Tingginya Kematian di Penyelenggaraan 'Haji Ramah Lansia'

Tingginya Kematian di Penyelenggaraan ‘Haji Ramah Lansia’

Faktor penyebab jamaah wafat terbesar sejauh ini yakni sepsis dan penyakit jantung.

Oleh IDEALISA MASYRAFINA, ZAINUR MAHSIR RAMADHAN

BANTUL — Sebanyak 350 orang jamaah haji Kabupaten Bantul kloter 48 yang mendarat di Bandara Adi Soemarmo, Surakarta, Jawa Tengah, pada Kamis (20/7/2023) malam tidak selengkap saat rombongan tersebut berangkat ke Tanah Suci. Dua orang jamaah, yakni Panuju (64 tahun) dan Tuhilan (85), meninggal dunia saat menjalani prosesi ibadah haji.

Panuju berangkat haji bersama sang istri Dwi Ristiani (57 tahun) yang tiba di Tanah Air seorang diri. Dwi yang awalnya masih bisa tersenyum saat duduk ditemani sang cucu dan adik laki-lakinya langsung menangis pilu ketika putranya menjemput dan memeluknya. Air mukanya menyiratkan bahagia, haru, sekaligus ketegaran dan keikhlasan, mengingat sang suami telah berpulang terlebih dahulu di Tanah Suci.

“Saya, insya Allah, ikhlas. Bapak itu berangkat sehat, di sana juga sehat. Memang kejadiannya cepat. Banyak yang menguatkan saya juga sehingga, alhamdulillah, saya tetap bisa menjalankan ibadah haji sampai selesai,” ujar Dwi Ristiani.

Panuju merupakan jamaah haji asal Prancak Glondong, Panggungharjo, yang berpulang dua pekan seusai menginjakkan kaki di Makkah. Selain Panuju, jamaah lain asal Bantul yang juga berpulang di Tanah Suci adalah Tuhilan (85 tahun) dari Canden, Jetis. Dengan demikian, dari 352 jamaah di kloter 48, yang kembali ke Indonesia sejumlah 350 orang.

Meninggalnya Panuju dan Tuhilan ikut menyumbang rekor kematian jamaah haji pada tahun ini. Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kemenag pada hari operasional pelaksanaan haji ke-59, ada 705 jamaah yang meninggal dunia. Angka itu belum merupakan akumulasi akhir karena masa penyelenggaraan ibadah haji masih tersisa 12 hari lagi. Kedatangan terakhir jamaah ke Tanah Air pun dijadwalkan pada 3 Agustus 2023.

Berdasarkan data Siskohat, tingkat kematian tersebut merupakan jumlah tertinggi selama tujuh tahun penyelenggaraan haji. Meski demikian, bila merujuk pada Pusat Data Republika, jumlah jamaah wafat pada 2012, 2013, dan 2014 mencapai 478 jiwa, 281 jiwa, dan 275 jiwa. Artinya, jumlah jamaah haji wafat pada musim haji bertema ‘Haji Ramah Lansia’ ini merupakan angka kematian tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Kepala Pusat Kesehatan (Puskes) Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Liliek Marhaendra Susilo mengatakan, tingginya jumlah jamaah haji meninggal dunia memang menjadi yang terbanyak selama lima tahun terakhir. Menurut dia, faktor penyebab terbesar ratusan jamaah yang wafat tersebut karena sepsis (komplikasi infeksi) dan penyakit jantung. Dia menjelaskan, sebanyak 84,75 persen jamaah meninggal merupakan lansia. “Angka kesakitan dan kematian jemaah haji melonjak tajam saat prosesi Mina dan pasca Armina,” kata Liliek saat dikonfirmasi, Jumat (21/7/2023).

Dia menjelaskan, tingginya angka kematian haji sejauh ini disebabkan beberapa hal. Pertama, tingginya jumlah jamaah haji lansia yang mencapai 45 persen dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kedua, kata dia, tingginya jamaah haji risiko tinggi yang mencapai 75 persen dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. “Lalu, terjadinya insiden pemicu, seperti keterlambatan jamaah keluar dari Muzdalifah dan kurangnya fasilitas di Mina (air, makanan, dan tenda, Red),” kata dia.

