaan Islam tidak bisa dicapai, kecuali dengan ilmu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين
“Sesungguhnya Allah memuliakan dengan sebab kitab ini (Al-Qur’an) sebagian kaum dan merendahkan dengan sebab itu sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim)
Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu, yang di bawah kekuasaannya Baitul Maqdis berhasil ditaklukkan, berkata, “Kita adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Oleh sebab itu, kapan saja kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti Allah menghinakan kita.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)
Bahkan, menimba ilmu termasuk bentuk jihad yang sangat mulia. Sebagian sahabat mengatakan, “Barangsiapa menganggap bahwa berangkat di pagi hari atau di sore hari dalam rangka mencari ilmu agama bukan bagian dari jihad, maka sungguh akal dan pikirannya telah berkurang (tidak sempurna).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah)
Tidakkah kita ingat ketika Allah turunkan ayat di dalam surah Al-Furqan, memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir? Padahal, saat itu adalah periode Makkah (ketika itu kaum muslimin lemah). Sementara yang dimaksud dengan jihad (berjuang) dalam ayat itu adalah jihad dengan Al-Qur’an, yaitu dengan ilmu dan dakwah. Inilah jihadnya para nabi dan rasul. Karena Islam ini dimuliakan dan dimenangkan di atas musuh-musuhnya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Dan saya katakan, dan ilmu yang sesungguhnya di sisi Allah, bahwa tidak mungkin negeri Syam dan secara khusus Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin (secara utuh), kecuali dengan cara/sebab sebagaimana ia ditaklukkan pada masa generasi awal umat ini. Dengan kepemimpinan sebagaimana kepemimpinan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu. Dengan pasukan sebagaimana pasukan-pasukan Umar bin Khatthab. Yang mana mereka berperang tidak ada tujuan lain, kecuali untuk meninggikan kalimat Allah/kalimat tauhid sebagai yang paling tinggi.” (lihat Silsilah Liqa’ Syahri, bisa disimak di situs resmi beliau di alamat : https://binothaimeen.net/content/168)
Tumbuhkan kepedulian
Sebagai seorang muslim, maka kita wajib merasa tersakiti dan terluka karena musibah dan kezaliman yang dialami oleh saudara-saudara kita di Gaza. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, yang mana apabila ada salah satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh yang lain ikut merasakannya dengan bentuk tidak bisa tidur dan demam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan bahwa kaum mukmin satu sama lain ibarat sebuah bangunan, yang satu sama lain saling memperkuat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai hal itu bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila kita menyukai kesehatan, kelapangan, dan keamanan, maka kita pun wajib menyukai hal itu bagi saudara-saudara kita sesama muslim, termasuk mereka yang sekarang menderita di Gaza akibat keganasan agresi Zionis, semoga Allah menghancurkan mereka. Kita tentu merasa ikut susah dan sedih akibat musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Gaza yang dibantai dengan sangat keji oleh saudara-saudara kera dan babi (baca: kaum Yahudi). Apalagi kezaliman ini dilancarkan oleh kaum kuffar kepada kaum muslimin.
Setiap muslim yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, tentu geram dan marah, melihat saudaranya seakidah dibantai dan dizalimi sedemikian rupa. Sungguh benar firman Allah yang menjelaskan dengan tegas bahwa orang-orang Yahudi dan kaum musyrik adalah kalangan manusia yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang yang beriman. Oleh sebab itu, para ulama kita sejak dahulu telah mengingatkan bahwa permusuhan kita dengan Yahudi bukan sekadar persoalan tanah Palestina atau Jalur Gaza. Sebab (pada hakikatnya) perseteruan ini adalah permusuhan yang mereka kobarkan atas dasar prinsip agama. Sejarah pun membuktikan bagaimana kejahatan Yahudi (orang-orang kafir dari kalangan bani Isra’il) yang membunuhi para nabi, menyembunyikan ayat-ayat Allah, menyelewengkan Kitabullah, dan mengkhianati perjanjian dengan kaum muslimin.
Orang-orang yang telah disifati oleh Allah sebagai ‘kelompok yang dimurkai (almaghdhubi ‘alaihim), sebagaimana telah ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu, kita diajari untuk senantiasa berdoa agar dilindungi dari jalan mereka, jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang tersesat. Yahudi menjadi kaum yang dimurkai akibat mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui kebenaran, tetapi menyombongkan diri dan tidak mau tunduk kepadanya. Mereka menyimpan dengki kepada kaum muslimin.
Apa yang dilakukan Zionis Israel kepada rakyat Palestina secara umum dan Gaza secara khusus adalah sebuah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan. Sesuatu yang tidak bisa diterima dan pasti ditolak oleh akal sehat dan jiwa yang selaras dengan fitrahnya. Benarlah yang dikatakan oleh Ibu Menteri bahwa apa yang terjadi ini adalah suatu kejahatan kepada kemanusiaan dan suatu bentuk ketidakadilan. Oleh sebab itu, wajar jika sebagian orang mengatakan bahwa cukup dengan menjadi manusia, untuk mendukung rakyat Palestina. Ini artinya bahwa segala bentuk kekejian, pembantaian, dan penindasan yang dilakukan oleh Zionis Israel adalah kezaliman dan kejahatan kepada kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina.
