Tanya Jawab Tentang Iman dan Islam

Tanya Jawab Tentang Iman dan Islam

Bismillah.

Berikut ini, kami sajikan beberapa tanya-jawab seputar iman dan Islam. Semoga bisa menjadi sarana belajar dan meningkatkan pemahaman bagi kaum muslimin.

Makna Islam

Pertanyaan:

Apakah makna Islam?

Jawaban:

Islam adalah kepasrahan kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan penuh ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya. Inilah pengertian Islam yang telah disampaikan oleh para ulama kepada kita. Dengan demikian, tidak mungkin Islam tegak pada diri seorang hamba, kecuali setelah dia mewujudkan tauhid. Oleh sebab itu, setiap nabi mengajak kepada kalimat tauhid ‘lailahaillallah’. Allah berfirman,

 وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِیۤ إِلَیۡهِ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّاۤ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan (yang benar), selain Aku. Maka, sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiyaa’: 25)

Makna iman

Pertanyaan:

Apakah makna Iman?

Jawaban:

Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 620 H) menjelaskan bahwa iman itu meliputi ucapan dengan lisan, diamalkan dengan anggota badan, dan diyakini dengan hati. Iman bertambah dengan ketaatan dan menjadi berkurang karena kemaksiatan. (lihat Irsyadul ‘Ibad ila Ma’ani Lum’atil I’tiqad oleh Syekh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak, hlm. 80-81)

Ibnu Abi Zamanin Al-Andalusi rahimahullah (wafat 399 H) mengatakan bahwa para ulama ahlusunah menyatakan bahwa iman mencakup keikhlasan kepada Allah dari dalam hati, mengucapkan syahadat dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan disertai niat yang baik dan sesuai dengan sunah (tuntunan). (lihat Ushul As-Sunnah, hlm. 143)

Makna tauhid

Pertanyaan:

Apakah makna tauhid?

Jawaban:

Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan-Nya, yaitu dalam perkara rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Dengan demikian, tauhid terbagi menjadi tiga: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Pembagian tauhid ini muncul berdasarkan penelitian (istiqra’) terhadap dalil-dalil Al-Kitab dan As-Sunnah.

Ketiga macam tauhid ini telah terpadu di dalam sebuah ayat, yaitu firman Allah,

رَّبُّ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَیۡنَهُمَا فَٱعۡبُدۡهُ وَٱصۡطَبِرۡ لِعِبَـٰدَتِهِۦۚ هَلۡ تَعۡلَمُ لَهُۥ سَمِیࣰّا

“Rabb penguasa langit dan bumi serta apa-apa yang ada di antara keduanya. Maka, beribadahlah kepada-Nya dan teruslah bersabar dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang setara dengan-Nya?” (QS. Maryam: 65)

Makna tauhid rububiyah

Pertanyaan:

Apakah yang dimaksud dengan tauhid rububiyah?

Jawaban:

Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, penguasaan, dan pengaturan. Meyakini bahwa tidak ada pencipta, selain Allah; tidak ada yang menguasai seluruh makhluk ini, selain Allah; dan tidak ada yang mengatur segala urusan, kecuali Allah. Atau dengan ungkapan lain, yang dimaksud tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya.

Tauhid rububiyah ini tidak diingkari oleh kaum musyrikin yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus di tengah mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضَ لَیَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡعَلِیمُ

“Dan sungguh apabila kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab bahwa yang menciptakannya adalah (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf: 9)

Allah juga berfirman,

وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضَ لَیَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ

“Dan sungguh, jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’, benar-benar mereka akan menjawab ‘Allah’.” (QS. Luqman: 25)

Dalam ayat lain, Allah menegaskan,

وَلَىِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَهُمۡ لَیَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ

“Dan sungguh, jika kamu tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’, pasti mereka akan menjawab, ‘Allah’.” (QS. Az-Zukhruf: 87)

Makna tauhid uluhiyah

Pertanyaan:

Apakah makna dari tauhid uluhiyah?

