Jihad berperang melawan orang kafir yang mengancam kehidupan orang Islam hukumnya wajib. Dalam konteks umat Islam dalam kondisi terancam dan mendapat serangan dari pihak musuh, Allah memerintahkan melalui firman Allah swt:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ
Artinya: “Diwajibkan atas kalian berperang” (QS. Al Baqarah: 216)
begitu juga ayat 89 surat an Nisa’:
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
Artiya: “Bunuhlah mereka di mana kalian menjumpainya” (QS. An Nisa’: 89)
atau surat At Taubah ayat 5:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
Artinya: “Bunuhlah orang-orang musyrik di mana kalian menjumpainya” (QS. At Taubah: 5)
ulama’ sepekat ayat-ayat tersebut adalah dalil kewajiban berjihad perang melawan orang-orang kafir dalam konteks kondisi perang. Tentang sejauhmana kewajiban berjihad tersebut ulama’ membedakan kondisi orang kafir.
Jika orang kafir berada di negerinya, sementara orang Islam butuh untuk menyerang ke negaranya, maka hukumnya fardhu kifayah. Seandainya sudah ada yang melakukan penyerangan tersebut, maka kewajiban bagi umat Islam lainnya sudah gugur. Namun jika orang kafir yang menyerang negara berpendudukan Islam, maka wajib bagi seluruh umat Islam untuk berperang melawannya sebagaimana fatwa jihad yang pernah dikeluarkan oleh KH Hasyim Asya’ri melalui Resolusi Jihad.
Pertanyaannya, bagaimana dengan umat Islam lainnya yang berada di negara berbeda?
Syaikh al Bajuri di dalam kitabnya menjelaskan ketika suatu negara umat Islam diserang orang kafir, maka wajib bagi umat Islam lainnya melakukan jihad melawan kafir tersebut. Sebagaimana terjadi pada Palestina yang dibantai dan didzolimi oleh Zionis Israel. Hanya saja, kewajiban ini berbeda antara negara yang jauh dengan negara yang dekat.
Syaikh al Bajuri menegaskan, untuk negara yang dekat yang tidak sampai jarak boleh mengqashar shalat, maka wajib ain melawan kafir yang menyerang suatu negara berpenduduk Islam. Begitu juga bagi penduduk yang jauh dari negara yang diserang dan mereka membutuhkan bantuanya, maka juga wajib ain.
Sementara jika penduduk Islam lainnya jauh dari negara tersebut, maka hukumnya fardhu kifayah.
وَعَلَى مَنْ كَانَ بِمَسَافَةِ الْقَصْرِ إِنِ احْتَاجُوْا إِلَيْهِمْ بِقَدْرِ الْكِفَايَةِ لِإنْقَاذِهِمْ مِنَ الْهَلْكَةِ فَيَصِيْرُ فَرْضَ عَيْنٍ فِي حَقِّ مَنْ قَرُبَ وَفَرْضَ كِفَايَةٍ فِي حَقِّ مَنْ بَعُدَ
Artinya: “Begitu juga wajib bagi orang yang berada di jarak qashar jika mereka membutuhkannya seukuran kebutuhannya untuk menyelamatkan mereka dari kehancuran. Maka jihad menjadi fardu ain bagi orang yang dekat dan fardu kifayah bagi yang jauh”
Melihat kontek perselisihan Palestina-Israel, maka seluruh umat Islam di belahan dunia wajib melakukan jihad melawan Israel demi menyelamatkan keberlangsungan hidup umat Islam di Palestina.
Apakah berjihad harus dengan senjata ?
Yang wajib bagi umat Islam adalah berjihad, bukan harus mengangkat senjata. Berjihad tidak pasti harus menggunakan senjata, tapi bisa saja dengan harta, medis, atau pelayanan dan sebagainya. Rasulullah saw bersabda:
جَاهِدُوْا بِأَيْدِيْكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
Artinya: “Berjihadlah kalian dengan tangan-tangan kalian, lidah kalian dan harta-harta kalian” (HR. An Nasa’i dan lainnya)
Hadits di atas menunjukkan bahwa berjihad tidak harus dengan senjata, tetapi dengan apa yang bisa dilakukannya. Manakala seseorang tidak mampu melakukan jihad karena faktor-faktor tertentu, maka jihad hukumnya tidak wajib.
Boikot merupakan salah satu jihad yang dapat dilakukan oleh orang-orang muslim saat ini, dan bisa dilakukan siapa pun. Karena sulit melakukan jihad dengan senjata melihat faktor-faktor lain yang bisa menimbulkan dharar yang lebih besar bagi umat Islam sendiri daripada ancaman hancurnya Palestina sebab serangan Israel. Sehingga jihad dengan memboikot produk-produk Israel begitu juga sekutunya menjadi fardu ain bagi setiap umat Islam. Karena boikot dapat melemahkan perekonomian Israel dan kerugian finansial yang cukup besar.