WAQAHAH adalah menjauhi suatu aturan agama dengan tidak mau melakukannya karena mengkhawatirkan harga diri atau martabatnya jatuh.
Misalnya, jika seorang Muslimah merasa malu mengenakan musana muslimatnya kalau-kalau disebut wanita yang kurang gaul. Contoh lain, seseorang yang hidup di sekitar masyarakat glamour merasa malu jika dia memakai tata cara bermasyarakat menurut sunah Rasul, seperti mengucapkan Assalamu ‘alaikum setiap bertemu, dan menghiasi rumah dengan kalimat-kalimat Al-Qur’an, bersikap hormat dan sopan, atau selalu menaati perintah agama. Begitu juga sebaliknya, jika merasa bangga dengan pelanggaran terhadap aturan Islam.
Penyakit hati waqahah ini dapat juga terjadi jika seseorang merasa malu berjalan dengan orang fakir, membantu kesulitannya, atau melakukan pekerjaan yang dianggap rendah oleh manusia.
Sikap seorang mukmin dalam mengaplikasikan rasa malu seperti dalam kasus di atas merupakan penyakit hati yang sangat tercela. Penyakit ini akan mengakibatkan kemaksiatan yang cenderung kepada kekufuran. Karena, sifat itu biasanya dibarengi keraguan terhadap kebenaran Islam dan pengagungan terhadap jalan setan. Adapun rasa malu yang benar, dalam Islam, disebut haya’, suatu perasaan yang selalu menghiasi orang-orang beriman.
Rasulullah Saw bersabda, “Rasa malu itu sebagian dari iman; dan iman itu menyebabkan seseorang masuk surga. Kotor dalam ucapan sebagian dari penyebab seseorang sia-sia; dan hidup sia-sia menyebabkan masuk neraka. (H.R. Turmudi)
Karena rasa malu merupakan bagian dari iman, malu yang sebenarnya hanyalah rasa malu oleh Allah, termasuk malunya seseorang oleh sesama manusia yang didasarkan pada Allah. Rasulullah Saw bersabda, “Kamu sekalian harus malu oleh Allah dengan sebenar-benarnya.” Para habat berkata: “Wahai Rasulullah, alhamdulillah kami betul-betul malu oleh Allah.” Rasul bersabda: “Bukan seperti itu. Malu oleh Allah adalah kamu dapat memelihara kepada dengan segala apa yang tercakupnya, kamu dapat memelihara perut dan apa yang tercakup di sekitarnya, kamu senantiasa mengingat mati dengan segala akibatnya. Dan barangsiapa menginginkan kehidupan akhirat, hendaklah dia meninggalkan perhiasan dunia dan menganggap lebih penting (bekal) akhirat daripada (bekal) dunia. Barangsiapa sudah mengerjakan seperti itu, dia sudah benar-benar malu oleh Allah. (H.R. Turmudi)
Memelihara kepala agar tidak digunakan untuk bersujud, memberikan hormat, dan mengagungkan selain Allah. Memelihara semua anggota tubuh yang ada di kepala, khusuanya, dan anggota tubuh pada umumnya mengandung arti menjaga mata dari melihat yang harap, telinga dari mendengar yang maksiat, lisan dari berkata dan makan sesuatu yang menimbulkan dosa, perut dari makanan, minuman, dan pakaian yang haram. Itulah rasa malu terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Betapa Allah akan mencemoohkan dan mencela kita jika kita tidak punya rasa malu. Diberi jiwa raga yang sempurna dengan seluruh sarana dan fasilitas yang lengkapi, anggota tubuh kita masalah digunakan untuk menentangnya. Itu berarti kita berlaku waqahah kepada Allah.
Adapaun rasa malu (haya’) oleh sesama manusia adalah rasa malu yang juga bermuara kepada Allah, yaitu rasa malu jika seseorang melanggar hak sesama Muslim, menginggung kehormatannya, membuka aibnya, atau melanggar kode etik dan akhlaqul karimah yang seharusnya diterapkan kepada sesama Muslim. [Uwes Al-Qorni, 60 Penyakit Hati]