Jawaban:

Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam hal ibadah. Dengan bahasa lain, tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Allah. Apabila ditinjau dari penyandaran tauhid ini kepada Allah sebagai ilah (sesembahan), maka ia disebut tauhid uluhiyah. Dan apabila ditinjau dari penyandaran tauhid ini kepada hamba sebagai pelaku ibadah, maka ia disebut tauhid ibadah. Dalil yang menunjukkan bahwa hanya Allah yang patut disembah adalah firman Allah,

 ذَ ٰ⁠لِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ وَأَنَّ مَا یَدۡعُونَ مِن دُونِهِ ٱلۡبَـٰطِلُ

“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah (ilah/sesembahan) yang benar, dan apa-apa yang mereka seru (ibadahi) selain Allah adalah batil.” (QS. Luqman: 30)

Tauhid uluhiyah inilah yang ditolak dan diingkari oleh kebanyakan manusia. Oleh sebab itulah, Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab dalam rangka mengajak manusia untuk mengesakan Allah dalam hal ibadah. Allah berfirman,

وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِیۤ إِلَیۡهِ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّاۤ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Kami utus sebelum kamu seorang pun rasul, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan (yang benar), selain Aku. Maka, sembahlah Aku saja.” (QS. Al-Anbiya’: 25)

Umat-umat yang kafir telah mengetahui apa maksud dari dakwah para rasul. Yaitu, bahwasanya mereka datang dalam rangka mengajak umat untuk mengesakan Allah dalam hal ibadah (tauhid uluhiyah). Oleh sebab itu, mereka mengatakan,

أَتَنۡهَىٰنَاۤ أَن نَّعۡبُدَ مَا یَعۡبُدُ ءَابَاۤؤُنَا

“Apakah kamu hendak melarang kami menyembah apa-apa yang disembah oleh bapak-bapak kami?” (QS. Hud : 62)

Mereka juga mengatakan,

أَجَعَلَ ٱلۡـَٔالِهَةَ إِلَـٰهࣰا وَ ٰ⁠حِدًاۖ

“Apakah dia (Muhammad) itu menjadikan sesembahan-sesembahan ini hanya menjadi satu sesembahan saja.” (QS. Shad: 5)

Makna ibadah

Pertanyaan:

Apakah makna ibadah?

Jawaban:

Secara bahasa, ibadah bermakna perendahan diri dan ketundukan. Ibadah kepada Allah itu dilandasi oleh puncak perendahan diri kepada Allah, disertai dengan puncak kecintaan kepada-Nya. Dalam terminologi syariat, istilah ibadah mencakup dua pemaknaan:

Pertama, ibadah adalah ta’abbud (perbuatan menghamba kepada Allah). Yaitu, merendahkan diri kepada Allah dengan penuh kecintaan dan pengagungan dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Kedua, ibadah dalam arti segala sesuatu yang dicintai dan diridai oleh Allah baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ibadah itu bisa dilakukan dengan lisan, hati, atau anggota badan.

Ibadah yang dimaksud adalah ibadah yang bersih dari syirik. Tidak cukup beribadah kepada Allah apabila tidak disertai dengan sikap menjauhi segala bentuk perbuatan syirik. Seandainya orang melakukan salat dan puasa, bahkan haji dan berumrah, tetapi dia berdoa kepada selain Allah, maka semua amalnya menjadi bagaikan debu-debu yang beterbangan.

Allah berfirman,

وَلَقَدۡ أُوحِیَ إِلَیۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكَ لَىِٕنۡ أَشۡرَكۡتَ لَیَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِینَ

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, ‘Jika kamu berbuat syirik, pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.’” (QS. Az-Zumar: 65)

Maka, tidaklah bermanfaat ibadah, kecuali apabila disertai dengan sikap menjauhi segala macam bentuk syirik.

Demikian sedikit kumpulan tanya jawab seputar Islam dan iman. Semoga bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

***

Penulis: Ari Wahyudi

MUSLIMorid