SEBAGAIMANA diketahui bahwa sebelum tidur disunnahkan (dianjurkan) untuk berwudhu terlebih dahulu, agar tidurnya lebih berkah dan membawa kebaikan. Hal ini sebagaimana mengamalkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam berikut ini.
Dari hadits Al-Bara bin Azib radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu.” (HR. Bukhari, no. 247; Muslim, no. 2710)
Lantas bagaimana dengan wanita haidh yang darahnya masih mengalir, apakah sebelum tidur dianjurkan pula untuk berwudhu? Yang jelas kalau orang dalam keadaan junub dan belum langsung mandi, maka ia dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Misalnya, sehabis hubungan intim di malam hari, lantas belum sempat mandi, maka disunnahkan berwudhu sebelum tidur. Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur, beliau mencuci kemaluannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR. Bukhari, no. 288).
Aisyah pernah ditanya oleh Abdullah bin Abu Qais mengenai keadaan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Bagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?” Aisyah menjawab, “Semua itu pernah dilakukan oleh beliau. Kadang beliau mandi, lalu tidur. Kadang pula beliau wudhu, barulah tidur.” Abdullah bin Abu Qais berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan segala urusan begitu lapang.” (HR. Muslim, no. 307).
Apakah wanita haidh keadaannya sama dengan orang junub? Jawabannya tidak sama. Kalau orang junub berwudhu, itu untuk memperingan junubnya. Sedangkan untuk wanita haidh berwudhu, maka itu tidak manfaat apa-apa. Bahkan ketika ia mandi besar (mandi wajib) pun saat darah haidhnya mengalir, tidak dikatakan hadatsnya hilang. Sehingga dari sini tidaklah sama. Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil perkataan Ibnu Daqiq Al-Ied, Imam Syafii menyatakan bahwa anjuran (berwudhu sebelum tidur) tidaklah berlaku pada wanita haidh. Karena meskipun ia mandi, hadatsnya tidak akan hilang (jika masih terus keluar darah). Hal ini berbeda dengan orang junub. Namun jika darah haidh berhenti, namun belum langsung mandi wajib, maka statusnya sama seperti orang junub. (Fath Al-Bari, 1: 395)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, menurut ulama Syafiiyah disepakati bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haidh untuk berwudhu (sebelum tidur) karena wudhu tidak berpengaruh apa-apa. Namun jika darah haidh berhenti, maka statusnya sama seperti orang junub. Wallahu alam. (Syarh Shahih Muslim, 3: 218). Semoga jadi ilmu yang bermanfaat. [Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 155247/Muhammad Abduh Tuasikal]