Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh-sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa hikmah diutusnya para rasul adalah dalam rangka mengajak umat mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang dari peribadatan kepada selain-Nya. (Lihat al-Jami’ al-Farid lil As’ilah wal Ajwibah fi ‘Ilmi at-Tauhid, hal. 10)
Ketika menerangkan kandungan ayat 36 dari surat an-Nahl di atas Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa hikmah diutusnya para rasul adalah supaya mereka mendakwahi kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang dari beribadah kepada selain-Nya. Selain itu, ayat ini menunjukkan bahwa -tauhid- inilah agama para nabi dan rasul, walaupun syari’at mereka berbeda-beda.” (Lihat Fat-hul Majid, hal. 20)
Adapun istilah thaghut, para ulama menjelaskan bahwa thaghut mencakup segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia ridha dengannya. Oleh sebab itu, sebagian salaf menafsirkan thaghut dengan dukun-dukun/paranormal, ada juga yang menafsirkan thaghut dengan setan.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah memberikan pengertian yang cukup lengkap tentang thaghut. Beliau mengatakan, bahwa thaghut ialah segala hal yang membuat seorang hamba melampaui batas dengan cara disembah, diikuti, atau ditaati. Demikian sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah. (Lihat Fat-hul Majid, hal. 19)
Di dalam kalimat ‘sembahlah Allah dan jauhilah thaghut’ terkandung itsbat (penetapan) dan nafi (penolakan). Yang dimaksud itsbat adalah menetapkan bahwa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Dan yang dimaksud nafi adalah menolak sesembahan selain Allah. Kedua hal inilah yang menjadi pokok dan pilar kalimat tauhid “laa ilaha illallah”. Dalam “laa ilaaha” terkandung nafi dan dalam “illallah” terkandung itsbat. Sebagaimana dalam ‘sembahlah Allah’ terkandung itsbat dan pada kalimat ‘jauhilah thaghut’ terkandung nafi. (Lihat at-Tam-hiid, hal. 14)
Di dalam kalimat ‘jauhilah thaghut’ terkandung makna yang lebih dalam daripada sekedar ucapan ‘tinggalkanlah thaghut’. Karena di dalamnya terkandung sikap meninggalkan syirik dan menjauhkan diri darinya. (Lihat ad-Dur an-Nadhidh, hal. 11)
Di dalam kalimat ‘jauhilah thaghut’ juga terkandung makna untuk meninggalkan segala sarana yang mengantarkan kepada syirik. (Lihat I’anatul Mustafid, 1/36)
Ayat di atas -dalam surat an-Nahl ayat 36- juga memberikan faidah kepada kita bahwasanya amal tidaklah benar kecuali apabila disertai dengan sikap berlepas diri dari peribadatan kepada segala sesembahan selain Allah Ta’ala. (Lihat Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin, hal. 4)
Penulis: Ari Wahyudi, S.Si
Artikel: Muslim.or.id