Apa hukumnya utang bank dengan niat tidak dikembalikan? Apakah uangnya boleh dimanfaatkan?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Dalam aktivitas manusia, niat sangat menentukan hasil. Allah melihat hati manusia. Dia memberikan kemudahan bagi siapa saja yang berusaha jujur dalam niat. Termasuk ketika berutang.
Ketika orang yang berutang mempunyai tekad dan niat yang kuat untuk melunasi utangnya, niscaya Allah akan membantunya untuk melunasi utangnya. Sebaliknya ketika ada orang berutang dan berniat untuk tidak mengembalikannya, Allah akan membinasakan hartanya, tidak memberikan keberkahan pada hartanya dan tidak membantunya untuk melunasi utangnya.
Janji dan ancaman ini, ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar umatnya tidak meremehkan masalah hak orang lain.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Siapa saja yang meminjam harta orang lain dengan niat mengembalikannya, niscaya Allah akan melunasi utangnya. Siapa yang meminjam harta orang lain untuk dia habiskan maka Allah akan memusnahkannya.” (HR. Bukhari 18 & Ibn Majah 2504)
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا، يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ، إِلَّا أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِي الدُّنْيَا
“Tidaklah ada orang yang berutang, dan Allah mengetahui bahwa ia berniat melunasi utangnya, melainkan Allah akan melunasinya di dunia.” (HR. Ibnu Majah 2500 dan disahihkan al-Albani)
Yang menjadi kunci di sana adalah niat dan semangat. Sehingga, jika dia mampu melunasi, pasti akan segera dilunasi. Jika tidak mampu sampai mati, Allah yang akan menjaminnya.
As-Syaukani menjelaskan hadis di atas,
وهذا مقيد بمن له مال يقضى منه دينه وأما من لا مال له ومات عازمًا على القضاء فقد ورد في الأحاديث ما يدل على أن اللَّه تعالى يقضي عنه
“Ini terikat pada siapa saja yang memiliki harta yang dapat melunasi hutangnya. Ada pun orang yang tidak memiliki harta dan dia bertekad melunaskannya, maka telah ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala akan melunasi untuknya.” (Nailul Authar, 4/30)
Niat Tidak Mengembalikan, Dihukumi Pencuri
Bagi yang berniat untuk tidak mengembalikan sampai mati, maka di akhirat dia dihukumi sebagai pencuri.
Dari Shuhaib al-Khair radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapapun yang berutang, dan dia berniat untuk tidak mengembalikannya, maka ketika mati, dia akan ketemu Allah sebagai pencuri.” (Ibn Majah 2502 dan dishahihkan al-Albani)
Hukum ini berlaku di akhirat. Artinya, dengan hanya memiliki niat semacam ini, dia telah berdosa. Meskipun ketika di dunia, dia tidak terhitung pencuri. Karena utang ini diambil dengan cara yang legal.
Salah satu prinsip berbahaya di masyarakat kita, ada sebagian orang yang menekankan, jangan menggunakan uang pribadi untuk menjalankan bisnis, gunakan uang orang lain. Ketika usaha itu bangkrut, kerugian tidak ditanggung sendiri, tapi juga para pemodal. Sementara akad yang dilakukan adalah utang piutang.
Bahkan Ibnu Hajar al-Haitamy dalam bukunya “Az-Zawajir” mengategorikan perbuatan ini termasuk salah satu dosa besar,
الكبيرة الخامسة بعد المائتين: الاستدانة مع نيته عدم الوفاء أو عدم رجائه بأن لم يضطر ولا كان له جهة ظاهرة يفي منها والدائن جاهل بحاله
“Dosa besar ke-205: berutang dengan niat tidak melunasi utangnya, atau ada niat tidak mengembalikannya, sementara saat berutang dia telah memperkirakan tidak ada harta yang dia miliki untuk melunasinya, dan dia berutang bukan untuk keperluan yang bersifat darurat, padahal pemberi utang tidak tahu keadaan peminjam.” (az-Zawajir, 1/410)
Dan hukum ini berlaku bagi siapapun. Termasuk utang ke sumber riba, yaitu bank.
Siapapun yang utang bank, berkewajiban untuk mengembalikan pokoknya saja, karena itulah kewajibannya. Sementara bunganya, tidak boleh dia berikan ke bank, karena termasuk memberi makan riba.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)