Zakat Bangunan yang Awalnya Disewakan Lalu Ingin Dijual

Fatwa Syaikh Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala

Soal:

Seseorang mempunyai suatu bangunan yang ia sewakan kemudian ia ingin menjualnya, sehingga bangunan ini menjadi urudh tijarah (komoditi perdagangan). Apakah ia keluarkan zakatnya sebagai urudh tijarah ataukan tetap sebagai bangunan yang disewakan?

Jawab:

Selama ia niatkan untuk dijual, maka sesungguhnya haulnya dihitung berdasarkan niatnya. Apabila telah genap 1 tahun berlalu sejak ia meniatkan untuk dijual, wajib baginya untuk mengeluarkan zakatnya (sebagai urudh tijarah). Ia bayar zakatnya setelah genap 1 tahun dan membayar 2,5% dari nilai bangunan tersebut. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat-niatnya”.

Jika niatnya untuk perdagangan, maka haul-nya dihitung sejak dijatuhkan niatnya. Begitu pula pada selain bangunan, jika itu mobil atau selainnya dan ia jadikan itu untuk perdagangan. Maka haul-nya dihitung sejak dijatuhkan niatnya. Jika sudah terpenuhi satu haul (satu tahun), maka wajib baginya membayar zakat.

Adapun bila seseorang mendapat warisan berupa rumah, mobil, atau yang semisal dari bapaknya, dan ini miliknya. Tetapi ia tidak menginginkannya untuk memilikinya, ia ingin menjualnya bukan sebagai komoditas perdagangan, ia berkata, “andaikan kutemukan ada yang minat, maka akan kujual kepadanya”, maka ini tidak ada zakatnya. Orang tersebut tidak meniatkannya untuk komoditas perdagangan, walakin ia merasa senang jika tidak memilikinya dan ingin ia jual sebagai harta yang bisa dibagi-bagi lagi. Dengan demikian, maka tidak wajib baginya zakat.

Daftar Pustaka:

Majmu’ Fatawa Wa Rasa-il Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin Jilid ke-19, Kitab ‘Urudh At-Tijarah, link: http://iswy.co/e3rhi

Penerjemah: Muhammad Fadli

Sumber: https://muslim.or.id/70762-zakat-bangunan-yang-awalnya-disewakan-lalu-ingin-dijual.html