Umat yang Terbaik

Siapa sebetulnya umat terbaik itu? Secara benderang, istilah umat terbaik disebut dalam Alquran, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS 3: 110).

Para mufasir sependapat bahwa yang dimaksud “kamu” di awal surah tersebut adalah umat Islam. Lalu, pada lanjutan ayat itu dijelaskan mengapa dikategorikan sebagai umat terbaik karena mereka memikul tanggung jawab menyuruh kepada kebaikan sekaligus mencegah atas yang buruk. Jadi, jika kedua tanggung jawab itu ditinggalkan, lepas juga sebutan sebagai umat terbaik.

Untuk memelihara sebutan sebagai umat terbaik, umat Islam harus berusaha menyelamatkan misi menegakkan amar makruf dan nahi mungkar, atau secara populer disebut dakwah. Bagaimana mewujudkannya, dibutuhkan perangkat pendukung yang secara dinamis terus berkembang.

Pada zaman Nabi, misalnya, dakwah dapat dilaksanakan sejalan dengan kenyataan kebudayaan masyarakat nya. Nabi beserta para sahabatnya da tang dari satu pintu yang satu me nuju ke pintu yang lain, lalu mengajak secara perlahan dan damai, sehingga masuk Islamlah sejumlah orang yang kemudian menjadi sahabat Nabi.

Abu Bakar as-Shiddiq dikenal sebagai orang pertama yang menyatakan diri masuk Islam setelah istri Na bi, Khadijah. Seorang saudagar, Utsman bin Affan juga masuk Islam de ngan caranya sendiri. Lalu, Umar bin Khattab yang dikenal seorang pemberani juga masuk Islam dengan cara dan gayanya yang khas dan menakjubkan.

Islam masuk ke nusantara juga dibawa dan disebarkan oleh orang-orang terbaik pada zamannya. Islam disebarkan oleh para wali, yang dalam sejarah dikenal sebagai Wali Sanga. Dengan penuh akomodasi mereka mem perkenalkan Islam dari pintu ke pintu sehingga Islam menjadi agama pribumi yang kuat melekat pada sistem kehidupan masyarakat nya. Para wali dengan tekun menyapa setiap warna kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang dihadapinya, termasuk digunakannya tradisi wayang golek untuk menyebarkan agama. Sukses!

Namun, jangan mimpi kalau sukses gemilang yang dilalui para wali itu dapat diulang untuk menghadapi masyarakat saat ini. Zaman kini telah berubah, dan warna kebudayaannya pun ikut berubah secara signifikan. Saat ini, secara kasatmata, media baru sedang menguasai dunia.

Perkembangan internet yang menjadi salah satu ciri abad ini tanpa banyak disadari para dai telah ber impli kasi besar pada pembentukan ma syarakat baru, komunitas virtual, yakni sebuah komunitas yang secara bebas dan independen berinteraksi dalam dunia cyberspace.

Inilah masyarakat dakwah baru yang seharusnya dipertimbangkan ketika akan menjadikannya sebagai sasaran utama amar makruf nahi mungkar. Dakwah di atas mimbar kini sudah bukan zamannya lagi. Bahkan, media sosial kini sudah menjadi pilihannya. Karena itu, penting untuk mulai merancang bagaimana menjadi umat terbaik yang tetap eksis di era media.

Oleh: Asep S Muhtadi

 

REPUBLIKA