Syiar dengan Bermalam di Muzdalifah

Bermalam di Muzdalifah merupakan salah satu wajib haji.

 Salah satu di antara kewajiban haji bagi para jamaah yakni bermalam di Muzdalifah.

Dikutip dari buku Keutamaan Negeri Al-Haram oleh Prof. DR. Mahmud Al-Dausary, Muzdalifah terletak di antara Arafah dan Mina, terpisah antara Mina oleh Lembah Muhassir, berjarak sekitar enam kilometer dari Arafah, dan sekitar delapan kilometer dari Mesjidil Haram dari arah Tenggara. Diperkirakan luasnya sekitar 9,36 meter persegi.

Muzdalifah sendiri berasal dari al-Tazalluf dan al-Izdilaf yang bermakna mendekat. Itu disebabkan karena para jamaah haji saat mereka meninggalkan Arafah, mereka mengunjungi dan mendekatinya (Muzdalifah). Ada pula yang mengatakan bahwa ia dinamakan demikian karena orang-orang mendatanginya di waktu malam.

Ia juga dinamai Jam\’a dikarenakan orang-orang berkumpul di sana, atau karena shalat Maghrib dan Isya dijamak di situ. Tempat ini juga dinamakan al-Masy’ar al-Haram, yang bermakna tanda atau syiar negeri al-Haram, karena ia menjadi salah satu bagian syiar penting haji dan keterkaitannya dengan beberapa amalan yang wajib dalam haji, seperti bermalam, menjamak shalat Maghrib dan Isya. Ia disifati sebagai (kawasan) al-Haram, disebabkan kehormatannya dan karena ia termasuk dalam batasan al-Haram.

Allah Ta’ala sendiri telah menyebutkan Muzdalifah di dalam firmanNya:

فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ

“Maka apabila kalian bertolak meninggalkan Arafah, maka sebutlah nama Allah di al-Masy’ar al-Haram (Muzdalifah),

dan ingatlah Ia sebagaimana Ia telah memberikan kalian petunjuk meskipun sebelumnya kalian sungguh termasuk orang-orang yang sesat.” (al-Baqarah ayat 197).

Bermalam di Muzdalifah pada malam 10 Dzulhijjah termasuk salah satu kewajiban dalam ibadah haji. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu tentang sifat haji Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

“Hingga beliau mendatangi Muzdalifah, lalu menunaikan shalat Maghrib dan Isya di sana dengan satu adzan dan dua iqamah. Beliau tidak bertasbih di antara keduanya sedikit pun. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berbaring hingga fajar terbit. Lalu beliau shalat subuh hingga

fajar menjadi jelas, dengan satu adzan dan satu iqamah.

Kemudian beliau menaiki (untanya) al-Qashwa, hingga beliau sampai di al-Masyar al-Haram, beliau kemudian menghadap kiblat, beliau berdoa, bertakbir, bertahlil dan mentauhidkan Allah. Beliau terus berdiri hingga (matahari) sangat menguning, lalu beliau bergerak maju sebelum matahari terbit.” (HR Muslim)

IHRAM

Penting! Inilah Perbedaan Rukun dan Wajib Haji

Dalam beberapa pembahasan, biasanya rukun dan wajib itu tidak dibedakan, sebab keduanya merupakan terma yang sinonim. Hanya saja dalam konteks bab haji, maka rukun dan wajib ini dibedakan. Dan ini hanya ada pada bab haji saja, tidak pada bab fikih yang lainnya.  Inilah perbedaan rukun dan wajib haji yang perlu kamu!.

Syekh Khatib Al-Syirbini mengatakan:

وَغَايَرَ الْمُصَنِّفُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْوَاجِبِ وَهُمَا مُتَرَادِفَانِ إلَّا فِي هَذَا الْبَابِ فَقَطْ، فَالْفَرْضُ مَا لَا تُوجَدُ مَاهِيَّةُ الْحَجِّ إلَّا بِهِ. وَالْوَاجِبُ مَا يُجْبَرُ تَرْكُهُ بِدَمٍ وَلَا يَتَوَقَّفُ وُجُودُ الْحَجِّ عَلَى فِعْلِهِ

Mushonnif membedakan antara rukun dan wajib, sebenarnya keduanya itu sinonim. Hanya saja dalam bab haji itu memang dibedakan, yakni rukun haji adalah sesuatu yang tidak terlepas dari ibadah haji dan merupakan substansi dari melakukan ibadah haji itu sendiri.

