Teladan Imam Ahmad bin Hanbal

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal; Menasehati dengan Bijak, Bukan Menginjak

Sumpah, “demi masa”, manusia berada dalam kerugian. Begitulah Allah mengingatkan dalam al Qur’an. Kecuali mereka yang beriman dan saling menasehati untuk kebaikan dan supaya bersabar. Peringatan itu disampaikan Allah dalam kitab suci. (al ‘Ashr: 1-3).

Anjuran untuk saling mengingatkan merupakan tuntutan syariat Islam terhadap sesama muslim supaya tidak tergelincir dalam kubangan kesalahan dan dosa. Namun begitu, ajaran Islam juga mengingatkan tentang etika memberi nasihat tersebut. Ada akhlak budi pekerti yang harus diperhatikan ketika akan mengingatkan seseorang yang melakukan kesalahan.

Para ulama seringkali mencontohkan adab menasehati orang lain yang telah melakukan kesalahan. Salah satunya diteladankan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, ulama pendiri salah satu madhab fikih yang populer dengan madhab Hanbali.

Teladan Imam Ahmad bin Hanbal ketika menasehati seseorang dicatat dalam kitab Al Jami’ li Akhlaq al Raqi karya Syaikh Khatib al Baghdadi. Adalah Harun bin Abdillah, murid Imam Ahmad bin Hanbal yang menceritakan teladan tersebut.

Kisahnya, suatu waktu, pada tengah malam, seseorang mengetuk pintu rumah Harun. Ia bertanya, “siapa yang malam-malam bertamu”? Dari luar terdengar suara menjawab, “Ahmad”. Masih penasaran, Harun kembali bertanya, “Ahmad yang mana”?. Harun terkejut ketika tamu itu berkata, “Ahmad bin Hanbal”. Ya, yang datang adalah gurunya. Tak biasanya gurunya tersebut berkunjung di malam buta seperti itu. Dalam hati Harun bertanya, ada apakah gerangan gurunya berkunjung tengah malam begini.

Tanpa basa-basi lagi Harun segera membuka pintu. Setelah menjawab salam gurunya, ia mempersilahkan masuk. Tak lama setelah itu, Harun bertanya kepada gurunya prihal apakah gerangan sehingga beliau datang di tengah malam buta.

Sebelum menyampaikan maksud kedatangannya, terlebih dahulu Imam Ahmad meminta maaf kepada muridnya tersebut karena telah datang tengah malam. Itupun, karena beliau paham kebiasaan muridnya yang terbiasa tidak tidur awal sehingga yakin kalau saat itu Harun pasti belum tidur.

Lalu, beliau berkata; “Saya datang kesini, karena tadi siang ada sikapmu yang mengusik hati”. Harun terdiam, dalam hati ia mencoba mengingat apa kiranya kesalahan yang ia lakukan tadi siang, namun tidak menemukannya. Harun pun meminta gurunya untuk menceritakan kesalahannya tanpa merasa sungkan.

Imam Ahmad dengan sangat hati-hati mengatakan bahwa dirinya tadi siang melewati halaqah tempat Harun mengajar murid-muridnya. Kata Imam Ahmad: “Saya melihat kamu saat mengajar hadis tadi berada di bawah bayang-bayang pohon sehingga kamu terhindar dari terik sinar matahari, sementara murid-muridmu kepanasan terkena sinar matahari, padahal mereka saat itu sedang menulis hadis yang engkau ajarkan. Saya berharap kejadian seperti itu tidak terulang lagi. Harun, jika engkau sedang mengajar, maka duduklah dalam keadaan sebagaimana murid-muridmu duduk”.

Harun tersentak, dirinya telah melakukan kesalahan yang tidak ia sadari. Beruntung ada gurunya yang masih mengingatkannya. Imam Ahmad menyampaikan nasehat tersebut dengan suara yang sangat pelan. Cukup terdengar oleh Harun. Kemudian beliau pamit pulang, dan menutup pintu rumah Harun dengan sangat pelan dan hati-hati supaya tidak terdengar oleh orang lain.

Harun merasa telah diselamatkan oleh gurunya. Kesalahan ketika mengajar itu benar-benar tidak ia sadari. Dirinya telah angkuh menempatkan pribadinya sebagai guru di atas murid-muridnya.

Satu hal lagi yang membuat Harun begitu terkesima. Yakni, sikap gurunya yang berhias akhlak budi pekerti saat menasehati dirinya. Tidak menasehatinya pada waktu ia sedang mengajar di depan murid-muridnya, tapi menunggu sampai tengah malam supaya tidak ada seorangpun yang tahu kalau dirinya telah menasehati Harun.

Teladan Imam Ahmad ini sungguh telah sirna, saat ini menjadi barang langka. Terutama di media massa, ketika melihat orang lain melakukan kesalahan langsung dinasehati di depan publik ramai. Tidak peduli hal itu menyakitkan atau tidak. Bahkan, bukan nasehat lagi, tapi tuduhan dan umpatan yang dilontarkan.

Maka, teladan Imam Ahmad mestinya melekat dalam diri umat Islam. Bahwa ketika akan menasehati orang lain ada etika dan adab yang harus diperhatikan. Krisis meneladani akhlak para ulama mestinya segera dihilangkan. Supaya apa yang dicita-citakan oleh Baginda Nabi untuk menyempurnakan akhlak mulia terwujud.

ISLAMKAFFAH