Akhir-akhir ini beredar sebuah video viral tentang kawin tangkap di NTT. Lewat video tersebut mempertontonkan sekelompok orang menangkap paksa seorang wanita di Simpang Kalembuweri, Jalur Tena Teke dan Jalur Rara Waimangura Kecamatan Wewewa Barat, Sumba Barat Daya, NTT, pada Kamis (7/9/2023) pukul 11.00 WIT.
Kronologi Kejadian
Peristiwa tersebut sempat viral di Facebook lewat video yang diunggah oleh akun bernama Daniel Umbu Pati di grup Facebook Flobamora Tabongkar. Dalam video tersebut, tampak wanita itu langsung ditangkap oleh sekelompok orang itu dan dibopong ke mobil pikap hitam yang berada di tepi jalan dekat lokasi kejadian.
Saat ditangkap tersebut, wanita itu terus berteriak hingga menimbulkan perhatian dari warga sekitar. Salah satu warga pun lalu mengikuti mobil pikap tersebut menggunakan sepeda motor.
Hal ini jelas memicu timbulnya pertanyaan dan opini publik bagi masyarakat tentang beredarnya video penculikan yang ada di NTT sebenarnya ada budaya atau tradisi apa yang berkembang di sana? Kalaupun praktik lalu praktik apa? Apakah tindakan tersebut bukan termasuk tindakan kekerasan terhadap perempuan?
Makna Kawin Tangkap
Menurut Janet Alison Hoskin yang melakukan riset di Sumba Barat Daya dan Joel C Kuipers yang melakukan penelitian di Wawewa Sumba Barat. Mereka menyatakan bahwa kawin tangkap bukanlah budaya atau tradisi. Kawin tangkap yaitu praktik yang terus menerus dilakukan turun temurun di Pulau Sumba.
Berbeda dengan pendapat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Ia mengatakan praktik kawin tangkap sebagaimana yang terjadi di Sumbah Tengah dan Sumba Barat Daya merupakan salah satu bentuk kekerasaan terhadap perempuan dan anak.
Budaya atau tradisi tidak statis tetapi dinamis. Kasus ini adalah praktik kekerasan dan pelecehan terhadap kaum perempuan dan anak. Jadi, jangan sampai alasan tradisi budaya dipakai hanya sebagai kedok untuk melecehkan perempuan dan anak.
Kawin Tangkap dalam Aturan Hukum
Diatur dalam Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang merupakan sumber hukum positif bagi umat Islam di Indonesia. Menganut prinsip salah satunya asas kesukarelaan dalam perkawinan.
Sementara itu menurut Siti Aminah, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Menurutnya dalam praktik kawin tangkap perempuan cenderung dirugikan karena mengalami kerugian hak konstitusionalnya sebagaimana tertuang dalam pasal 28G ayat 1. Yaitu hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah pasal 28B ayat 1. Terutama hak rasa aman dan untuk tidak takut berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
Kemudian hal itu juga tertuang dalam pasal 10 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindakan ini juga dinilai sebagai tindakan melawan hukum sesuai Pasal 332 ayat 2 KUHP pelaku kawin tangkap dapat dipidana hingga 9 tahun penjara sementara itu perampasan hak perempuan sesuai pasal 333 KUHP pelaku diancam dengan pidana hingga 12 tahun penjara.
Melihat aturan-aturan tersebut maka jelas konstitusi negara menjamin hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional. Namun dalam kajian mengenai praktik-praktik budaya Komnas Perempuan, seringkali adat atau tradisi dijadikan alasan pembenaran atas tindakan kekerasaan perempuan. Dalam upaya pembenaran tersebut menyembunyikan kontradiksi, penyelewengan ataupun pergeseran nilai-nilai luhur adat dan tradisi yang sejatinya memuliakan perempuan.
Kawin Tangkap Dalam Tinjauan Hukum Islam
Istilah kawin tangkap secara tekstual memang tidak disebutkan dalam literatur-literatur kitab fikih, bahkan dalam Al-Qur’an dan hadispun tidak disebutkan secara implisit. Namun dalam perwalian salah satu disebutkan tentang ijbar dan wali mujbir. Pemahaman terhadap istilah tersebut yang kemudian muncul pemahaman tentang kawin paksa. Di mana hak ijbari ini dipahami sebagai hak memaksakan suatu perkawinan oleh orang lain dalam hal ini bisa jadi ayahnya.
Dalam wacana yang berkembang. Secara umum istilah wali mujbir sendiri diartikan sebagai orang tua yang memaksa anaknya untuk kawin atau menikah dengan pilihannya, bukan pilihan anaknya. Oleh karena itu dalam tradisi masyarakat Indonesia yang masih berlaku sampai saat ini kemudian dikenal dengan istilah “Kawin Paksa”.
Istilah ini sendiri apabila dipahami secara mendalam akan memiliki konotasi iqrah, yaitu suatu paksaan terhadap seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dengan suatu ancaman yang membahayakan terhadap jiwa dan tubuhnya tanpa ia sendiri mampu untuk melawannya (KH. Husein Muhammad, 2001)
Menurut Ustadz Wawan Gunawan dalam kaidah hukum adat yang dibolehkan itu yang tidak bertentangan dengan norma dan nilai-nilai hukum Islam. Hal ini sebagaimana terdapat dalam teori iblis atau teori receptio a contrario ini dapat ditemukan dalam hubungan antara hukum agama dan hukum adat.
Sedangkan pendapat Yahya Harahap ajaran receptio a contrario hukum adat yang menyesuaikan diri ke dalam hukum Islam atau hukum adat yang sesuai dengan jiwa hukum Islam. Jika norma hukum adat tersebut tidak sejalan dengan jiwa dan semangat hukum Islam maka hukum adat tersebut harus dijauhkan dari kehidupan pergaulan lalu lintas masyarakat.
Maka kesimpulannya sebagaimana yang telah dianut oleh hukum islam sendiri mengenai kesukarelaan dalam perkawinan, haruslah didasarkan persetujuan kedua calon mempelai. Kemudian persetujuan tersebut hendaknya dilaksanakan atas kehendak bebas.
Tanpa paksaan dari calon mempelai pria maupun wanita untuk melaksanakan perkawinan. Adapun syarat sah dan rukun dari perkawinan menurut para Imam Madzhab yaitu adanya sighat akad, ijab dan qabul, calon mempelai, wali dan saksi. Maka sudah jelas bila ditinjau dari pandangan syariat islam praktik kawin tangkap hal ini tidak sesuai dengan tujuan syariat (maqashid syariah), yaitu mengedepankan kemaslahatan umat.
Demikian penjelasan terkait viral video kawin tangkap di NTT, ini hukumnya dalam Islam. Semoga bermanfaat.