Adapun konsekuensi dari meninggalkannya adalah hajinya tidak sah (dan harus mengqadanya’). Sedangkan wajib haji adalah sesuatu yang jika tida dikerjakan itu harus membayar dam (denda), dan ibadahnya tetap sah. (Syekh Khatib Al-Syirbini, Iqna Fi hall Alfadz Abi Syuja’  I/256).

Penjelasan Rukun dan Wajib Haji

Maka dari itu, mari kita ketahui apa saja yang menjadi rukun dan wajib, agar Haji yang dilakukan tetap sah dan tidak membayar dam. (Baca juga:Jika Sudah Cukup Uang, Wajibkah Langsung Melaksanakan Haji?).

Menurut Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Kaff, Rukun Haji itu ada 6, yaitu sebagai berikut:

  1. Ihram, yaitu niat melakukan haji.
  2. Wuquf atau berdiam diri di padang Arafah
  3. Tawaf, yakni mengelilingi ka’bah
  4. Sai, yakni lari-lari kecil di antara bukit safa dan marwah sebanyak 7 kali
  5. Tahallul, yakni memotong rambut, dan
  6. Tartib, yaitu mengerjakan kesemuanya sesuai dengan urutannya.

Adapun dalam konteks umrah, maka rukun haji itu sama dengan haji, hanya saja mengecualikan dari wuquf di padang Arafah. Adapun Wajib haji itu ada 7 yaitu sebagai berikut:

  1. Ihram dari Miqat

Yakni niat haji dari miqatnya, dan miqat ini ada 2. Yaitu miqat zamani yang bermakna waktu di mana melakukan ibadah haji di waktu tersebut itu sah. Waktunya haji itu di bulan Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.

Dan yang kedua yaitu miqat makani, yaitu niat ihram di daerah yang telah ditentukan. Semisal bagi jamaah haji yang berasal dari Mekkah sendiri, maka miqat makaninya dimulai dari rumahnya sendiri, adapun Miqat bagi penduduk Madinah terletak di Dzulhulaifah.

Sedangkan miqat bagi penduduk Syam (Palestina, Syiria, Yordan), Mesir serta Maroko adalah di Juhfah. Sementara miqat penduduk Yaman adalah Yalamlam sedangkan penduduk Nejd berada di Qarn. Bagi penduduk Iraq dan Khurasan, miqatnya berada di Dzatu Irq.

  1. Mabit atau menginap di Muzdalifah, paling minimal diwajibkan itu hanyalah lahdzah wahidah, yakni sebentar.
  2. Melempar jumrah aqabah, yang mana waktunya dimulai dari tengah malam nahar (hari raya idul adha) hingga terbenamnya matahari di akhir hari tasyriq.
  3. Melempar 3 jumrah di hari tasyrik, yakni 11, 12 dan 13 Dzulhijjah
  4. Mabit di Mina pada malam hari tasyriq.
  5. Tawaf wada’, yakni Tawaf yang dilakukan dalam rangka perpisahan atau pertanda sebagai selesainya nusuk.

Demikianlah beberapa perkara yang termasuk dari wajib haji. Adapun orang yang meninggalkan wajib haji, maka ia dikenai dam yang Tartib dan Taqdir Yakni menyembelih seekor kambing.

Jika tidak mampu atau tidak menemukan kambing untuk disembelih, bisa digantikan dengan berpuasa 10 hari, dengan ketentuan 3 hari dilaksanakan selama pelaksanaan ibadah haji dan 7 hari sisanya dilaksanakan di kampung halaman.

Jika tidak sanggup untuk berpuasa, baik dengan alasan sakit atau alasan syar’i yang lain, maka bisa digantikan dengan membayar 1 mud/hari (1 mud= 675 gr/0.7 liter) harga makanan pokok.