Terjadinya insiden pemicu seperti keterlambatan jamaah keluar dari Muzdalifah dan kurangnya fasilitas di Mina

LILIEK MARHAENDRA SUSILO Kapuskes Haji

Berdasarkan kejadian selama ini, dia menyimpulkan, permasalahan pada lansia saat di Arab Saudi adalah adaptasi fisik dan mental atas perubahan lingkungan sosial. Jika hal itu dibiarkan, pihaknya menyebut ada risiko yang memicu beberapa hal. “Pertama, mudah mengalami disorientasi karena penurunan kemampuan daya ingat dan pikir. Kedua, mudah mengalami kelelahan karena penurunan kemampuan fisik,” kata dia.

Tak sampai di sana, para jamaah juga bisa mengalami kekambuhan penyakit penyerta, selain mudahnya terjangkit infeksi karena penurunan daya tahan tubuh. Ditanya kemungkinan dehidrasi atau layanan kesehatan lainnya, Liliek menyebut hal itu sudah diantisipasi sejak lama. Dia mencontohkan, ada klinik kesehatan yang merawat jamaah dengan kategori keparahan sedang di Makkah dan Madinah. “Untuk tingkat keparahannya berat, kami rujuk ke RS Arab Saudi,” tutur dia.

Liliek menambahkan, pihaknya juga sudah menerjunkan tim promosi kesehatan ke penginapan jamaah haji untuk menjaga kesehatan dan perilaku yang menunjang kesehatan, terutama selama di Arab Saudi. “Termasuk mengingatkan agar tetap minum air putih meskipun tidak merasa haus minimal 2 liter per hari,” ucapnya.

Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro menilai persoalan usia jamaah menjadi salah satu faktor yang memperbanyak kematian pada musim haji tahun ini. Ada sebanyak 67 ribu orang lebih jamaah lanjut usia atau di atas usia 60 tahun yang berangkat haji tahun ini. Selain itu, cuaca yang sangat panas juga saat puncak haji di Armina serta fisik dan kesehatan jamaah haji menjadi faktor yang melatarbelakangi banyaknya jamaah haji meninggal di Tanah Suci.

Di sisi lain, Ismed mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak memiliki rekam jejak kesehatan jamaah haji yang akurat sehingga tidak diantisipasi sejak dini atau jauh hari sebelum keberangkatan ke Tanah Suci. Para calon jamaah haji, terutama yang telah lanjut usia, pun jarang melakukan pengecekan kesehatan yang semestinya dilakukan jauh-jauh hari sebelum berangkat ke Tanah Suci. Menurut Ismed, kebanyakan jamaah melakukan pengecekan kesehatan hanya sebulan sebelum keberangkatan.

Saya, insya Allah, ikhlas. Bapak itu berangkat sehat, di sana juga sehat. Memang kejadiannya cepat. Banyak yang menguatkan saya juga

DWI RISTIANI

“Harus ada perbaikan yang signifikan dan serius terhadap persoalan rekam jejak kesehatan dari para calon haji ini. Terutama sekali soal kesehatan itu penting sekali untuk dimiliki agar antisipasi sejak dini dalam melayani para calon jamaah menjelang keberangkatan, saat berangkat, saat di Tanah Suci, dan saat puncak haji, itu sudah memiliki antisipasi yang sesuai dengan persoalan yang dihadapi oleh calon jamaah hajinya,” kata Ismed kepada Republika pada Jumat (21/07/2023).

Adanya rekam jejak kesehatan jamaah haji yang jelas akan memudahkan pada petugas haji untuk mengantisipasi berbagai tantangan sesuai kondisi kesehatan tiap-tiap jamaah. Ismed mengatakan, pemerintah ke depannya harus betul-betul mempersiapkan dengan sebaik mungkin menyangkut istithaah keuangan jamaah haji, istithaah kemampuan jamaah haji, dan istithaah kesehatan jamaah haji.

REPUBLIKA