Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Berikut tata cara menyembelih hewan kurban. Pasalnya, dalam melakukan penyembelihan kurban, harus berhati-hati. Agar supaya hewannya sah sebagai kurban, dan tidak menjadi bangkai. Maka dari itu, perlu mengetahui konsep dari kurban.

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban dalam Fikih

Pertama, pastikan hewan kurban yang akan disembelih telah memenuhi syarat dan terhindar dari penyakit atau cacat, terlebih PMK. Pasalnya, dalam beberapa lembaga fatwa, hewan yang terkena PMK tidak sah dijadikan kurban.

Kedua, serta pastikan juga, bahwa penyembelihannya ini sudah masuk waktunya, yakni pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika sudah masuk waktunya sholat Idul Adha hingga berakhirnya hari tasyrik.

Ini tetap harus diperhatikan, sebab di luar waktu tersebut, niscaya hewan sembelihannya menjadi sedekah sunnah, bukan kurban. Dan perlu diketahui juga bahwasanya menyembelih hewan kurban di malam hari dihukumi makruh, kecuali ada kepentingan tertentu.

Misalnya kesibukan di siang hari yang mencegahnya melakukan penyembelihan, atau karena ada kemudahan pendistribusian daging kurban kepada fakir miskin jika dilakukan di malam hari. (Sulaiman al-Jamal, Futuhat al-Wahhab bi Taudih suarh Manhaj al-Thullab, atau yang masyhur dengan judul Hasyiyah al-Jamal, Juz 5 hal. 256)

Ketiga, jika syarat di atas sudah dipenuhi, maka silahkan niat. Jika kurban tersebut sunnah, dan ia sendiri yang menyembelih, maka membaca

نويت الأضحية المسنونة عن نفسي لله تعالى

(Saya niat berkurban sunnah untuk diri saya sendiri karena Allah)

Jika ia mewakilkan sembelihannya kepada orang lain, maka niatnya adalah

نويت الأضحية المسنونة عن (….) لله تعالى

(Saya niat berkurban sunnah untuk (sebutkan namanya) karena Allah)

Sedangkan jika kurban tersebut adalah nadzar, maka niatnya adalah

نويت الأضحية المنذورة عن نفسي لله تعالى

(Saya niat berkurban nadzar untuk diri saya sendiri karena Allah)

Hanya saja jika ia yang berkurban lelaki, jika bisa menyembelih, maka lebih baik ia sendiri. Namun jika perempuan, lebih baik untuk mewakilkan penyembelihannya. (Khatib al-Syirbini, Iqna’ fi hall alfadz abi Syuja Juz 2 hal. 593)

Keempat, dalam penyembelihan hewan yang mudah disembelih (maqduur ‘alaih) harus memutus seluruh hulqum (tenggorokan/saluran nafas) dan marii’ (kerongkongan/saluran makanan dan minuman) dalam satu penyembelihan. Penyembelihan yang dilakukan lebih dari satu maka saat putusnya hulquum dan marii’ disyaratkan hewan masih dalam kondisi hayatmustaqirrah.

Hayat Mustaqirrah adalah kondisi hewan masih mempunyai kehidupan yang melekat. Tanda hayat mustaqirrah adalah darah masih mengalir dengan deras atau hewan masih bisa bergerak dengan kuat.

Jika saat penyembelihan terakhir, yaitu saat putusnya hulquum atau mari’ hewan sudah sekarat dan hampir mati yang jika dibiarkan sebentar pun akan mati maka hakikatnya kematian hewan tersebut bukan disebabkan penyembelihan terakhir melainkan penyembelihan sebelumnya yang tidak memenuhi syarat. Untuk itulah, hewan mati menjadi bangkai. Adapun memotong dua otot samping (wadajain) hukumnya sunah.

Kelima, penyembelihan hewan harus menggunakan alat tajam selain kuku, gigi dan tulang. Jika penyembelihan menggunakan alat yang dapat memotong namun bukan sebab tajamnya melainkan tekanan berat dari alat atau orang yang memotong maka hukumnya haram.

Bagi hewan yang tidak dapat dikendalikan sehingga tidak dapat disembelih dengan normal (ghoiru maqdur alaih), maka penyembelihannya dengan cara ‘aqr, yaitu melemparkan alat penyembelihan pada tubuh manapun dari hewan tersebut dengan alat tajam (selain tulang, gigi, dan kuku) yang dapat melukai dan mengalirkan darah hewan tersebut sehingga dapat menyebabkan kematiannya.

Akan tetapi pada saat terluka, dan hewan tersebut memiliki hayat mustaqirrah, serta dapat dikendalikan, maka wajib dilakukan penyembelihan secara normal pada hewan tersebut. Jika ada udzur tidak dapat menyembelih secara normal, kemudian mati sebelum disembelih maka hukumnya halal.
Hukum Menyembelih dengan Pisau Tumpul

Lalu bagaimana ketika proses menyembelih hewan, pisaunya jatuh atau tidak tajam? Syekh Ibrahim Al-Baijuri, menjelaskan:

فلو رفع السكين وأعادها فورا أو ألقاها لكونها كالّة وأخذ غيرها فورا أو سقطت منه وأخذ غيرها حالا أو قلبها وقطع بها ما بقي حل المذبوح لأن جميع المرات عند عدم الفصل كالمرة الواحدة

“Jika pisaunya diangkat lalu diulang lagi secara segera, atau membuang pisau karena tumpul dan mengambil pisau lain seketika, atau pisaunya terjatuh, atau membalik pisaunya dan memotong rongga yang tersisa maka sembelihannya halal, Sebab semua pengulangan tersebut seperti sekali hunus ketika tidak ada jeda waktu yang lama” (Hasyiyah Al-Baijuri  2/286)

Perkara yang Sunnah dalam Menyembelih

Berikut adalah beberapa kesunnahan dalam melaksanakan kurban;

Ketika menyembelih kurban disunnahkan untuk membaca basmalah, sholawat, takbir 3 kali. Lalu menghadapkan hewan kurban ke kiblat, berdoa agar kurbannya diterima. Berikut redaksi doanya;

اللَّهُمَّ هَذَا مِنْك وَإِلَيْك فَتَقَبَّلْ مِنِّي

Kemudian disunnahkan untuk mempertajam pisau, lalu Membaringkan sapi, kerbau, kambing dan domba dengan lembut dengan menjadikan sisi kirinya di lantai atau tanah dan semua kakinya diikat kecuali kaki kanan belakang dilepaskan, leher yang disembelih dihadapkan kearah kiblat, penyembelih pun juga menghadap kiblat.

Serta memegangi kepala hewan dengan tangan kiri. Adapun hewan unta, maka sunnahnya unta tetap berdiri dengan mengikat lutut kaki kirinya. (Khatib al-Syirbini, Iqna’ fi hall alfadz abi Syuja’ Juz 2 hal. 592)

Demikianlah sekilas mengenai tata cara menyembelih hewan kurban. Seyogyanya memperhatikannya, agar kurbannya sah dan tidak menjadi bangkai. Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH