Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah Saw dan disyariatkan setelah Nabi Saw di Madinah, tepatnya pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli fuqaha tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama, yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah Saw, yaitu wakaf tanah milik Nabi Saw untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’adz, ia berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan Rasulullah Saw.
Ketika itu (tahun ketiga Hijriyah) Rasulullah pernah mewakafkan tujuh buah kurma di Madinah, diantara adalah kebun “Araf, Shafiyah, Dalal, Barqah, dan kebun lainnya.
Sedangkan ulama yang berpendapat Umar bin Khaththab adalah orang yang pertama kali wakaf, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. Disampaikan, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap Rasulullah untuk minta petunjuk.
Rasulullah mengatakan, “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan . Ibnu Umar berkata, “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak dilarang bagi yang mengelola (nadzir) wakaf, makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR. Muslim).
Selanjutnya, wakaf juga dilakukan Umar bin Khaththab, disusul Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya (Bairaha). Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi Saw lainnya, seperti Abu Bakar As-Shiddiq yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah.
Begitu juga Utsman ra menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur, Mu’adz bin Jabal mewakafkan rumahnya yang populer dengan sebutan “Daar Al-Anshar”. Kemudian wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam, dan Aisyah (istri Rasulullah saw).
Praktik wakaf menjadi lebih luas pada masa Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah. Banyak orang memberikan wakaf, tidak hanya untuk orang-orang fakir miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.
Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat. [desastian]
– See more at: http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2013/09/21/26901/yuk-mengenal-sejarah-wakaf-di-zaman-rasulullah-saw/#sthash.Bm4rhwuU.dpuf