Ummu Syuraik dengan tegas menjawab, “Demi Allah, aku telah masuk agama Muhammad.” Maka, mereka kemudian membawa Ummu Syuraik ke sebuah tempat dengan mengendarai kendaraan mereka yang paling jelek dan kasar, yaitu seekor unta yang lemah. Me reka memberi makan dan madu, tetapi tidak mem berikan setetes air pun kepadanya. Hingga ma na kala tengah hari dan matahari telah terasa panas, mereka menurunkan Ummu Syuraik dan mulai memukulinya. Kemudian, mereka meninggalkannya di tengah teriknya matahari hingga Ummu Syuraik hampir pingsan.
Siksaan itu dijalani Ummu Syuraik selama tiga hari. Tatkala hari ketiga, mereka berkata kepadanya. “Tinggalkan lah agama yang telah kau pegang!” Ummu Syuraik menjawab tanpa takut, “Aku sudah tidak lagi dapat mendengar perkataan kalian, kecuali satu kata demi satu kata dan aku hanya mem berikan isyarat dengan telunjukku ke langit sebagai isyarat tauhid,” katanya tegas.
Tatkala sudah sangat kepayahan, dalam keadaan berbaring tiba-tiba Ummu Syuraik merasakan dinginnya ember yang berisi air di atas dadanya. Antara sa dar dan tak sadar, dia se gera mengambil dan meminumnya sekali teguk. Kemudian, ember ter se but terangkat dan Ummu Syuraik melihat ternyata ember tersebut menggantung antara langit dan Bumi dan dia tidak mampu mengambilnya.
Kemudian, ember tersebut menjulur kepadanya untuk yang kedua kalinya, maka dia minum darinya, kemudian ember terangkat lagi. “Aku melihat ember tersebut berada antara langit dan Bumi. Kemudian, ember tersebut menjulur kepadaku untuk yang ketiga kalinya. Maka, aku minum darinya hingga aku kenyang dan aku guyurkan ke kepala, wajah, dan bajuku,” kata Ummu Syuraik.
Kemudian, para penyiksanya datang lagi sambil keheranan mendapati Ummu Syuraik dalam keadana basah kuyup di tengah padang gersang tanpa air itu. “Dari mana engkau dapatkan air itu wahai musuh Allah,” teriak mereka.
Ummu Syuraik pun menjawab, “Sesungguhnya musuh Allah adalah selain diriku yang menyimpang dari agama-Nya. Adapun pertanyaan kalian dari mana air itu maka itu adalah dari sisi Allah yang dianugerahkan kepadaku.”
Mereka segera menengok ember yang ada di dekat Ummu Syuraik dan mendapati ember tersebut masih tertutup rapat belum terbuka. Artinya, air yang meng guyur Ummu Syuraik bukan dari ember itu. Akhi rnya mereka berkata.
“Kami bersaksi bahwa Rabb mu adalah Rabb kami dan kami bersaksi bahwa yang telah memberikan rez eki kepadamu di tem pat ini setelah kami menyiksamu adalah Dia Yang Men syariatkan Islam.” Masuk lah mereka semuanya ke dalam agama Islam dan semuanya berhijrah bersama Rasulullah.
Kisah mengenai Ummu Syuraik direkam dalam Alquran surah al-Ahzab ayat 50. “Hai Nabi, sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan ham ba sahaya yang kamu mi liki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah umtukmu dan anakanak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anakanak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anakanak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anakanak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang ikut berhijrah bersamamu dan anak-anak perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi….”
Kisah ini bermula ketika Rasulullah bermaksud menceraikan beberapa orang dari istri nya. Ketika para istri Nabi merasakan gelagat itu, mereka lantas menyampaikan kerelaan terhadap keputusan Nabi mengenai siapa saja yang bakal dicerai atau dipertahankan.
Dalam surah al-Ahzab ayat 51, Allah berfirman kepada Nabi, “Engkau boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang engkau kehendaki di antara mereka (para istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa (di antara mereka) yang engkau kehendaki. Dan, siapa yang engkau ingini untuk menggaulinya kembali dari istri-istrimu yang telah engkau sisihkan maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian ini lebih dekat untuk ketenangan hati mereka dan mereka tidak merasa sedih dan mereka rela dengan apa yang engkau berikan kepada mereka semuanya.”
Ibn Sa’ad meriwayatkan dari Ikrimah dan juga dari Munir bin Abdullah ad- Duali bahwa Ummu Syuraik, Ghaziyah Binti Jabir bin Hakim ad-Dausiay, merupakan seorang perempuan cantik yang telah menawarkan diri nya kepada Nabi untuk di ni kahi. Lantas, Nabi pun menerimanya.
Siti Aisyah, istri Nabi yang paling muda sekaligus paling pintar, merasa kurang sreg dengan adanya perempuan yang menawarkan diri kepada seorang laki-laki untuk dinikahi, apalagi laki-laki itu seorang nabi. “Tidak ada kebaikan pada seorang wanita yang menghibahkan diri nya begitu saja kepada se orang laki-laki.” Dalam ha dis yang diriwayatkan Bukhari, kalimatnya seperti ini, “Tidakkah seorang wanita me rasa malu menghibahkan dirinya (untuk dinikahi)?”
Mendengar kalimat Aisyah, Ummu Syuraik menjawab, “Ya, sayalah orangnya.” Allah lantas menyatakannya sebagai wanita mukminah melalui firman-Nya, “….Dan wanita mukmin yang menyerahkan diri nya kepada Nabi…” Ketika ayat ini turun, Aisyah berkata, “Sesungguhnya Allah telah menanggapi keinginanmu dengan segera.”