Pada tahun 11 Hijriyah, Abu Bakar ash-Shidiq diamanati sebagai khalifah atau pemimpin politik pengganti Rasulullah SAW. Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar adalah mempersatukan umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad. Seperti dinarasikan Muhammad Husain Haekal dalam buku Abu Bakr as-Sidiq, tanda-tanda pembangkangan memang sudah muncul.
Surat-surat datang kepada Abu Bakar dari para perwakilan kuasa Rasulullah di berbagai daerah Semenanjung Arab. Kebanyakan mereka mengungkapkan tentang adanya permusuhan dari kelompok-kelompok pemberontak yang di lain pihak juga tetap mempertahankan keislamannya. Potensi kekacauan sudah di ambang mata.
Abu Bakar menyadari, protes para pemberontak berfokus pada kewajiban menunaikan zakat. Mayoritas kabilah pemberontak merasa, sesudah wafatnya Nabi Muhammad, maka mereka tidak melihat alasan lagi untuk membayar zakat dan mengirimkannya kepada pusat. Keengganan membayar zakat itu beragam alasannya, mulai dari tabiat kikir hingga kelihaian mereka dalam menimbun harta.
Pokok persoalannya, para pemberontak ini menganggap zakat identik dengan upeti yang mesti dibayarkan pemuka-pemuka daerah kepada pemerintahan pusat. Maka setelah Nabi Muhammad wafat, mereka merasa berlepas diri dari otoritas yang mewajibkan mereka menunaikan upeti.
Mereka menilai, sejak Nabi meninggal dunia, maka upeti tak berlaku lagi dan bisa dibayarkan kepada siapa saja yang mereka pilih sendiri sebagai pemimpin. Mereka menegaskan, tidak akan tunduk kepada Abu Bakar. Di antara kabilah-kabilah yang membangkang itu, terdapat kabilah Abs dan Zubyan yang dekat dengan Madinah.
Abu Bakar kemudian mengadakan rapat dengan para sahabat besar untuk menentukan langkah-langkah antisipatif. Di sinilah muncul perbedaan sikap antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Sosok Umar yang terkenal tegas dalam pertemuan itu menjadi cukup lunak dalam memandang para pemberontak.
Ia menilai tidak perlu memerangi mereka, tetapi cukup membujuk mereka agar sama-sama bersatu menghadapi musuh bersama. Seperti diketahui, pasukan Romawi di utara sudah dalam kondisi siaga tempur dengan pasukan Islam. Dalam pertemuan ini, Umar bin Khattab didukung mayoritas sahabat lainnya.
Namun, Abu Bakar berpandangan satu visi dengan minoritas dalam pertemuan ini. Bahkan, ia sampai menyampaikan orasi sebagai berikut, Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku (sebagai khalifah-Red), yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah, akan kuperangi.
Abu Bakar berargumen bahwa kewajiban menunaikan zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Tidak sempurna Islam seseorang atau suatu kaum bila menafikan penunaian zakat. Apalagi, tegas Abu Bakar, di dalam Alquran perintah shalat beriringan dengan seruan menunaikan zakat.
Tanpa ragu, Abu Bakar menjawab pandangan Umar bin Khattab dan para sahabat di sana, Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan shalat dengan zakat. Atas respons Abu Bakar ini, Umar berubah pikiran dan menjadi pendukungnya. Demi Allah, tiada lain yang harus kukatakan. Semoga Allah melapangkan dada Abu Bakar dalam berperang. Aku tahu dia benar, kata Umar bin Khattab.
Inilah pertempuran pertama di era Khulafaur Rasyidin. Dalam masa menunggu tiga malam, akhirnya pasukan pembangkang itu menyerbu Madinah. Tujuannya meruntuhkan mental pasukan Abu Bakar sehingga menerima tuntutan mereka mengenai salah satu rukun Islam itu. Menghadapi situasi genting demikian, Abu Bakar memerintahkan tidak meninggalkan tempat.
Dengan menaiki unta, dia memberitahukan orang-orang yang berada di masjid. Kemudian, bersama-sama mereka berangkat menghadapi pasukan musuh yang merupakan gabungan kaum Gatafan, Abs dan Zubyan di malam gelap itu. Menjelang pagi, pasukan Abu Bakar terus mengejar dua kaum pemberontak itu hingga ke Zul Qassah. Begitu matahari muncul penuh di ufuk timur, kemenangan gemilang sudah diraih pasukan Abu Bakar.
Sebagai informasi, pasukan yang dipimpin Abu Bakar tidak sepenuhnya berasal dari unsur militer. Ada pula yang tidak cukup berpengalaman angkat senjata. Tetapi, keteguhan hati Abu Bakar telah menginspirasi mereka, bagaikan berperang di sisi Nabi Muhammad. Kemenangan ini lantas berpengaruh besar ke dalam hati kaum Muslim.