Khotbah Salat Idulfitri: Tugas Kita Setelah Ramadan Pergi

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ،

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ چالَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أما بعد،

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخير الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وكل ضلالة في النار

اَللَّهُ اَكْبَر، اَللَّهُ اَكْبَر، اَللَّهُ اَكْبَر، لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ واللَّهُ اَكْبَر، اَللَّهُ اَكْبَر وَلِلَهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Jemaah salat Idulfitri yang semoga senantiasa dirahmati dan dilindungi oleh Allah Ta’ala.

Di hari yang berbahagia ini, marilah senantiasa kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena ketakwaan merupakan sebab seorang hamba mendapatkan kemuliaan di sisi Allah Ta’ala. Allah berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Sungguh, manusia yang paling mulia di muka bumi ini bukanlah mereka yang memiliki harta yang mewah, bukan juga mereka yang memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi. Akan tetapi, mereka yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Yaitu, mereka yang senantiasa menunaikan segala kewajiban yang telah diperintahkan dan menjauhi segala kemaksiatan yang dilarang.

Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi mulia, suri teladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga, dan para sahabatnya.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Hari raya Idulfitri sejatinya adalah bentuk pengagungan kita kepada Allah Sang Maha Pencipta atas limpahan rezeki yang begitu banyak. Di antaranya adalah nikmat kesempatan menyelesaikan kewajiban berpuasa di bulan Ramadan, nikmat kesempatan mengisi malam-malamnya dengan salat tarawih dan bacaan Al-Qur’an. Hari raya Idulfitri sekaligus merupakan kegembiraan seusai menunaikan ibadah kepada Allah Ta’ala, dengan harapan semoga apa yang telah kita lakukan di bulan ini diterima oleh Allah, mendapatkan pahala yang besar serta ganjaran yang berlipat.

Jemaah salat Idulfitri yang berbahagia, seorang muslim tentu harus berbesar hati bahwa amalannya akan diterima Allah Ta’ala. Hanya saja rasa harap (raja’) ini harus diimbangi dengan rasa khawatir (khauf) bahwa amal kita bisa jadi belum diterima oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah menegaskan bahwa ibadah yang dilakukan seorang hamba tidak semuanya diterima. Allah Ta’ala hanya akan menerima amal ibadah dan ketaatan yang dilandasi dengan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Allah hanyalah menerima amal dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)

Kondisi inilah yang membuat sebagian ulama di masa silam merasa resah ketika Idulfitri. Mereka resah, bukan karena tidak punya baju baru. Mereka resah, bukan karena jauh dari keluarga. Mereka resah karena mereka tidak tahu, apakah amalannya selama bulan Ramadan diterima oleh Allah Ta’ala ataukah tidak.

Mu’alla bin Al-Fadhl rahimahullah, seorang ulama tabi’uttabi’in, menceritakan kondisi para sahabat,

كَانُوا يَدْعُونَ اللهَ تَعَالَى سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُم رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُونَهُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَ مِنهُمْ

Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadan. Kemudian, selama enam bulan sesudahnya, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 264)

Oleh karena itu juga, ketika saling bertemu dengan saudara dan kawan kerabat di hari raya Idulfitri, ucapan yang diamalkan oleh para sahabat dan kita dianjurkan untuk memperbanyaknya adalah

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

Semoga Allah Ta’ala menerima (seluruh amal perbuatan) dari kami dan dari kalian.

Sebuah doa berisi harapan semoga Allah Ta’ala menerima amal ibadah kita dan saudara yang kita temui.

Baca juga: Bagaimanakah Seharusnya Kaum Muslimin Merayakan Hari Raya?

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Jamaah salat Idulfitri yang berbahagia.

Selama bulan Ramadan, kita telah banyak belajar. Belajar untuk menyesuaikan diri dengan aturan syariat. Belajar juga untuk menjadi orang baik. Yang harus kita ingat, perjuangan menjadi hamba Allah yang baik tidak boleh hanya dilakukan ketika Ramadan saja. Menjadi hamba Allah yang baik harus berlanjut dan berkesinambungan sepanjang kehidupan kita. Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ

Istikamahlah sebagaimana kamu diperintahkan.” (QS. Hud: 112)

Setelah bulan Ramadan yang penuh dengan kebaikan ini pergi, tugas kita yang paling utama adalah beristikamah, konsisten, dan kontinyu di dalam menjalankan segala perintah Allah Ta’ala. Sebagaimana hal ini Allah Ta’ala perintahkan dalam ayat yang baru saja kita baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai di sisi Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walau jumlahnya sedikit.” (HR. Bukhari no. 5861 dan Muslim no. 782, 783)

Lantas, bagaimana caranya agar kita mudah beristikamah setelah perginya bulan Ramadan yang mulia ini?

Pertama, jangan pernah tinggalkan amalan wajib.

Ada beberapa ibadah dan amalan yang telah Allah Ta’ala wajibkan kepada setiap muslim. Jangan sampai kewajiban kewajiban tersebut kita tinggalkan dan kita sia-siakan ataupun dikerjakan di luar waktu yang telah ditentukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوهَا وَحَرَّمَ حُرُمَاتٍ فَلاَ تَنْتَهِكُوهَا وَحَدَّ حُدُودًا فَلاَ تَعْتَدُوهَا

Sesungguhnya Allah menetapkan beberapa kewajiban. Oleh karena itu, jangan kalian menyepelekannya. Allah mengharamkan beberapa larangan, jangan kalian melanggarnya. Dan Allah menetapkan beberapa aturan, jangan melampaui batasnya.” (HR. Daruquthni no. 4445)

Ketahuilah, kewajiban yang paling utama adalah menjaga salat lima waktu secara berjemaah bagi laki-laki dan di rumah bagi perempuan.