Dari sinilah, kita bisa melihat bagaimana lemahnya dunia Internasional secara umum dan kaum muslimin secara khusus di hadapan makar Israel dan sekutu-sekutunya. Apa yang selama ini digembar-gemborkan sebagai penghormatan kepada HAM (Hak Asasi Manusia), toleransi, dan kemanusiaan, adalah tidak lebih dari pemanis bibir belaka. Sebulan lebih rakyat Gaza diserang habis-habisan hingga ribuan nyawa tak bersalah melayang. Di manakah penghargaan kepada Hak Asasi Manusia?! Di manakah toleransi yang selama ini mereka serukan itu?! Di manakah peran sang negara adidaya yang disebut sebagai “Kampiun Demokrasi” dan “Polisi Dunia”?! Apakah mereka berdiri di barisan negara yang membela rakyat Gaza ataukah justru sebaliknya.
Para ulama menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mendoakan keselamatan dan kemenangan bagi saudara-saudara kita di Palestina. Agar umat Islam dari berbagai penjuru dunia memberikan bantuan secara moril dan materiil untuk mencukupi kebutuhan rakyat Gaza (Palestina) dan menempuh segala upaya diplomasi dan kenegaraan yang bisa dilakukan untuk bisa segera menghentikan kebiadaban ini. Adapun bagi saudara-saudara kita di Palestina dan Gaza secara khusus, maka peristiwa dan musibah ini adalah medan perjuangan dan kesabaran untuk mereka dalam mempertahankan kehidupan, tanah air, dan agamanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
والذي نفسُ مُحَمَّدٍ بيدِهِ لا يُؤْمِنُ أحدُكُم حتى يُحِبَّ لِأَخِيهِ ما يُحِبُّ لنفسِهِ من الخيرِ
“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya dalam hal kebaikan.” (HR. Nasa’i dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, disahihkan oleh Al-Albani)
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Wajib bagi seorang muslim untuk mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya (seiman), mencintai untuk mereka petunjuk, kesalehan, dan tidak suka apabila mereka tertimpa keburukan, tidak boleh dia dengki kepada mereka. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya perasaan tidak suka saudaranya mendapatkan kebaikan, maka hatinya telah sakit, dan dia wajib bertobat kepada Allah dari hal itu.” (lihat Fatawa Nur ‘ala Darb, judul At-Tahdzir minal Hiqd wal Hasad, link website: https://binbaz.org.sa/fatwas/15304)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ إذا اشتكَى منْهُ عضوٌ تدَاعَى لَهُ سائِرُ الجسَدِ بالسَّهَرِ والْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan memberikan empati (kepedulian) itu seperti perumpamaan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang kesakitan, maka seluruh anggota badan ikut merasakan kesusahan hingga tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ’anhuma)
Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah memaparkan, “Semakin kuat iman seseorang, maka semakin kuat pula sifat rahmat (kasih sayang) terhadap saudara-saudaranya. Kekuatan kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba, timbul karena kuatnya iman padanya. Adapun lemahnya hal itu karena lemah imannya. Hal ini tampak jelas dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
مثلُ المؤمنين في تَوادِّهم ، وتَرَاحُمِهِم ، وتعاطُفِهِمْ . مثلُ الجسَدِ
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal sifat saling mencintai, saling menyayangi, dan saling peduli seperti satu tubuh.”
Yang demikian itu karena Allah Yang kita sembah dan kita tuju dengan segala bentuk ibadah adalah Zat Yang Maha Pengasih serta mencintai orang-orang yang penyayang. Dan agama kita adalah agama rahmat. Nabi kita adalah Nabi yang membawa rahmat. Kitab kita pun kitab yang penuh dengan rahmat. Dan Allah pun menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam kitab-Nya sebagai orang-orang yang ‘penuh kasih sayang di antara mereka’.” (lihat Fawa’id Mukhtasharah, judul Ar-Rahmah minal Iman, link website: https://al-badr.net/muqolat/7750)
Jalan menuju kejayaan
Allah Ta’ala berfirman,
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 55)
Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya memperhatikan perkara tauhid adalah prioritas paling utama dan kewajiban paling wajib. Sementara meninggalkan dan berpaling darinya atau berpaling dari mempelajarinya merupakan bencana terbesar yang melanda. Oleh karenanya, menjadi kewajiban setiap hamba untuk mempelajarinya dan mempelajari hal-hal yang membatalkan, meniadakan, atau menguranginya. Demikian pula, wajib baginya untuk mempelajari perkara apa saja yang bisa merusak (menodainya).” (lihat Asy-Syarh Al-Mujaz, hal. 8)
Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas (dampak) yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akhirat, itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hal. 16)
Akidah merupakan asas di dalam agama. Ia merupakan kandungan dari syahadat ‘lailahaillallah wa anna muhammadar rasulullah’. Akidah merupakan kandungan dari rukun Islam yang pertama. Oleh sebab itu, wajib memperhatikannya dan mengenalinya dengan baik. Wajib pula mengetahui hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan begitu, maka seorang insan akan berada di atas ilmu yang nyata dan di atas akidah yang benar. Karena apabila agamanya tegak di atas pondasi yang benar, niscaya agama dan amalnya akan menjadi benar dan diterima di sisi Allah. (lihat keterangan Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam At-Ta’liqat ‘ala Ath-Thahawiyah, hal. 23)
***
Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90322-tragedi-gaza-dalam-sorotan.html