Tidak ada diskriminasi, termasuk yang atas nama agama
Constable dalam Housing the Stranger in the Mediterranean World (2003) mengklasifikasi funduq tidak jauh berbeda daripada sistem perhotelan saat ini. Mereka memakai klasifikasi “bintang-bintang.”
berpendapatan menengah ke bawah memilih funduq dengan harga sewa yang relatif terjangkau—mungkin sekelas “hotel melati” saat ini.
Setiap unit funduq, apa pun kelasnya, biasanya dilengkapi toko untuk memenuhi kebutuhan harian para tamu. Letak funduq juga cenderung berdekatan dengan pasar, sehingga para pedagang yang menginap di sana dapat menyelesaikan keperluan bisnisnya dengan mudah.
Sebagaimana funduq yang didirikan atas dasar wakaf atau charity, tidak ada aturan yang mendiskriminasi antara tamu Muslim dan non-Muslim. Constable mengungkapkan, khususnya pada abad pertengahan, tidak ada bukti yang menunjukkan segregasi antara yang beragama Islam dan non-Islam.
Fasilitas lainnya yang selalu tersedia di setiap funduq adalah jasa penitipan barang. Standar pelayanannya mungkin setara bank dalam konteks zaman modern.
Pengurusnya merupakan laki-laki dan/atau perempuan yang begitu amanah. Mereka tidak diperkenankan menyerahkan barang titipan kecuali kepada pemiliknya.
Ambil contoh kisah yang dituturkan Ibnu Jauzi, sebagaimana dikutip dalam buku karya Raghib. Pada 1175, seorang pedagang yang menginap di hotel Anbar, Baghdad, menitipkan sejumlah hartanya ke funduq tersebut.
Dia pulang dengan ditemani seorang budak. Dalam perjalanan, budak itu membunuhnya. Pelaku lantas pergi ke Anbar untuk mengambil harta tuannya dengan alibi menjalankan perintah.
“Demi Allah, kami tidak akan membukakan pintu kepadamu, sehingga tuanmu sendiri yang datang ke sini,” tegas perempuan yang menjaga tempat penitipan barang.
Singkat cerita, budak itu berhasil ditangkap aparat keamanan dan kemudian dihukum mati setelah terbukti melakukan pembunuhan.