Kedua, rutinkan amal sunah yang ringan.

Menjaga rutinitas amalan sunah sekalipun itu ringan, akan membuat ibadah kita kepada Allah Ta’ala selalu terjaga. Karena ingin kita rutinkan, maka cobalah yang ringan terlebih dahulu.

Dimampukan oleh Allah dengan keluasan rezeki? Bersedekahlah secara rutin, penuhi kebutuhan saudara, kerabat terdekat kita. Mudah untuk bangun malam? Rutinkan bangun di sepertiga malam terakhir walau sesaat. Sungguh, amalan-amalan sunah yang sedikit dan ringan ini, jika kita lakukan secara kontinyu dan konsisten tentu lebih baik dari amalan yang besar, namun jarang kita lakukan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Wahai para manusia, beramallah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan.” (HR. Bukhari no. 5861)

Di antara amalan sunah yang bisa kita kerjakan setelah perginya bulan Ramadan ini adalah berpuasa enam hari di bulan Syawal. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)

Puasa ini boleh dilakukan di tanggal berapa pun pada bulan Syawal. Mau dilakukan secara berurutan ataupun terpisah, maka ini tidak masalah.

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Tips ketiga untuk menjaga keistikamahan kita selepas Ramadan adalah berteman dengan orang saleh.

Mengapa? Karena teman memiliki pengaruh besar bagi seseorang. Jangan sampai, teman-teman yang kita miliki menyeret diri kita ke jurang bahaya sementara kita tidak menyadarinya. Bertemanlah dengan orang-orang yang baik lagi saleh. Jikalau kita tidak mampu menyamai kesalehan mereka, minimal akan mendapatkan keberkahan dan nasihat-nasihat baik mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Perumpamaan teman orang saleh dan orang yang jelek adalah bagaikan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101)

Tips keempat yang akan membantu kita untuk terus istikamah adalah tidak pernah lupa berdoa kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan menjadi hamba yang istikamah.

Seorang hamba tidak akan bisa menjadi baik dan istikamah, kecuali berkat pertolongan dan taufik dari Allah Ta’ala. Oleh sebab itu, di antara bentuk semangat kita untuk menjadi baik dan istikamah adalah banyak memohon agar dibantu oleh Allah Ta’ala menjadi hamba yang baik.

Salah satu doa yang bisa kita rutinkan untuk kita baca setelah selesai salat adalah,

اللَّهُمَّ أَعِنّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Ya Allah bantulah kami agar senantiasa bisa berzikir (mengingat-Mu), bersyukur kepada-Mu, dan memperbagus ibadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud no. 1522)

Jemaah salat Idulfitri yang dirahmati Allah Ta’ala,

Di antara sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berkhotbah Idulfitri adalah memberikan nasihat khusus untuk kaum muslimah. Maka, di sini kami sampaikan nasihat kepada ibu-ibu dan wanita muslimah semuanya untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala. Senantiasalah selalu dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Bertakwalah kepada Allah dalam setiap gerakan dan kegiatan, berucaplah dengan jujur, jauhi gibah, dan berpakaianlah dengan pakaian yang menutup aurat. Ingatlah selalu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

ما ترَكتُ بعدي فتنةً هي أضرُّ على الرِّجالِ مِن النساءِ

Tidaklah ada sepeninggalku ujian/cobaan yang lebih besar bahayanya bagi laki-laki daripada ujian/cobaan wanita.” (HR. Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)

Jadilah wanita yang menjaga diri dan menjaga kehormatan. Jauhilah zina dan sebab-sebabnya. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Dan janganlah kalian mendekati zina. (Zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Jemaah yang berbahagia,

Nasihat terakhir kami adalah sebuah nasihat yang disampaikan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah, Beliau mengatakan,

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجدِيْد إِنَّماَ اْلعِيْدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْد * لَيْسَ الْعِيْد لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِّبَاسِ وَالرُّكُوْبِ إِنَّمَا العِيْدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْب

Hari raya Id tidak diperuntukkan bagi orang yang memakai pakaian baru tanpa cacat. Hari raya Id diperuntukkan bagi orang yang semakin bertambah ibadah dan ketaatannya. Hari raya Id tidak diperuntukkan bagi orang yang bagus pakaian dan kendaraannya. Hari raya Id diperuntukkan bagi orang yang diampuni dosa-dosanya.

Allahu akbar… Allahu akbar… Laa ilaaha illallahu wallahu akbar… Allahu akbar walillahil hamd…

Akhir kata, marilah kita berdoa memohon kepada Allah, agar diberikan sebab-sebab kebahagiaan di dunia dan akhirat, dimudahkan juga istikamah, dan konsisten dalam beramal. Semoga Allah Ta’ala memberikan kesabaran dan kemudahan bagi kaum muslimin Indonesia secara khusus dan kaum muslimin di segala penjuru dunia secara umum dalam setiap kesulitan dan musibah yang menimpa, berikut jalan keluar terbaik dalam menghadapi setiap masalah mereka.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ، وَارْزُقْهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا ، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا ، وَلا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلا مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لا يَرْحَمُنَا

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84531-khotbah-salat-idulfitri-tugas-kita-setelah-ramadan-pergi.html