Dam yang ini, juga diperuntukkan bagi jamaah haji yang melakukan haji tamattu’, haji qiran, dan beberapa pelanggaran wajib haji yang telah dijelaskan di atas.

Hanya saja ada beberapa masalah yang penting untuk diketahui, Berikut adalah rincian dam yang sepsifik bagi orang yang meninggalkan sebagian wajib haji, antara lain:

  1. Jika seorang yang berhaji itu meninggalkan melempar jumrah aqabah atau jumrah di hari tasyrik, maka apabila ia meninggalkannya sama sekali, dalam artian tidak melempar jumrah satu pun, maka ia harus membayar dam. Adapun jika ia tidak melempar 1 kali, maka ia wajib membayar satu mud, dan jika tidak melempar 2 kali, maka ia membayar 2 mud.
  2. Jika meninggalkan mabit di mina selama 3 hari, maka ia harus membayar dam. Namun jika ia meninggalkan mabit 1 hari, maka ia membayar 1 mud. Dan jika 2 hari, maka ia membayar 2 mud.
  3. Jika ada orang meninggalkan tawaf wada, maka ia membayar dam. Adapun jika meninggalkannya karena sebab haid, maka tidak perlu membayar dam.

Demikianlah penjelasan mengenai perbedaan rukun dan wajib haji, beserta bayar dam.  Keterangan perbedaan rukun dan wajib haji ini disarikan dari kitab yang berjudul Al-taqrirat al-Sadidah fi al-Masail al-Mufidah  bab Haji karya Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Kaff.  Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Mengenal Ibadah Haji

Haji artinya menyengaja atau menuju. Maksudnya, sengaja mengunjungi Baitullah (Kabah) di Makkah untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT pada waktu tertentu, dan dengan cara tertentu secara tertib.Berhaji merupakan salah satu rukun Islam yang kelima dan hukumnya wajib dilakukan oleh setiap orang yang beragama Islam yang mempunyai kesanggupan serta dilakukan sekali dalam seumur hidup. (QS. Ali Imran [3]:97). Apabila ada yang melaksanakan haji lebih dari sekali, maka hukumnya sunah.

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra yang artinya, ”Rasulullah berkhutbah kepada kami, beliau berkata, ‘Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan haji atas kamu sekalian.’ Lalu al-Aqra bin Jabis berdiri, kemudian berkata, ‘Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rasulullah? Nabi menjawab, ‘Sekiranya kukatakan ya, tentulah menjadi wajib, dan sekiranya diwajibkan, engkau sekalian tidak akan melakukannya, dan pula tidak mampu.

Ibadah haji itu sekali saja. Siapa yang menambahi itu berarti perbuatan sukarela saja.”Adapun waktu pelaksanaan haji didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 197 yang artinya, ”Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…” Kemudian para ulama sepakat bahwa pelaksanaan haji jatuh pada bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.

Syarat, rukun dan wajib haji

Syarat supaya dapat melakukan ibadah haji adalah (1) Islam, (2) akil balik (dewasa), (3) berakal (tidak gila), (4) orang merdeka (bukan budak), dan (5) mampu dalam segala hal, misalnya dalam hal biaya, kesehatan, keamanan dan nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan.

Adapun rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang wajib dilakukan. Rukun haji tersebut adalah (1) ihram, (2) wukuf di Padang Arafah (sebelah timur kota Makkah), (3) thawaf ifadah, (4) sai (lari) antara Safa dan Marwah, (5) mencukur rambut kepala atau memotongnya sebagian, dan (6) tertib (pelaksanaannya berurutan dari nomor 1 sampai 5). Jika salah satu rukunnya ditinggalkan, maka hajinya tidak sah.

Sedangkan wajib haji adalah perbuatan-perbuatan yang wajib dilakukan dalam melaksanakan ibadah haji. Adapun wajib haji adalah (1) memulai ihram dari miqat (batas waktu dan tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah haji dan umrah), (2) melempar jumrah, (3) mabit (menginap) di Muzdalifah (Makkah). Jika salah satu wajib haji ditinggalkan, maka hajinya tetap sah tetapi harus membayar dam (denda).

 

sumber:Ihram.co.id