Kematian merupakan suatu keniscayaan yang akan dialami oleh seluruh makhluk hidup. Tentunya dengan adanya kematian akan menyisakan isak tangis dan kesedihan bagi keluarga yang ditinggal. Adat takziah yang biasa terjadi di Indonesia khususnya, para pelayat akan membawa amplop yang berisikan uang untuk diberikan kepada keluarga si mayit yang biasa disebut uang duka cita. Dari peristiwa ini memunculkan sebuah pertanyaan, bagaimanakah hukumnya jika ahli waris memakai uang takziah tersebut?
Perlu kita ketahui, bahwa Rasulullah Saw menganjurkan untuk memberi sesuatu kepada keluarga duka, terutama memberi makanan. Hal ini sebagaimana berita kematian anak pamannya Ja’far bin Abi Thalib ra dalam perang mu’tah. Rasulullah Saw bersabda :
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا ، فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
“Masakkan makanan untuk keluarga Ja’far, sungguh telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadis di atas, dapat kita pahami bahwa yang disunahkan ketika melayat adalah memberikan makanan. Lalu bagaimana jika yang diberi kepada keluarga duka adalah sejumlah uang? Dalam hal ini syaikh bin Baz dalam kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat juz 13 halaman 389 mengatakan :
أما إعطاؤهم النقود فهذا غير مشروع، إلا إذا كانوا فقراء ومحتاجين، فهؤلاء لا يعطون وقت العزاء، ولكن في وقت آخر من أجل فقرهم وحاجتهم
“Adapun memberi uang kepada keluarga duka ialah tidak disyariatkan, kecuali jika mereka orang fakir yang membutuhkan, dan pemberiannya tidak pada saat takziah melainkan diwaktu lain”
Redaksi di atas menjelaskan, tidak ada syariat yang menjelaskan untuk memberi uang kepada keluarga duka kecuali memang mereka termasuk orang fakir yang membutuhkan. Pemberian uang tersebut tidak mesti diberikan pada saat takziah, melainkan pada waktu lain di luar itu.
Kemudian soal status uang yang diberikan pelayat tersebut, bisa kita kategorikan kepada hibah, karena para pelayat yang datang memang memberikan uang tersebut kepada keluarga si mayit dan memasrahkan perihal penggunaan uang tersebut. Syaikh Imam Syihabuddin dalam kitabnya Hasyiyatul Qalyubi juz 3 halaman 205 menjelaskan perihal pengguanaan uang hibah yang diterima seseorang:
فلو أعطاه درهما ليأخذ به رغيفا لم يجز له صرفه في إدام مثلا أو أعطاه رغيفا ليأكله لم يجز بيعه , ولا التصدق به , وهكذا إلا إن ظهرت قرينة بأن ذكر الصفة لنحو تجمل كقوله لتشرب به قهوة مثلا فيجوز صرفه فيما شاء.
“Seandainya seseorang diberi uang untuk membeli roti, maka tidak boleh dipakai untuk membeli lauk atau dia diberi roti untuk dimakan maka tidak boleh dijual ataupun mensodaqohkannya, namun jika ada indikasi berbasa-basi dari si pemberi, semisal ‘ini uang buat minum kopi’ maka boleh menggunakannya untuk membeli apa yang dia inginkan”
Dari redaksi di atas kita bisa simpulkan, bahwa ahli waris boleh memakai uang takziah tersebut untuk membeli apa yang dia mau, karena memang uang tersebut adalah hak ahli waris dan si pemberi sendiri tidak menentukan uang tersebut harus digunakan untuk apa. Allahu A’lamu bis Showab.