Ustadz Ahong: Khutbah Jumat itu Seharusnya Mengademkan, Bukan Memanaskan

Ustadz Ahong: Khutbah Jumat itu Seharusnya Mengademkan, Bukan Memanaskan

Shalat Jumat merupakan suatu kewajiban yang dilakukan umat Muslim setiap pekan. Di dalamnya terdapat khutbah Jumat yang wajib disampaikan oleh khatib.

Pendakwah milenial, Ustadz Ahong, menyampaikan bahwa khutbah Jumat itu seharusnya mengademkan, bukan memanaskan.

Dalam acara penyusunan naskah Khutbah Jumat yang diselenggarakan Kementerian Agama di Hotel Morrisey pada 22 hingga 27 November 2020, Ustadz Ahong menyampaikan bahwa khutbah Jumat itu seharusnya tidak berisi caci maki dan menyudutkan kelompok lain yang berbeda. Acara ini dihadiri oleh beberapa lembaga, pengurus masjid, dan persatuan dai.

“Ini karena pada dasarnya khutbah Jumat diselenggarakan untuk mencipatakan ketakwaan dan kepekaan sosial sesama umat beragama dan penduduk NKRI. Jangan sampai, khutbah Jumat itu justru membangkitkan marah masyarakat Muslim,” jelas Ustadz Ahong.

Menurut Ustadz Ahong, apa yang dilakukan Kementerian Agama ini sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

“Umar bin Abdul Aziz membuat aturan agar semua khatib pada masanya menutup khutbah dengan surah al-Nahl ayat 90. “Allah meminta berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi kpd kerabat, dan Allah melarang dr perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan….” Ini tidak ada pada masa Nabi,” tutur Ustadz Ahong.

Ustadz Ahong menjelaskan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan itu menggantikan apa yang sudah dilakukan Bani Umayyah. Pada masa Bani Umayyah, khutbah Jumat itu isinya cacian pada Imam Ali bin Abi Thalib. Jadi, apa yang dilakukan Kementerian Agama itu perlu kita dukung.

Menurut Ustadz Ahong, Kementerian Agama bukan ingin menyeragamkan khutbah Jumat untuk seluruh masjid sebagaimana yang terjadi di negara-negara kerajaan yang berpenduduk mayoritas Muslim. Di sana khutbah diseragamkan. Khatib hanya membaca apa yang sudah ditetapkan tim dari negara.

BINCANG SYARIAH